http://hariansib.com/?p=81461


« Debat Cawapres Perdana, Jeda Iklan Ketiga, Prabowo Paling Santai * Paparkan 
Kemiskinan, Prabowo Pamerkan Uang Rp 20 Ribu * Hampir Lupa Sebut Boediono, 
Wiranto Nyanyi
JK Harap RI Tak Lagi Impor Garam dari Australia * 115 Juta Penduduk Indonesia 
Miskin
by Redaksi on Juni 24th, 2009 
Jakarta (SIB)
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjanjikan peningkatan kualitas garam. JK juga 
berharap Indonesia tidak perlu lagi mengimpor garam dari Australia. Ditargetkan 
pada 2010, Indonesia bisa menggunakan garam produk dalam negeri.


Hal itu dikatakan JK saat tanya jawab dengan petani dalam silaturahmi di Pondok 
Pesantren An Nasuha, Cirebon, Jabar, Selasa (23/6).
"Harga garam kita harus bersaing dan murah dengan garam Australia. Sampai saat 
ini kita memang masih impor, tapi nantinya kita tidak harus lagi impor dari 
Australia," kata JK menjawab keluhan petani tentang harga garam yang mahal.


Menurut JK, seharusnya kualitas garam Indonesia meningkat karena Indonesia 
memiliki pantai-pantai yang bagus untuk menghasilkan garam. "Kita punya pantai 
yang bagus untuk menghasilkan garam, seperti Madura, NTT, dan Sulawesi," 
ucapnya.
Oleh karena itu, imbuh JK, tahun depan masyarakat Indonesia harus bisa memakai 
garam dalam negeri. Selain berkualitas dan murah, garam dalam negeri itu juga 
harus beryodium.


"Kualitasnya juga harus dijaga, dan yang perlu adalah garam beryodium," 
tegasnya.
Selain berbicara soal garam, JK juga berjanji memperbaiki irigasi di 
daerah-daerah. "Pengairan di daerah harus dibangun secepat-cepatnya agar hasil 
pertanian semakin meningkat," ucapnya.


115 Juta PendudUk Indonesia Miskin
Pemerintah telah gagal menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, sebab hampir 
setengah jumlah penduduk Indonesia atau 115 juta dari 230 juta total penduduk 
tetap hidup di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut akibat program penciptaan 
lapangan kerja baru tidak berjalan, sehingga terus melahirkan penganggur. 
Demikian disampaikan Hasyim Djojohadikusumo, di Jakarta, baru-baru ini. 
"Indonesia tidak bisa menutup-nutupi angka kemiskinan di negara ini, sebab 
sudah ada standar baku dari Bank Dunia," ujarnya.


Menurut Hasyim, Bank Dunia menghitung sekitar 49 persen rakyat Indonesia hanya 
memiliki pendapatan US$2/hari atau sekitar Rp20.000/hari, sehingga dalam 
sebulan hanya mencapai Rp500.000. Hal itu, lanjutnya, menunjukkan sekitar 115 
juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. "Ini adalah fakta dan 
angka yang tidak bisa ditutupi," kata Hasyim.


Sementara itu, pengamat sosial Mangku Sitepu mengatakan, pendapatan masyarakat 
Indonesia selama ini tidak pernah meningkat karena kebijakan Yudhoyono-Kalla 
untuk mengurangi angka kemiskinan dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai 
(BLT). Program tersebut, kata dia, bukan berasal dari APBN, melainkan dari 
bantuan Bank Dunia dalam bentuk utang. "Penurunan angka kemiskinan semu. BLT 
hanya menambah jumlah pendapatan masyarakat, tetapi sesungguhnya tidak," ungkap 
Mangku. (SH/detikcom/f)





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke