Source: http://www.majalahtrust.com/indikator/gaya_hidup/149.php

Ini Dia Gaya Berlibur Turis Arab

Di Puncak, turis-turis Timur Tengah menemukan surga dunia: pemandangan 
hijau, banyak bunga, air mengalir, dan bidadari berseliweran.

Sen Tjiauw dan A. Sidarta

Bunyi musik terdengar dari sebuah vila: bising, sejenis musik keras 
dengan irama dan lirik padang pasir. Sebuah jendela yang gordennya 
terbuka mengungkapkan suasana ruang tamu vila yang bising itu. Di bawah 
lampu nan terang, seorang perempuan berdiri di hadapan seorang pria 
sambil meliuk-liukkan badannya seirama nada. Kedua tangannya terentang 
ke atas, pinggulnya diputar-putar. Memang, tak sedahsyat goyang Inul, 
penyanyi dangdut yang ngetop akhir-akhir ini.

Tapi ada yang lebih memicu aliran darah dari sekotak pemandangan lewat 
jendela itu: setidaknya, tubuh bagian atas penari itu tak ditutup apa 
pun. Sebelum segalanya jelas, rupanya penghuni vila menyadari gorden 
yang terbuka. Tiba-tiba jendela itu pun ditutup.

Para pengintip yang berada di teras sebuah kamar di lantai dua Hotel 
Jayakarta, Puncak, Jawa Barat, pun kecewa. Mereka adalah wartawan TRUST. 
Di pertengahan Februari lalu itu, mereka meliput kawasan tersebut, desa 
yang dikabarkan pada bulan tertentu menjadi Kampung Arab dengan segala 
gaya berlibur turis Timur Tengah.

Kampung Arab? Nama asli kampung itu sendiri yakni Kampung Sampay, satu 
dari tiga kampung di Desa Tugu Selatan, satu kilometer di atas Taman 
Safari, Cisarua, Bogor. Dari Jakarta, jarak menuju kampung ini sekitar 
84 kilometer.

Tapi, kalau Anda bertanya kepada penduduk sekitar tentang Kampung Arab, 
mereka tampak terbengong-bengong. Satu atau dua orang yang tiba-tiba 
memahami arah pertanyaan akan menjawab: ”O, maksudnya Warung Kaleng?”

Benar, lebih dari Kampung Sampay, lebih dari Kampung Arab, nama Warung 
Kaleng dikenal bukan saja oleh warga setempat, tapi juga sopir taksi di 
Bandara Soekarno-Hatta. Masuklah ke sembarang taksi, lalu sebut Warung 
Kaleng; dijamin Anda akan sampai ke Desa Sampay, Kelurahan Tugu Selatan, 
Kecamatan Cisarua, Bogor.

Warung Kaleng sebenarnya adalah sepotong Jalan Jakarta-Puncak di 
kilometer 84, tak lebih dari 50 meter panjangnya. Di kanan-kiri jalan, 
berjajar 30-an warung. Ini yang unik, papan-papan nama warung itu bukan 
hanya berhuruf latin dengan kata-kata bahasa Indonesia, tapi juga 
(bahkan ada yang hanya) papan nama berhuruf Arab, dari wartel sampai 
toko roti, dari toko kelontong sampai rumah makan. Dan yang juga khas 
dibandingkan kampung lain, di sini banyak terlihat warga bertampang 
Timur Tengah.

BIDADARI-BIDADARI
Nama Warung Kaleng sudah menjadi nama alternatif bagi Kampung Sampay 
sejak zaman kolonial Belanda. Dulu, kawasan itu secara administratif 
adalah tanah partikelir, yang kemudian dijadikan basis perdagangan oleh 
pedagang pendatang dari Cina. Lambat laun, para pedagang itu 
berasimilasi dengan penduduk setempat, lantas masuklah Islam.

Kata penduduk setempat, riwayat nama Warung Kaleng bermula dari 
warung-warung yang didirikan oleh para pedagang Cina itu: hampir semua 
warung beratap seng atau kaleng. Jadilah sepetak lahan itu kemudian di 
sebut Warung Kaleng.

Nama itu tetap melekat meski suasana Cina praktis tak tercium lagi dan 
atap seng tak lagi terlihat. Kini, warung-warung itu bertembok dan sudah 
beratap genteng. Suasananya pun berganti ke-Arab-Araban. Belakangan, 
muncul sebutan baru itu: Kampung Arab—bukan hanya untuk sepetak Warung 
Kaleng, tapi juga untuk seluruh Kampung Sampay.

Jadi, melihat lokasinya, bolehlah dibilang Warung Kaleng merupakan 
gerbang Kampung Arab. Di kawasan warung itulah pusat lalu lintas turis 
Arab (kebanyakan dari Arab Saudi, Bah-rain, Kuwait, dan Qatar). Soalnya, 
sejauh ini, hanya di warung-warung itu tersedia segala kebutuhan turis 
Arab yang khas: mulai dari minuman (vodka yang didatangkan dari 
Jakarta), tembakau dan bumbunya (yang langsung diimpor dari Timur 
Tengah) untuk merokok gaya Arab, sampai roti arab (buatan lokal).

