Refleksi: Tidak boleh berpolitik, tetapi bukan berarti dilarang menerima oleh-oleh. Pakailah teladan Ibu Tien.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/6/23/o1.htm Istri Pejabat Dilarang Berpolitik ADA pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ''aneh'' saat berkunjung ke Filipina. Seperti diberitakan koran ini kemarin (BP, 22/6), SBY melarang istrinya untuk terjun ke bidang politik dan bisnis. Alasannya, sebagai Ibu Negara, Kristiani Herawati Yudhoyono mempunyai kapling yang sangat jelas, yakni bidang pendidikan dan kesehatan. Di tengah euforia kebangkitan perempuan serta isu kesetaraan gender, tentu hal ini sedikit ''aneh'' terdengar di telinga. Namun, kalau kita simak secara lebih mendalam, sebenarnya pernyataan itu tidaklah salah. Pertama, paling tidak SBY memang menegaskan fungsi-fungsi seorang Ibu Negara. Kedua, Presiden yang diusung Partai Demokrat ini paling tidak berusaha menghapus stereotip tentang keterlibatan istri yang terlalu dominan ketimbang suaminya. Sehingga, dengan demikian, sangatlah jamak kalau kemudian beredar anggapan bahwa kebijakan sang suami lebih banyak ditentukan istrinya. Kalau kemudian hal ini sudah terbangun, kemudian pada akhirnya juga membentuk kekuatan baru yang tentu saja mempunyai pola-pola hubungan informal yang tidak kalah pentingnya dengan pola hubungan formal. Banyak contoh seorang istri pejabat lebih berperan ketimbang suaminya. Kalau hal itu tidak direm, akan memunculkan kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam arti luas. Tidak pelak, kondisi ini kemudian memunculkan KKN yang membelit ruang gerak sang suami. Namun, pada sisi yang lain, kembali pada isu-isu kesetaraan gender, barangkali hal ini juga bisa dilihat dari sisi itu. Namun, SBY telah memberi batas tegas. Tugas sebagai Ibu Negara, bukan tugas serta hak sebagai perempuan. Akan tetapi, hal ini juga sedikit banyak mempengaruhi karena pernyataan itu keluar dari seorang presiden. Filipina contohnya. Negeri ini mempunyai dua presiden perempuan yang cukup fenomenal. Yang pertama, tentu saja Corazon ''Corry'' Aquino. Siapa menyangka ibu rumah tangga, istri mendiang senator Benigno ''Ninoy'' Aquino itu bisa melejit dan menuju Istana Malacanang. Tidak seorang pun mengira dia bakal mampu menumbangkan kekuasaan tirani Presiden Ferdinand E. Marcos saat itu. Memang, Corry dibantu banyak pihak, perlawanan rakyat lewat people's power-nya serta didukung mendiang Kardinal Sinn, Corry mampu menjadi orang nomor satu di negeri bekas jajahan Spanyol itu. Gloria Macapagal Arroyo juga begitu. Dari seorang yang tidak begitu diperhitungkan, Arroyo mampu menyisihkan pesaingnya. Walaupun, nama besar Macapagal yang disandangnya mampu mendongkrak popularitasnya. Hal ini tidak bisa dimungkiri. Mendiang ayahnya, Diosdado Macapagal, juga merupakan salah satu Presiden Filipina. Naiknya perempuan di pentas politik dunia, khususnya Asia, tidak bisa lepas dari nama besar keluarga yang disandangnya. Tengok saja Megawati. Ada tambahan Soekarnoputri di belakangnya merupakan modal tersendiri. Juga Indira Gandhi yang merupakan penerus Dinasti Nehru. Juga Benazir Bhutto, Aung San Suu Kyi, dan sebagainya. Di Amerika Serikat pun, Clinton tidak bisa membatasi istrinya hanya berkutat pada bidang pendidikan, kesehatan serta aksi-aksi sosial lainnya. Hillary Rodham Clinton, dengan segala talentanya, mampu menembus barikade psikis sebagai seorang Ibu Negara. Artinya, tidak bisa dikungkung hanya sebatas fungsinya sebagai seorang istri presiden. Toh, berkat kegigihan serta bakatnya di bidang politik, dia kini menjadi seorang senator. Bukan tidak mungkin, AS nanti akan mempunyai presiden perempuan untuk pertama kalinya. Memang, harus ada pembatas tegas antara seorang Ibu Negara dalam fungsinya sebagai pendamping presiden pada saat formal. Tetapi, sebagai seorang perempuan, dia tentu mempunyai bakat-bakat tersendiri yang tidak mungkin dipasung. Kembali yang perlu ditegaskan di sini adalah, munculnya pernyataan SBY itu tidak lebih dari upaya untuk menghapus stereotip yang berlaku umum saat ini. Seorang istri pejabat bisa lebih ''berkuasa'' ketimbang suaminya. Ini tidak berlebihan karena memang ada yang seperti itu. Jadi, konteksnya bukan memasung hak-hak perempuan, tetapi lebih mengingatkan akan peran serta tugas masing-masing. Toh, kalau kita bicara tentang isu gender serta kesetaraan perempuan, kita tidak bisa menafikan kodrat seorang perempuan. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/