CENDRAWASIH POST
Sabtu, 10 Sept 2005











Johny dan Sihombing, Bebas 

Terkait Kasus HAM Abepura, Kajagung Langsung Ajukan Kasasi 

JAKARTA-Kejagung benar-benar tidak terima atas vonis bebas terdakwa kasus 
pelanggaran HAM berat di Abepura, Brigjen Pol Drs Jhony Wainal Usman dan Kombes 
Pol Daud Sihombing SH. Buktinya, begitu mendengar pembebasan tersebut, Jaksa 
Agung Abdul Rachman Saleh langsung memerintahkan pengajuan kasasi atas kasus 
tersebut. 

Seperti diketahui dalam sidang kasus pelanggaran HAM berat Abepura di 
Pengadilan HAM Makassar dengan dua terdakwa yakni, Brigjen Pol. Drs Johny 
Wainal Usman (mantan Dansat Brimobda Papua) dan Kombes. Daud Sihombing SH 
(mantan Kapolres Jayapura) diputuskan tidak bersalah alias bebas. Mereka bebas 
dari tuntutan hukuman dari sidang kasus penggaran HAM berat di Abepura yang 
terjadi pada tahun 2000 yang lalu. 

Sidang kedua terdakwa tersebut dilakukan pada hari yang beberbeda. Daud 
Sihombing sendiri disidang Jumat (9/9) kemarin, sedangkan Johny Wainal Usman 
digelar sehari sebelumnya, Kamis (8/9). 

Kapuspenkum Kejagung Soehandoyo menegaskan, Jaksa Agung telah berkomunikasi 
dengan Direktur Pelanggaran HAM berat Kejagung untuk segera disiapkan 
permohonan kasasi ke MA (Mahkamah Agung) dalam kasus Abepura. ''Sesuai 
ketentuan, memori kasasi akan diajukan dalam tempo 14 hari sejak putusan 
dikeluarkan. Ini instruksi langsung Jaksa Agung,'' tegas Soehandoyo di Gedung 
Kejagung Jakarta kemarin. 

Lebih lanjut Soehandoyo mengatakan, tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan 
Negeri Makassar yang dipimpin oleh Milan Syarif SH yang menangani perkara 
tersebut akan mendatangi pimpinan Kejagung untuk melaporkan sekaligus meminta 
petunjuk sebelum mengajukan memori kasasi ke MA.''Nantinya tim Jaksa akan 
segera mempelajari pertimbangan hukum yang memutuskan terdakwa bebas murni dan 
mencari kelemahannya untuk dijadikan dasar dalam memori kasasi untuk diajukan 
ke Mahkamah Agung," kata Soehandoyo. 

Seperti diketahui, Jhony Wainal Usman adalah mantan Dansat Brimob Polda Papua 
dan Kombes Daud Sihombing SH (mantan Kapolretas Jayapura) yang diajukan ke 
pengadilan dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan 
penyiksaan terhadap penduduk sipil pasca penyerangan Mapolsek Abepura. Majelis 
hakim di Pengadilan Ad Hoc HAM Berat di Makassar menjatuhkan putusan bebas 
kendati jaksa sebelumnya menuntut hukuman penjara 10 tahun. Majelis hakim yang 
memimpin persidangan adalah Djallaludin. Selain diputus bebas murni, Hakim juga 
menolak tuntuan kompensasi, rehabilitasi dan restitusi yang diajukan para 
korban. Dalam putusan tersebut juga terdapat dissenting opinion dari salah satu 
anggota Hajelis Hakim Gun Supriyadi. 

Dugaan pelanggaran HAM berat di Abepura, Papua yang menewaskan empat orang di 
Abepura, Papua pada 7 hingga 9 Desember 2000 itu disidangkan di Makassar, 
Sulawesi Selatan sesuai UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang 
mengatur Pengadilan Pelanggaran HAM Berat dilaksanakan di empat wilayah yaitu 
Jakarta, Surabaya, Makasar, dan Medan. 

Jhony didakwa melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam pasal 42 ayat 2 
huruf a dan huruf b juncto pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a dan pasal 37 UU No 
26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sementara dakwaan ke dua bagi Jhony yaitu 
pasal 42 ayat 2 huruf a dan b, juncto pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h dan 
pasal 40 undang-undang yang sama. 

Menkopolkam Diminta Evaluasi// 

Koalisi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di antaranya, Perhimpunan Bantuan 
Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) dan Kontras serta Human Right Watch Group 
(HRWG) kemarin meminta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS 
untuk segera mengevaluasi pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)Abepura. 

Pasalnya, kegagalan pengadilan Ham Makasar untuk memberikan keadilan kepada 
rakyat Papua dapat memperkuat legitimasi dewan adat atau masyarakat Papua untuk 
mengembalikan otonomi khusus.''Kasus ini akan memperkuat tekanan internasional 
terhadap indonesia dalam kasus Abepura,'' ujar Usman Hamid dari Kontras saat 
jumpa pers dikantor Kontras 

Menurut Usman, vonis majelis hakim dalam kasus Abepura tidak dapat diterima 
dengan akal sehat. Pasalnya, fakta di lapangan terjadi penyerangan, penyiksaan 
dan penganiayaan dan pembunuhan.''Jadi jangan salahkan orang Papua, kalau 
mengembalikan otsus, jangan salahkan juga kalau bagian dari masyarakat 
internasional, apakah itu anggota kongres atau pemerintahnya dan organisasi ham 
internasional yang mempersoalkan status Papua,'' tegasnya. 