Alkisah, di awal 1990-an, ketika Irak diserbu Amerika dan sekutunya, 
banyak turis Timur Tengah datang ke Kampung Sampay. Mereka menginap di 
vila-vila selama kira-kira satu minggu hingga satu bulan. Di tahun-tahun 
sebelumnya, turis Arab juga sudah datang ke Kampung Sampay, namun tak 
banyak.
Dikenalnya Kampung Sampay oleh turis Arab tentunya dimakcomblangi 
biro-biro pariwisata, terutama biro yang berkantor di sepanjang Jalan 
Raden Saleh, Jakarta Pusat. Di kawasan ini, para turis itu boleh merasa 
setengah di rumah sendiri, setidaknya dalam hal makan, karena di jalan 
ini ada dua rumah makan khas Timur Tengah.

Tapi kenapa Kampung Sampay? Konon, turis-turis dari padang pasir itu 
merindukan suasana yang berbeda dengan negeri mereka yang panas dan 
berpantai. Mereka mengidamkan berlibur di kawasan pegunungan yang sejuk 
dan hijau. Lalu, dibawalah mereka ke kawasan Puncak, dari Cisarua sampai 
Cipanas. Bila kemudian Warung Kaleng menjadi terpopuler di antara turis 
Arab, ada ceritanya.

Menurut Syaiful Idries, Kepala Urusan Administrasi Desa Tugu Selatan, 
gambaran orang Arab tentang surga dunia itu adalah jabal ahdor atau 
gunung hijau. Di Kampung Sampay, kata Syaiful, mereka menemukan jabal 
ahdor itu. ”Di Puncak ini kan banyak bunga, air mengalir, lingkungannya 
hijau dan indah,” tuturnya.

Tapi kalau hanya gunung hijau, bukan hanya Kampung Sampay yang punya. 
Kampung ini menjadi istimewa buat turis Arab karena ”banyak bidadari”, 
dan secara sosial lingkungan di sini ”longgar”, warganya tak begitu 
peduli dengan urusan orang lain. ”Jadi (Syaiful melanjutkan ceritanya 
sambil tertawa), bagi orang Arab, Warung Kaleng bukan hanya jabal ahdor, 
tapi juga jabal al jannah, gunung surga. ‘Bidadari-bidadari’ itu 
didatangkan dari desa lain yang cukup jauh,” paparnya.

MERACUNI ANAK-ANAK
Singkat cerita, kerasanlah turis-turis itu berlibur di jabal al jannah. 
Bahkan, secara sosial keagamaan, suasana di sini pun okey: ada suara 
azan berkumandang saat menjelang salat wajib. Di Kampung Sampay, ada 
tiga pondok pesantren, dan ada pula satu pesantren baru yang sedang 
dibangun.

Warga setempat pun menyambut para turis Arab dengan terbuka. Apa boleh 
buat, secara nyata, mereka memang mendatangkan fulus. Penginapan terisi, 
makanan terjual, sumbangan pun mengalir. Lihatlah Haji Samsudin, 65 
tahun, yang sedang memimpin pendirian sebuah pondok pesantren baru di 
Kampung Sampay ini, namanya Pondok Sikoyatun Najah.

Menurut Wak haji ini, sebagian biaya calon pesantrennya diperoleh dari 
sumbangan turis Arab. Di sebuah lorong di belakang Warung Kaleng, 
terpasang spanduk dalam tulisan dan bahasa Arab, yang artinya kurang 
lebih begini: ”Kami sedang membangun gedung untuk pondok pesantren di 
sini, mohon sumbangannya.” Dengan bahasa dan huruf Arab, jelaslah 
sasaran spanduk itu. Lantas, Nanang Supriatna, salah seorang Ketua RT di 
Kampung Sampay, mengatakan: ”Enggak ada Arab, enggak hidup ekonomi 
orang-orang sini.”

Nanang yang sehari-hari berjualan kambing, pada Idul Adha yang lalu 
berhasil menjual 11 kambing. ”Kalau enggak ada Arab, kambing saya 
paling-paling laku dua ekor,” tuturnya kepada TRUST. Dan ternyata bukan 
hanya 11. Begitu ia selesai bertransaksi untuk kambing yang ke-11 dengan 
Samid (mahasiswa Arab Saudi yang menginap di Vila Barita), datang 
pesanan dua kambing lagi dari turis Arab yang menginap di Aldita, vila 
pertama di daerah itu.

