14 October 2009
Koordinator KAKAP Meminta Goenawan Mohamad Mengklarifikasi

Iman D. Nugroho

Kasus perdamaian Goenawan Mohamad (GM)- dan bos Artha Graha Tomy Winata terus 
menjadi bahan pembicaraan di kalangan aktivis. Kabar terbaru, GM mengundang AJI 
Jakarta ke kantor Majalah Tempo untuk menjelaskan tentang hal itu. Koordinator 
Koalisi Anti Pemberangusan Pers (KAKAP) AK. Supriyanto menilai upaya Goenawan 
Mohamad (GM) mengundang AJI Jakarta adalah tindakan yang kurang tepat. 
Perdamaian antara GM dan Tomy Winata itu sesungguhnya perlu dijelaskan kepada 
publik, tidak hanya kepada AJI Jakarta. "GM perlu memberikan klarifikasi kepada 
publik tentang hal itu, bukan hanya kepada AJI Jakarta," kata AK Supriyanto, 
Rabu (14/10)

Idealnya, GM memberikan penjelasan dengan mengundang semua kelompok masyarakat 
yang peduli dengan persoalan pers dan menjelaskan secara rinci apa yang 
terjadi. Dalam perjuangan melawan premanisme yang terjadi pada tahun 2003, 
melibatkan berbagai elemen. Mulai aktivis pers, aktivis buruh hingga mahasiswa. 
Di berbagai kota di Indonesia pun digelar demonstrasi untuk mendukung gerakan 
Wartawan Melawan Premanisme yang kondang dengan logo berwarna hitamnya itu. 
Hampir seluruh media di Indonesia pada masa itu memasang logo Wartawan Melawan 
Premanisme untuk menunjukkan dukungan pada gerakan itu.

"Perdamaian di Hotel Borobudur itu menafikan gerakan yang sudah terbangun, dan 
sudah sepantasnya GM mengklarifikasi hal ini," kata AK Supriyanto. Dan itu bagi 
AK Supriyanto bukan hal yang sulit. Dalam perkembangan selama ini, GM sering 
membuat iklan di media massa tentang berbagai hal. Mulai iklan Mendukung 
Kenaikan BBM dan iklan Menerima Hasil Pemilu 2009 dan sebagainya. "Tapi mengapa 
untuk yang satu ini, GM tidak bisa," katanya.

Seperti diberitakan, perseteruan antara bos Grup Arta Graha Tomy Winata dengan 
Koran TemĀ­po akhirnya berakhir dengan perdamaian. Hotel Borobudur, Jakarta GM 
dan Tomy menandatangani kesepakatan damai itu. Dalam pertemuan itu hadir pula 
Karni Ilyas, Erick Thohir, Toriq Hadad dan Todung Mulya Lubis. Sejak saat itu, 
perseteruan antara Koran Tempo dan Tomy bermula pada 2003 atas statemen 
Goenawan Mohamad yang menyatakan bahwa RI Tidak Jatuh ke Tangan Preman, tidak 
lagi menjadi persoalan di muka hukum.

Posted by iddaily[dot] net at Wednesday, October 14, 2009
Labels: Hukum, Jurnalistik 




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke