JURNAL KEMBANG KEMUNING:
REKONSTRUKSI DATA OBYEKTIF Dalam diskusi tentang "Lekra versus Manikebu" yang sekarang sedang terus berlangsung di milis [EMAIL PROTECTED], ada sementara pihak yang menampakkan kebenciannya pada Lekra dan atas dasar pengalaman pribadi sekali pun masih muda remaja mengatakan tanpa ragu bahwa Lekra pada tahun-tahun 60-an telah melakukan tindak-tindak antgi kebudayaan seperti membakar buku tanpa menunjukkan bukti bahwa jika pembakaran buku itu benar terjadi apa bukti-bukti bahwa yang membakarnya adalah anggota-anggota Lekra. Berbicara tanpa bukti dan rincian sama dengan fitnah tidak tahu malu dan tanpa harga diri sehitam kuku pun sambil mengagungkan diri sebagai seorang sastrawan dengan segala perangkat nilai kesastrawanannya, sementara itu yang jelas berapa banyak anggota Lekra yang disiksa , dibuang, dipenjara, dibunuh, karya-karya mereka dinyatakan terlarang [juga pada masa pemerintahan Soekarno], perpustakaan pribadi Pramoedya A. Toer di Jakarta dihancurkan tidak terbantah, merupakan kenyataan diketahui dunia. Fitnah dan kebohongan yang umum dilakukan pada masa Orde Baru, agaknya masih membekas dalam kehidupan hari ini. Aku katakan fitnah jika tuduhan demikian tidak disertai bukti dan rincian data. Fitnah memang sering dialami oleh orang-orang yang sedang berada di bawah angin dan kesewenang-wenangan biasa dilakukan oleh mereka yang berada di atas angin. Tidak setuju dan bahkan anti Lekra adalah hak mutlak seseorang. Tapi fitnah adalah soal lain yang melampaui batas nalar. Aku menghormati hak orang lain tidak setuju bahkan anti Lekra. Tentu saja aku menghormati hak ini. Hanya saja jika anti dan tidak setuju: apanya yang tidak disetujui dan diantikan?! Bagaimana penjelasannya? Akan mustahil rasanya jika apa yang tidak disetujui dan diantikan ini pun diserahkan kepada para pakar sastra, padahal pakar sastra dan Indonesianis pun tidak kurang ada yang pengetahuannya tentang Indonesia pun pas-pasan dan mereka bukan jaminan kebenaran. Ambil contoh Keith Foulcher atau Stephen Miller yang menulis tentang Lekra dengan kesimpulan yang menguntungkan Lekra, apakah mereka bicara tentang debat ide di intern Lekra dan rincian permasalahan Lekra? Bicara tentang Lekra tanpa menyentuh masalah ini kukira hanyalah petunjuk ketidaklengkapan pengetahuan dan data tentang Lekra.Lekra adalah suatu lembaga kebudayaan, dan kebudayaan bersentuhan dengan ide, pola pikir dan mentalitas. Apakah Keith dan Miller menyinggung pergulatan Lekra di bidang ini? Lagi pula mengapa sarjana asing yang dijadikan standar, padahal orang-orang ini menulis dengan motif tersendiri? Berbicara tentang pembakaran buku tanpa bukti dab rician selain fitnah, juga akan menunjukkan terbatasnya pengetahuan tentang konsep dan praktek kebudayaan Lekra. Menyerahkan masalah Indonesia, dalam hal ini masalah "Lekra versus Manikebu" bisa merupakan cara lari menghindari tanggungjawab tapi sekaligus sikap begini juga adalah ujud dari mental budakisme dan pengecut yang tidak diperlukan Indonesia yang republiken. Pernyataan-pernyataan bertendensi fitnah begini kukira menyentuh masalah sikap sejarah yang selama Orba data-datanya dijungkirbalikkan bahkan dipalsukan, sesuai strategi pimpinan teras CIA yang ditetapkan dalam pertemuan di Philipina sebelum Tragedi September 1965 meletus [lihat: Otobiografi Letkol Penerbang Heru Atmodjo, dalam wawancaranya dengan JJ. Kusni -- direncanakan akan diterbitkan oleh Ombak Press Yogyakarta tahun ini. Lihat pula Boni Triayana, dalam milis ppiindia@yahoogroups.com 03 Juli 2005]. Yang kumaksudkan dengan sikap sejarah adalah usaha bersikap semaksimal mungkin setia pada data. Artinya obyektivitas. Obyektivitas, terutama dalam ilmu sosial, termasuk ilmu sejarah, memang seperti yang dikatakan oleh Jan Myrdal mempunyai batas, karena akhirnya data itu ditafsirkan dan tafsiran akan mempunyai ciri subyektif. Sedangkan subyektivisme dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik-ekonomi dan lingkungan pada waktu tertentu. Hanya saja jika kita berpegang teguh pada obyektivitas, kukira, kita akan berusaha maksimal mengurangi tingkat subyektvisme dalam menafsirkan data. Sejarah obyektif kukira merupakan keperluan mendesak negeri dan bangsa hari ini dan selanjutnya. Kalau pun ilmu sejarah tidak bisa melepaskan diri dari tafsiran atau subyektivisme, tapi minimal data-data jangan dipalsukan, jangan diputarbalikkan. Pengetangahan data sebagaimana adanya, kukira adalah suatu kemutlakan. Jika hal ini terpenuhi barangkali obyektivitas itu relatif tercapai. Apabila ada sejarawan yang mengatakan sejarah merupakan suatu rekonstruksi data maka kukira data yang dimaksudkan di sini akan masih sama yaitu data sebagaimana adanya. Pengebiran data, pemutarbalikan data, pemalsuan data, akan menimbulkan krisis pada ilmu sejarah, kalau tidak ia hanya bisa disebut sejarah palsu. Fitnah sebagai bagian dari subyektivisme, tak ada sangkut-pautnya dengan data sebagaimana adanya. Barangkali rekonstruksi data obyektif yang sama dengan obyektivitas inilah yang mendesak diperlukan oleh Indonesia hari ini. Masalah "Lekra versus Manikebu" hanyalah satu snapspot. Snapspot tidak lain hanyalah bagian dari rekonstruksi data secara umum suatu sejarah dan karenanya tunduk pada prinsip umum obyektivitas maksimal.Sejarah obyektif tidak memerlukan pembual tapi sering diganggu oleh para pembual dengan ocehan yang bagaikan coretan arang periuk dimuka kebenaran dan bertolak dari kepentingan subyektif yang menampilkan diri dalam berbagai ujud. Para pembual dengan data obyektif di bawah minim tak enggan membual. Sungguh dagelan yang berbahaya!*** Paris, Juli 2005. ---------------- JJ.KUSNI [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/