Tapi tak seluruh penduduk mengangguk-angguk dan mengucapkan ahlan 
wasahlan kepada tamu-tamu Timur Tengah itu. Haji Ichwan Kurtubi, 55 
tahun, seorang tokoh masyarakat Kampung Sampay, merasa tak enak melihat 
perilaku para turis itu. Para ulama, katanya, pasti tidak setuju warga 
di sini memfasilitasi para turis itu ber-dugem ria alias berdunia 
gemerlapan. ”Mereka itu enggak bener. Masa sih ada Arab kawin, walinya 
diambil dari sekitar-sekitar sini,” ucapnya.
Menurut Haji Ichwan, pernikahan baru sah bila dihadiri wali yang sah 
menurut Islam. ”Mereka itu meracuni anak-anak muda di sini,” katanya 
seraya melampiaskan kemarahannya.

VODKA DI TANGAN KANAN
Tapi, anak-anak muda yang dijaga oleh Haji Ichwan itu sendiri tak 
peduli. Mereka dengan senang mengadakan ini dan itu untuk para turis. 
Dan dengan begitu—mulai sebagai pemandu wisata, mencarikan kambing 
korban, mengantar si turis dengan ojek, mencarikan vila, sampai menjadi 
preman penjaga keamanan—mereka mendapatkan penghasilan. Kata Haji 
Ichwan: ”Ulama di sini sudah kalah sama anak-anak muda itu.”

Sedangkan Zaki al-Habsy, pengelola gerai penukaran uang di Warung 
Kaleng, mencoba bersikap realistis. ”Yang tidak suka dengan turis-turis 
Arab itu hanya orang-orang yang tidak berbisnis melayani mereka,” kata 
Zaki yang juga agen perjalanan itu.

Sebenarnya, di balik ketenangan hijaunya bukit dan pepohonan Kampung 
Sampay, ada keresahan yang tersembunyi. Perilaku dan gaya berlibur 
lelaki-lelaki dari padang pasir itu—yang eksklusif dan tertutup bagi 
siapa saja, kecuali terhadap orang-orang yang mereka butuhkan—selain 
melahirkan kecemburuan, juga menimbulkan ketersinggungan.

Benar, wanita-wanita yang mereka datangkan bukan warga Tugu Selatan. 
Yang terlihat dari jendela itu, misalnya yang diminta menari striptease 
atau tari perut, konon, adalah perempuan dari Cianjur, 20-an kilometer 
dari Tugu. Tapi, menurut Haji Ichwan, suasana seperti itu di depan mata 
mereka adalah racun buat generasi muda. Apalagi, setidaknya, ada dua 
turis Arab meninggal di salah satu vila di Kampung Sampay selagi 
berpesta pora. ”Orang Arab kan sudah terkenal dengan pemeo: vodka di 
tangan kanan dan cewek di tangan kiri,” kata Abubakar Sjarief, Kepala 
Desa Tugu Selatan.

Dan sebenarnya, Abubakar melanjutkan, yang mendapat rezeki dari turis 
Arab hanya beberapa orang saja. ”Pokoknya, rezeki (dari para turis) itu 
tidak berimbang dengan mudaratnya. Secara umum, ke depan, kami 
dirugikan,” ungkapnya.

Memang, di luar tukang ojek, penjaga malam, tukang masak di vila, dan 
preman penjaga keamanan kampung, semua lahan usaha yang berhubungan 
dengan Arab dijalankan oleh pendatang. Kendati warga setempat bisa 
berbahasa arab, mereka tidak bisa menjadi pemandu wisata. Soalnya, untuk 
menjadi guide, mereka harus terdaftar di Ikatan Guide Puncak yang 
pengurusnya adalah pendatang.

Itulah, dari pemandu wisata, penerjemah, pengelola trans-portasi, sampai 
pengelola penyewaan mobil, hampir semuanya orang Jawa Tengah—terutama 
dari Solo dan sekitarnya—dan dari Jakarta. Juga toko-toko yang berderet 
di Warung Kaleng, sebagian besar dimiliki pendatang.

Namun, soal rezeki ini tak pernah muncul ke permukaan sebagai konflik 
sosial. Konflik yang pernah terjadi adalah konflik moral. Tahun lalu, 
sejumlah santri—mulai dari Ciawi hingga Cisarua—menyerbu diskotek dan 
tempat mesum lain di kawasan Tugu Selatan. Gebrakan itu sampai sekarang 
masih terasa. Menurut Abubakar, sejak saat itu, wisata berbau seks di 
wilayah tersebut agak mereda. Turis Arab memang masih datang, tapi musik 
bising dari vila-vila jauh berkurang.

Menurut seorang pemandu wisata di situ, untuk sementara mereka membawa 
turis Arab ber-dugem ke tempat lain: Cipanas, bahkan sampai ke 
Selabintana. Tapi, bisa jadi, wanita yang menari-nari di tempat menginap 
sama saja dengan perempuan yang terlihat dari jendela itu. Soalnya, 
nomor telepon genggam mereka sudah ada di tangan para calo. Jadi, kapan 
saja, perempuan itu bisa dihubungi, baik secara langsung maupun dengan SMS.



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to