SUARA KARYA
IUU Fishing dan Kerentanan Sosial Nelayan Oleh Suhana Rabu, 6 Juni 2005 Permasalahan IUU (illegal, unreported and unregulated) fishing di perairan Indonesia merupakan permasalahan klasik sektor perikanan dan kelautan yang sampai sekarang belum terselesaikan dengan baik. Sehingga dikhawatirkan, praktik IUU Fishing tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan kerawanan sosial di tingkat masyarakat dan kelestarian sumber daya ikan. Permasalahan IUU fishing di perairan Indonesia tidak hanya mencakup problem klasik pencurian ikan (illegal fishing), tetapi juga masalah perikanan yang tidak dilaporkan (unreported fishing) dan perikanan yang tidak diatur (unregulated fishing). Praktik pertama menyangkut kegiatan penangkapan ikan (walaupun legal) yang tidak dilaporkan (unreported), terdapat kesalahan dalam pelaporannya (misreported) dan pelaporan yang tidak semestinya (underreported). Sedangkan praktik kedua menyangkut kegiatan penangkapan ikan yang tidak diatur (unregulated) oleh negara yang bersangkutan. Argumen yang mendasari dilarangnya praktik kedua ini adalah bahwa cadangan ikan di suatu negara seharusnya diidentifikasi dan diatur pemanfaatannya sehingga tidak terjadi kerusakan global di masa depan yang dapat terjadi apabila penangkapan ikan dilakukan dengan prinsip free for all fishing. Dampak IUU Fishing Maraknya IUU fishing di perairan Indonesia akan berdampak terhadap meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, IUU fishing mendorong ke arah penurunan tenaga kerja di bidang penangkapan ikan nasional. Oleh sebab itu apabila hal ini tidak secepatnya diselesaikan maka hal itu akan mengurangi peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian dalam penangkapan ikan. Misalnya saja, pertengahan Juni 2005, Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APII) mendesak kepada pemerintah untuk tidak lagi mengizinkan pembangunan industri pengalengan ikan tuna yang baru di Pulau Jawa, Bali, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Alasannya, kehadiran industri di keempat daerah tersebut sudah terlalu banyak, sedangkan suplai bahan baku sangat terbatas sehingga tidak sedikit industri pengalengan ikan yang tutup. Menurut catatan APII, empat tahun lalu tersebar tujuh industri pengalengan ikan tuna di Jawa Timur. Tetapi, kini empat unit di antaranya tidak berproduksi lagi. Di Sulawesi Utara, yang semula memiliki empat industri yang sama, sekarang tinggal dua industri yang beroperasi. Itu pun setelah diambil alih investor dari Filipina. Sementara itu, di Bali juga tinggal satu unit, padahal sebelumnya ada dua industri pengalengan ikan tuna. (Kompas, 18 Juni 2005). Kurangnya suplai bahan baku ikan tuna tersebut diduga kuat disebabkan oleh maraknya illegal fishing di Indonesia. Karena, kalau kita lihat dari data potensi sumber daya ikan yang ada di wilayah perairan Indonesia, khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sangat memungkinkan untuk berkembangnya industri pengalengan ikan tuna di Indonesia. Misalnya, menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan (2003), potensi sumber daya ikan pelagis besar ekonomis di wilayah Samudera Hindia yang dominan adalah Albakora, yaitu sebesar 3.987.000 ton per tahun. Setelah itu disusul oleh jenis ikan Tuna Sirip Biru (84.000 ton), Cakalang (21.000 ton), Tuna Mata Besar (13.000 ton) dan Madidihiang (10.000 ton). Besarnya potensi sumber daya ikan tersebut tersebar di seluruh wilayah Samudera Hindia. Bahkan menurut data FAO dari tahun 1990 sampai 2003 menunjukkan adanya peningkatan produksi ikan pelagis besar jenis tuna di wilayah perairan Samudera Hindia, khususnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Produksi ikan pelagis besar di samudera hindia setiap tahunnya rata rata untuk masing-masing jenis adalah 1408,64 ton (Albacore), 37.769,93 ton (Skipjack Tuna), 1077,14 ton (Southern Bluefin Tuna), 24.613,07 ton (Yellowfin Tuna) dan 17.836,21 ton (Bigeye Tuna). Kedua, IUU fishing di beberapa wilayah telah menimbulkan konflik dengan armada penangkapam lokal dan adanya gejala "over eksploitasi" (kelebihan tangkap). Maraknya illegal fishing akan mengganggu keamanan nelayan Indonesia, khususnya nelayan-nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Hal ini disebabkan, nelayan asing selain melakukan penangkapan secara ilegal juga mereka tak jarang menembaki nelayan-nelayan tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di fishing ground yang sama. Selain itu aktivitas ilegal tersebut juga akan mendorong ke arah pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan oleh karena itu memperburuk kemiskinan. Sudah barang tentu IUU fishing tersebut akan berdampak pula pada distribusi pendapatan nelayan. Ketiga, IUU fishing akan berdampak negatif pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa di beberapa daerah, istri-istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas penangkapan ikan di pantai, dan pengolahan hasil tangkapan. Bahkan untuk urusan pemasaran hasil perikanan pun melibatkan pula istri-istri nelayan. Keempat, IUU fishing berdampak negatif pada stock ikan dan ketersediaan ikan, suatu sumber protein penting pada beberapa negara-negara, termasuk Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat. Selain itu juga rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan masyarakat Indonesia dikhawatirkan tidak akan berjalan dengan baik. Mengatasi IUU Fishing Dengan melihat dampak IUU fishing terhadap peningkatan kerawanan sosial di tingkat masyarakat maka hendaknya pemerintah saat ini mulai merumuskan langkah-langlah komprehensif dalam menangani IUU fishing tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani IUU fishing, antara lain: Pertama, mempercepat pembentukan keputusan presiden (Keppres) "IUU fishing" yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum dalam gerakan nasional pemberantasan IUU fishing di perairan Indonesia. Oleh sebab itu, keberadaan keppres tersebut hendaknya didukung dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan keberpihakan pada kepentingan nasional. Kedua, peningkatan kesadaran dan kerja sama antar-seluruh stakeholders perikanan dan kelautan nasional dalam pemberantasan praktik IUU fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktik IUU fishing selama ini banyak dilakukan oleh stakeholders perikanan itu sendiri, termasuk pemerintah dan pengusaha perikanan. Hal mendesak yang perlu dilakukan adalah memberantas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dalam pengurusan izin penangkapan ikan. Ketiga, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional. Dengan meningkatkan peran ini, Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti IUU fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerja sama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems), misalnya, dapat dilakukan. Hemat penulis, pemberantasan praktik IUU fishing di perairan Indonesia saat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Artinya, pemerintah dan stakeholders perikanan dan kelautan lainnya perlu bekerja sama untuk memberantas praktik ilegal tersebut. Karena, apabila hal ini tidak secepatnya dilakukan maka dikhawatirkan kerawanan sosial dan kelestarian sumberdaya perikanan nasional akan semakin terpuruk. *** (Penulis peneliti di Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - PKSPL-IPB). [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/