Hikmah 
Sombong 
Sifat sombong, takabur dan tinggi hati selalu beranjak dari assumsi bahwa 
dirinya memiliki kelebihan, keistimewaan, keunggulan dan kemuliaan ketika 
dihadapkan pada kepemilikan orang lain. Allah membenci makhluk-Nya yang 
memunculkan sikap dan bersifat sombong. Kesombongan adalah sifat mutlak Allah 
yang tidak dibenarkan untuk dimiliki oleh selain-Nya. Manusia yang 
menyombongkan diri berarti telah merampas sifat mutlak Allah. Ia telah berusaha 
menyamai Allah yang Maha Kuasa. Dan, berarti mensekutukan Allah yang Maha 
Tunggal. 
"Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para Malaikat : 'sujudlah kamu 
kepada Adam', maka sujudlah mereka kecuali Iblis ; Ia enggan dan takabur, dan 
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir" (Q.S. Al Baqarah : 34).

Pengertian sujud pada ayat diatas berarti menghormati dan memuliakan Adam. 
Bukan diartikan sujud memperhambakan diri, karena jenis sujud terakhir hanyalah 
semata-mata kepada Allah. Iblis diperintahkah oleh Allah untuk mengakui 
kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Adam. Konon, Adam diciptakan dari tanah 
dan Iblis dari api. Bagi Iblis, api lebih mulia dari tanah yang kotor. 
Karenanya, perintah Allah tadi ditolak mentah-mentah oleh Iblis dengan anggapan 
bahwa dia lebih mulia dari Adam ditilik dari asal penciptaannya. 
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda: 
"Jika seorang berkata karena sombong. Celakalah manusia. Maka ia akan menjadi 
paling binasa". (H.R.Muslim) 

Kesombongan yang berawal dari perasaan "lebih" atas orang lain, yang 
selanjutnya memunculkan sikap takabur, dan dari sana lalu timbul sikap gampang 
menganggap rendah orang lain adalah awal dari kerusakan tatanan sosial 
masyarakat. Islam datang guna menyempurnakan keadaan masyarakat dengan menata 
aliran dan perputaran interaksi sosial. Tanpa adanya kesamaan hak dan kewajiban 
setiap anggota masyarakat, niscaya yang berlaku pertama kali dalam masyarakat 
tersebut adalah ketimpangan. Segala peraturan dalam masyarakat yang didasarkan 
pada "kontrak-sosial", begitu pula, tak akan berlangsung mulus tanpa adanya 
pengakuan martabat setiap peribadi anggotanya. Kesetaraan dan kesejajaran 
sebagai modal utama kehidupan bermasyarakat akan segera hancur dengan 
keberadaan beberapa individu anggota masyarakat yang mengedepankan perilaku 
sombong. 
Nabi bersabda: "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepada saya supaya kamu 
bertawadlu', sehingga tidak seorang-pun menganiaya orang lain, dan tidak 
seorang-pun menyombongkan diri pada orang lain." (H.R.Muslim) 
Perilaku dan sikap memamerkan amal ibadah, sangat dibenci. Allah berfirman: 
"Jangan mengatakan dirimu suci, Ia (Allah) yang lebih mengetahui siapakah yang 
lebih bertaqwa" (An Najam : 32). 
Sikap merendahkan diri, tawadlu', dan tidak mempertontonkan kelebihan yang 
dimiliki dan amal ibadah yang dikerjakan dihadapan orang lain, pada hakekatnya 
merupakan sebentuk pangakuan bahwa segalanya dalam alam ini adalah semata 
berada di tangan Allah. Itulah makna tauhid, pengakuan bahwa penerimaan dan 
penolakan amal ibadah yang telah kita kerjakan adalah sepenuhnya hak istimewa 
Allah yang sama sekali berada diluar jangkauan pengetahuan manusia. 
Pada suatu masa, kota Baghdad diramaikan dengan kabar kedatangan seseorang yang 
dikenal oleh masyarakat luas sebagai wali (orang saleh). Guru spiritual dan 
syekh agung Baghdad, Junaidi Al Baghdadi menjumpai orang tersebut, bertanya : 
Anda-kah sang wali itu ? Betul, jawab si tamu. Berdirilah Syekh Junaidi Al 
Baghdadi, berpidato dihadapan para muridnya. "Orang ini dusta. Tidak ada 
seorang wali yang mengetahui dirinya sebagai wali. Dan tak ada seorangpun yang 
boleh mengatakan bahwa dirinya saleh". 
Iblis masuk neraka dan dikutuk oleh Allah untuk selamanya, bukan lantaran dia 
tidak mempercayai adanya Tuhan (atheis), tapi semata-mata karena prilaku 
sombong, angkuh, takabur dan tinggi hati. 
Wallahu a'lam bisshowab. 
(Rizqon Khamami) 
<http://www.pesantrenvirtual.com> 




Reply via email to