Karena itu, dia meminta agar menteri politik hukum dan keamanan Widodo AS untuk 
melakukan evaluasi terhadap pengadilan Ham di Makasar.''Kita akan menyurati 
Menkopolhukam yang mengkoordinasikan tim kecil mengenai masalah ini. Kita ingin 
meminta agar tim kecil mengevaluasi pengadilan ham Makasar,'' katanya. 

Hal yang sama juga diungkapkan Zainal, perwakilan mahasiswa Papua. Dia 
mengatakan bahwa pengadilan Ham kasus Abepura ini adalah yang paling buruk 
daripada sebelumnya.''Hakim yang ditunjuk tidak memiliki trackrecord yang baik. 
Hanya satu yang berbeda pendapat dan menganggap ini pelanggaran ham berat,'' 
ujarnya. Karena itu, haruas ada evaluasi terhadap aparat penegak hukum dan 
peraturannya.''Harus ada evaluasi aparat penegak hukum dan regulasinya,'' 
lanjutnya. 

Dibagian lain, Sekretaris Jenderal PBHI M Arifiandy Fauzan mengkritis mengenai 
pengadilan Ham yang diadakan di Makasar. Menurutnya, pengadilan Ham tersebut 
diadakan di Papua, bukan di Makasar.''Jauhnya lokasi persidangan, semakin 
membuat akses para korban semakin sempit untuk mengikuti persidangan,'' 
katanya. 

Jumpa Pers Korban// 

Sementara itu terkait dengan vonis bebas ini, Jumat kemarin juga berlangsung 
jumpa pers di kantor LBH Abepura oleh para korban dan kuasa hukumnya. 

"Dari informasi yang kami terima langsung dari teman-teman kami yang mengikuti 
jalannya persidangan di Makassar, putusan bebas itu membuat shock para korban 
dan keluarga korban yang mengikuti acara persidangan," kata Harry Maturbongs, 
SH penasehat hukum korban kepada wartawan pada acara konferensi pers yang 
digelar di LBH Papua, Jumat (9/9) kemarin. 

Menariknya, menurut dia, putusan itu bukanlah hasil permufakatan hakim yang 
bulat melainkan telah terjadi perbedaan pendapat diantara para hakim sehingga 
putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Karenanya dalam putusan tersebut 
dicantumkan juga pendapat hukum lain (Dissenting Opinion) sebagai bagian yang 
tidak terpisahkan dalam putusan. 

Dari pertimbangan-pertimbangan dan teori yang dipakai dalam putusan yang 
dikeluarkan hakim menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan sebagian hakim 
yang menyidang kasus Abepura terkesan vositivisik dan menggunakan 
prinsip-prinsip hukum kolonial yang jauh dari rasa keadilan korban. Selain itu, 
majelis hakim inkonsisten dan inrasional antara fakta hukum dengan prinsip 
sistematis dan meluas terhadap kejahatan dalam hukum kemanusian. 

Dikatakan, putusan majelis hakim dalam hal ini tidak mempertimbangkan psikologi 
massa masyarakat Papua yang selama ini mendapat ketidakadilan dan perlakuan 
diskriminatif dalam perjuangan hak-haknya. Praktek pengadilan hak seperti itu 
menambah deretan fakta bahwa paradilan HAM Indonesia merupakan 'kuburan' bagi 
kasus-kasus pelanggaran HAM. 

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk 
Kasus Abepura dan Komunitas Surviror Abepura menyatakan sikap. Pertama, tidak 
akan menyerah dan berhenti untuk mencari keadilan sampai ke tingkat 
internasional. Kedua, mendesak Kejaksaan Agung secepatnya untuk melakukan 
proses kasasi di Mahkamah Agung. Ketiga, menunjukkan kepada pemerintah 
Indonesia betapa beradabnya masyarakat Papua dalam menghormati mekanisme 
pengadilan HAM Indonesia. 

"Sebenarnya kami berharap hakim dalam mengambil keputusan benar-benar melihat 
keadilan, namun hasilnya justru mengecewakan kepada kami korban. Bahkan saat 
mendengar putusan bebas, ada korban yang langsung shock karena tidak percaya 
dengan hasil putusan bebas kepada Daud Sihombing dan Jhoni W Usman," kata 
Peneas Lokbere salah satu korban di Asrama Ninmim pada acara konferensi pers 
yang digelar di LBH Papua, Jumat (9/9) kemarin. 

Peneas yang didampingi dua kuasa hukumnya, Harry Maturbongs, SH dan Gustaf 
Kawer, SH mengatakan, pihaknya tidak akan menyerah setelah kedua terdakwa kasus 
Abepura berdarah divonis bebas. "Kami akan terus berjuang untuk mencari 
keadilan, kasus ini akan di bawa ke Mahkamah Internasional, dalam hal ini ke 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa," katanya yang kemarin juga di 
dampingi salah satu korban Abepura berdarah lainnya Rianus Lokbere. 

Bahkan menurutnya, kasus pelanggaran HAM berat Abepura itu sebenarnya sudah 
didaftarkan di Jenewa tanggal 2 Maret 2005 yang lalu. Hanya saja karena masih 
menggu putusan pengadilan HAM Makassar makanya tidak lanjutnya belum ada. 
(jpnn/ito) 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/j2WM0C/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke