Di Balik Sejarah Tertindasnya Kaum Muslim Lewat buku ini, Irena Handono
menguak akar penyebab Barat memusuhi Islam.
<http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/110/news_id/2920>

**
* <http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/110/news_id/2920>*
*Republika.* 2008-09-14 10:03:00
Jadilah buku setebal 320 halaman ini menyajikan pembelokan fakta tentang
damainya Islam. Lewat buku *Menyingkap Fitnah dan Teror*, Hj Irena Handono
mengulas berbagai pembelokan fakta sejak lahirnya Nabi Muhammad pada 570 M
sampai sekarang, di era ketika George Bush memutuskan menyerang Irak atas
nama terorisme.

Sudah sejak lama Barat menggambarkan Islam sebagai wajah penuh kekerasan
serta disebarkan lewat peperangan. Turun-temurun mereka kemudian telanjur
menilai Islam sebagai agama yang terbelakang.

Perspektif Irena sebagai pakar Kristologi pun menghadirkan beragam
referensi. Ia mengambilnya dari ilmuwan Barat serta uraian teks atau
penggalan pidato pemuka gereja yang mengurai propaganda macam apa yang
diluncurkan terhadap Islam. Hasilnya adalah permusuhan yang terpendam dalam
jiwa masyarakat Barat. Inilah strategi untuk melenyapkan Islam dan kaum
Muslimin (hlm 5).

Padahal kekerasan sudah lama menjadi sifat alami bangsa Barat. Saat tentara
salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099 tercatat lebih dari 60 ribu
orang Yahudi, Muslim, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibantai.
Saksimata menyatakan akibat pembunuhan itu genangan darah manusia di
depan kuil
Salomon mencapai tinggi pergelangan kaki manusia.

Penemu benua Amerika, Columbus, juga seketika menghabisi nyawa enam penduduk
asli Karibia saat ia baru mendarat di sana. Alasannya mereka tidak terlihat
seperti tidak mempunyai agama di mata Columbus yang menganut Katolik. Serta
dugaan keterlibatan gereja Anglican dalam melegalkan pembunuhan terhadap
suku Tutsi terkait perangnya dengan suku Hutu di Rwanda.

''Buku ini saya buat supaya orang mengetahui mana yang fitnah dan tidak
benar,'' ujar Irena, usai peluncuran bukunya di auditorium Universitas
Al-Azhar, Jakarta, Sabtu (6/9).

Karena itu, Irena menyertakan pula kisah Rasulullah dan khafilah dalam
menghadapi teror dan fitnah. Dan, kesabaran sang Rasul menjadi pembuka bab
kedua bukunya. Sikap bersabar merupakan gambaran keteladanan bagi para
pengikutnya agar mereka siap memikul berbagai bentuk penyiksaan dan tekanan
yang harus dirasakan saat teguh mengimani dan menjalankan sebuah keyakinan
(hlm 80).

Fitnah yang ditujukan kepada umat Islam sesungguhnya bukan perintah yang
tertera dalam Injil. Kitab Injil yang asli menggambarkan Yesus sebagai
seorang pecinta damai yang tegas. Surat Matius 5:39 memerintahkan pengikut
Yesus untuk memberikan pipi sebelahnya jika satu pipi mereka ditampar.
Bahkan Injil mengharuskan kaum Kristen menunjukkan kedermawanan kepada lawan
mereka seperti diteladankan Yesus.

Agama Kristen sesungguhnya mengajarkan penyelamatan yang berarti penebusan
dosa dan kematian. Bukan pemusnahan musuh Tuhan. Karena itu berperang untuk
memperebutkan dunia ini tidak bermakna apa-apa. Tetapi, perang salib
menunjukkan kebalikan dari ajaran agama Kristen.

Sejarah pun berulang. Dan, perlawanan terhadap kaum Muslim terus berlanjut.
Kaum Yahudi turut merusak pikiran umat Islam dengan mengembuskan ide-ide
yang bertentangan, seperti sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme.
Kemudian di zaman kini, media massa Barat yang sebagian besar dimiliki
pemodal Yahudi beropini mengaburkan kekejaman yang dilakukan serdadu Amerika
terhadap tawanan Irak di penjara Abu Ghuraib. Di mata media asing rakyat
Irak terutama pejuang Mujahidin adalah teroris yang sangat membahayakan.

Ternyata, semua itu fitnah. Irene membuktikannya lewat kesaksian dua
jurnalis *MetroTV* yang pernah disandera kelompok pejuang Mujahidin selama
satu pekan di Irak. Mengutip buku karangan Meutya Hafid, *168 Jam Dalam
Sandera*, disampaikan kenyataan kalau selama ditawan Meutya justru merasa
diperlakukan sangat manusiawi. Selain bisa beribadah selama tujuh hari
Meutya selalu makan bersama penyanderanya. Itu membuat ia merasa tenang
meski dalam tawanan. Bahkan, Meutya mendedikasikan bukunya untuk perjuangan
warga Irak dan penyanderanya, Jaish Al Mujahideen.

Fitnah serta teror Barat pun meluas ke berbagai topik kehidupan. Di bidang
kesehatan, kewajiban membagi virus flu burung ke negara adidaya ternyata
tidak berlaku sebaliknya. Sampel virus asal Indonesia yang disimpan di Los
Alamos, New Mexico, Amerika, tidak dapat diakses oleh ilmuwan Tanah Air.
Padahal di tempat itu Amerika membangun bom atom Hiroshima pada 1945. Tidak
mustahil kalau timbul pemikiran bahwa sampel itu dipakai bahan pembuatan
senjata biologis demi kepentingan Amerika.

''Umat kita harus sadar kalau barat menggunakan pola yang sama untuk menuduh
Islam,'' kata Irena.

Proses pengumpulan bahan terjadi selama dua tahun. Beberapa diantaranya
didapat Irena dari dunia maya. Menurutnya, banyak orang barat yang sadar
kalau tindakannya keliru dan umat Islam memilih untuk dibodohi mereka.
Karena itu, ''Mari kita <I>iqro<I> kembali,'' sambungnya. (indira rezkisari)

*http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/110/news_id/2920*<http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/110/news_id/2920>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke