RIAU POS Rabu, 30 Agustus 2006 KTSP dan Sekolah Latah
Kurikulum 2004 yang biasa kita sebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah selesai disempurnakan. Namun, namanya sudah diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Karena KTSP disahkan 2006, maka banyak yang salah ucap dengan sebutan Kurikulum 2006. Penyebutan KTSP ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006. Di dalam peraturan tersebut, tidak ada menyebutkan Kurikulum 2006, tetapi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jadi, yang sebenarnya adalah KTSP dengan Standar Isi 2006. Pemakaian istilah kurikulum ini perlu sekali diluruskan dan disosialisasikan kepada masyarakat awam, khususnya kepada pihak-pihak yang terkait dengan urusan pendidikan. Pihak-pihak terkait dimaksud tentunya berhubungan dengan tenaga pendidik dan kependidikan, praktisi dan pengamat pendidikan, konsultan, dinas pendidikan/pemerintah. Sangat memalukan jika kalangan terkait justru memakai istilah yang keliru. Tentu tidak sedikit di antara kita berpikiran skeptis, apatis, dan cemooh dengan perubahan tersebut. Anggapan-anggapan negatif seperti itu justru tidak membuat dunia pendidikan kita menjadi lebih maju. Akan tetapi, hanya memperkeruh keinginan yang akan kita capai bersama. Perubahan-perubahan pada standar isi kurikulum semestinya disikapi sebagai tanggapan positif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Tentu saja hal ini sejalan dengan link and match di dunia pendidikan kita. Tuntutan pangsa pasar yang berkembang dewasa ini merupakan konsekuensi yang semestinya dijawab oleh dunia pendidikan. Perubahan ini sebagai suatu pertanda bahwa dunia pendidikan kita mencoba untuk berbuat lebih banyak dengan cara mencari sinkronisasi kecakapan hidup (life skill) dan keperluan kehidupan. Bodoh rasanya jika kita menyikapi perubahan kurikulum dengan pikiran-pikiran yang penuh dengan sikap pesimistis. Dalam KTSP, perlu dicermati beberapa hal. Pertama, terjadi penambahan mata pelajaran. Kedua, terjadi perubahan jam pada beberapa mata pelajaran. Ketiga, KTSP tidak lagi mengenal pelaksanaan ujian blok. Keempat, secara nasional, KTSP harus sudah diterapkan paling lambat tahun pembelajaran 2009/2010. Kelima, menggesa kesigapan berbagai elemen yang berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No 24/2006. Perlu suatu sosialisasi yang gencar dan menyeluruh untuk memasyarakatkan keberadaan KTSP di setiap satuan pendidikan yang berada di daerah. Tingkat esensial sosialisasi akan semakin terasa jika kita kaitkan dengan kesulitan dan kendala geografis di beberapa kabupaten/kota secara nasional. Sikap sambalewa tentu sangat merugikan dan menghambat lajunya langkah dunia pendidikan kita. Selain itu yang lebih parah lagi, berarti kita telah menyukseskan proses pembodohan besar-besaran. Kesiapan Sekolah Sekolah merupakan satuan pendidikan dengan berbagai unsur pendukung. Sebagai satuan pendidikan, sekolah tidak bisa mengelak dari tuntutan pemberdayaan KTSP. Kini, keberadaan sekolah menjadi lebih berarti dalam hal memberdayakan kurikulum. Dengan pemberlakuan KTSP, setiap sekolah dituntut berperan aktif penuh. Otonomi sekolah benar-benar berlaku, terutama dalam hal relevansi kurikulum dengan kemampuan setiap sekolah. Pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning) sangat jelas peranannya di sini. Sejalan dengan hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh setiap sekolah sebagai satuan pendidikan yang akan menerapkan KTSP. Pertama, bersikap cepat tanggap dan aktif menggali dan menemukan informasi terkini tentang keberadaan perangkat KTSP. Kedua, para guru dituntut lebih profesional dalam hal penguasaan kurikulum dengan menjabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi indikator-indikator, materi, serta silabus dan sistem penilaian. Semua penjabaran tersebut menerapkan prinsip kesesuaian (relevansi) dengan keberadaan dan kemampuan sekolah. Ketiga, mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang sudah mati serta meningkatkan lagi mutu kerja KKG dan MGMP yang masih hidup. Keempat, unsur di setiap satuan pendidikan dituntut segera menyiapkan KTSP secara sistematis dengan berpedoman pada SI dan SKL. Kelima, sikap cepat tanggap tidak hanya ditujukan kepada satuan pendidikan, tetapi juga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu masalah koordinasi, konsolidasi, dan sosialisasi agar tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai penerapan KTSP. Selain itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota semestinya bergegas untuk menyusun kurikulum muatan lokal agar lebih berdaya saing. Selama ini, keberadaan kurikulum muatan lokal tidak lebih dari sekadar pelengkap. Padahal, jika diberdayakan secara kondusif, kurikulum muatan lokal bisa menyumbangkan andil yang besar terhadap mutu dunia pendidikan nasional. Misalnya, berbagai bentuk kebudayaan akan terajut dan merecup kembali di tengah kehidupan bermasyarakat. Sekolah Latah Ada suatu hal yang menggelikan hati ketika Lokakarya Mata Pelajaran Ujian Nasional yang ditaja Dinas Pendidikan Riau bekerja sama dengan DHM Consultant pada 28 Juli sampai 4 Agustus lalu di Pekanbaru. Dalam lokakarya yang seperti pelatihan/penataran itu terungkap bahwa banyak sekolah di Provinsi Riau ini latah dengan keberadaan KTSP. Anehnya, beberapa SMP dan SMA di negeri ini sudah menerapkan KTSP, sedangkan di sekolah tersebut belum menyusun KTSP. Sekolah-sekolah yang dimaksud langsung menerapkan tanpa melakukan langkah-langkah sesuai jalur Permendiknas. Padahal, sekolah boleh menerapkan KTSP apabila sekolah tersebut sudah menyusun KTSP secara sistematis. Sekolah yang latah seperti ini bukan menyikapi perubahan secara positif, tetapi tergesa-gesa (ceroboh). Ketergesaan hanya akan melahirkan ketidakpuasan dalam perolehan hasil. Menyikapi perubahan dalam dunia pendidikan kita yang sedang mencari jati diri ini harus dilakukan dengan perencanaan yang mantap. Biarlah lambat asal selamat daripada cepat, tetapi merempat tak tentu arah. Kemungkinan lain bahwa sekolah tersebut tidak siap menyusun KTSP secara sistematis, lengkap, dan sesuai keperluan sekolah. Celakanya lagi, karena malas dan kebingungan, mereka mengadopsi silabus secara bulat-bulat melalui internet. Kurikulum kita sudah final. Tiga tahun lagi, materi Kurikulum 2004 tidak terpakai. Meskipun KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004, tetapi ruang lingkup materinya telah terjadi sedikit pergeseran. Pergeseran ini harus dengan cepat ditindaklanjuti, dicermati, dan dijabarkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama para guru setiap mata pelajaran/guru kelas. Dengan demikian, kita tidak lagi seumpama perempuan tua yang latah dengan perkataan orang lain, meniru tanpa memikirkannya dengan matang. Di akhir tulisan ini, tentu kita berharap semoga KTSP tidak membebani kemampuan anak bangsa secara berlebihan, terutama tidak membebani para guru dengan berbagai administrasi yang melelahkan seperti sebelumnya. Semoga saja.*** Musa Ismail, guru SMA Negeri 3 Bengkalis [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/