http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/07/15331457/industri.lokal.mulai.melirik.riset.bppt


*Industri Lokal Mulai Melirik Riset BPPT
*
JAKARTA, JUMAT - Hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau
BPPT mulai dilirik industri. Pemilik perusahaan Ciputra Grup, Ciputra, dan
PT Martina Berto, Martha Tilaar, Kamis (6/11), menandatangani nota
kesepakatan dengan BPPT untuk mengembangkan riset aplikatif.

"Ciputra Grup mengharapkan riset kantong aspal yang tahan panas sampai 120
derajat Celsius. PT Martina Berto mengharapkan riset pengembangan alat
ekstraksi tanaman untuk minyak aroma herbal," kata Pelaksana Tugas Kepala
BPPT Wahono Sumaryono dalam konferensi pers seusai penandatanganan nota
kesepakatan atau letter of intent (LoI) tersebut.

Menurut Wahono, momentum ini mempertemukan inventor (penemu) dengan investor
yang jarang terjadi. Selama ini banyak temuan-temuan BPPT yang kurang
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, termasuk kalangan industri.
Temuan tersebut merupakan hasil kerja keras periset BPPT yang sekitar 500
orang berjenjang pendidikan doktor dan sekitar 600-700 orang berjenjang
pendidikan master.

Harus dipasarkan

Ciputra mengatakan, hasil-hasil riset BPPT jangan cuma didokumentasikan,
tetapi harus bisa dikomersialkan. Caranya, bisa saja BPPT menawarkan hasil
risetnya ke pasar, atau mencari tahu riset apa yang dibutuhkan pasar.
Ciputra tidak menyalahkan sepenuhnya periset yang lebih berorientasi kepada
riset, tanpa berorientasi komersial.

"Pendidikan di Indonesia memang lebih suka melahirkan akademisi semata.
Seharusnya, juga mendidik entrepreneur yang bisa mengomersialisasikan
hasil-hasil riset," kata Ciputra.

Martha Tilaar mengkritik, selama ini banyak periset sampai tingkat profesor
pun masih menyimpan hasil-hasil risetnya sendiri. "Tidak ada upaya untuk
menjadikan hasil-hasil riset tersebut sebagai komoditas yang bermanfaat
untuk masyarakat banyak," ujar dia.

Wahono mengungkapkan, perspektif riset sekarang cenderung terbatas pada
kepentingan periset, karena minimnya dana dan infrastruktur. Semestinya
dalam kondisi seperti sekarang, riset lebih berorientasi pada kebutuhan
pasar.

"Peneliti atau perekayasa masih banyak yang mengejar kepuasan batin semata.
Ke depan, ini tinggal diarahkan saja supaya penelitian bisa bersinergi
dengan kebutuhan entrepreneur, termasuk kalangan industri, sehingga bisa
lebih berguna bagi masyarakat," kata Wahono.

Paten lama

Menurut Wahono, kendala aplikasi riset untuk menunjang sektor industri
terletak pada proses memperoleh paten yang sangat lama. Dalam 10 tahun
terakhir, misalnya, BPPT hanya memperoleh 79 paten dari ratusan temuan yang
diusulkan patennya.

"Proses pengajuan paten tidak pernah dijawab dengan tegas, bisa atau tidak.
Seperti hasil riset saya, sudah delapan tahun tidak pernah jelas bisa
memperoleh paten atau tidak," kata Wahono.

Kesulitan memperoleh paten juga dialami Martha Tilaar. Dalam lima tahun
terakhir, perusahaan yang dipimpinnya mengusulkan 29 paten, tetapi baru satu
paten yang diperoleh.

"Teknologi yang berkembang sangat cepat, semestinya bisa diimbangi dengan
proses memperoleh paten yang cepat pula," kata Martha Tilaar.

Menurut Wahono, pengujian untuk memperoleh paten paling cepat 18 bulan.
Waktu ini dinilai terlalu lama. (ELN/NAW)



Sumber : Kompas Cetak


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke