Tuesday, 09 September 2008 00:01 WIB Karena ngawur, PKB hancur Dua sisi Gus Dur AHLUWALIA & HERY NUGROHO Apa yang membuat KH Abdurrahman Wahid laksana magnet di jagad politik? Satu hal, karena pandangan pluralisnya. Tapi, tidak pula bisa dipungkiri, Gus Dur besar di tengah berbagai polahnya yang kontroversial. Terakhir, kesan kontroversial itu lekat kuat saat Gus Dur menginstruksikan pengepungan kantor Komisi Pemilihan Umum, dari pusat hingga daerah. Pernyataannya mengesankan sikap Gus Dur yang ngawur menyusul kekalahan politik yang dia alami di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pernyataan Gus Dur itu bisa menimbulkan sikap anarki dari pendukungnya. "Apa Gus Dur bisa mengontrol kadernya untuk tak anarkis?" kata Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform, Hadar Navis Gumay. Ini jelas suatu ketoprak politik yang tak menarik karena ada potensi anarki dan intrik. Hadar menilai nasib PKB Gus Dur sudah berakhir. Pasalnya, KPU sudah menyatakan tak akan memproses calon legislator yang diajukan kubu Gus Dur. Kisah PKB adalah refleksi konflik internal parpol yang berujung penyingkiran orang atau perpecahan parpol tersebut. Dan, konflik internal itu, selalu terjadi sepanjang Gus Dur terus mencoba memaksakan kehendaknya. Di PKB, suasana konflik (yang sejak tahun lalu tercium tajam) memuncak cepat ketika ketua umum partai ini, Muhaimin Iskandar, dipecat berdasarkan komando langsung dari Gus Dur beberapa waktu lalu. Muhaimin menjadi ketua umum PKB ketiga yang terjegal, menyusul Mathori Abdul Jalil dan Alwi Shihab. Muhaimin masih mencoba melawan 'pemecatan' itu dengan menyebutnya sebagai pelanggaran AD/ART. Ia juga membantah semua tuduhan yang diarahkan padanya, seperti pembangkangan terhadap Gus Dur. Cak Imin, begitu Muhaimin disapa, menyeret persoalan ini ke ranah hukum. Dia mempersoalkannya ke pengadilan. Dan, kubu Cak Imin dimenangkan pengadilan. Justru Gus Dur yang tersungkur. Konflik PKB ini memiliki kemungkinan implikasi utama yang sangat jelas: merosotnya kekuatan PKB dan perolehan suaranya dalam pemilu mendatang. Tampaknya sebagian besar pengamat berpegang pada asumsi ini. Merosotnya kekuatan PKB akan menguntungkan, bukan saja pesaing-pesaing lama partai ini, juga pesaing-pesaing barunya. Di jajaran pesaing lama, PKS akan mudah menuai simpati di tengah karut-marut konflik parpol Islam lainnya. Target 20% yang dicanangkan PKS bukan mustahil akan tercapai sebagian. Tapi ini tentu tidak gampang. Agar mudah mendulang suara, PKS masih harus bekerja ekstra keras untuk menetralisir kesan over-eksploitasi atas aktivitas dakwah yang selama ini melekat pada partai tersebut. Di jajaran pesaing baru, PKNU jelas-jelas sangat diuntungkan oleh konflik dalam PKB. Partai yang juga lahir dari konflik internal PKB ini akan sangat mudah untuk 'mencuri di tikungan', dan menuai suara-suara pemilih yang tak berhasil dijaga oleh PKB. Jika PKNU berhasil mengelola isu dengan cermat, partai baru ini akan mudah memperoleh suara yang signifikan dari konstituen PKB. Namun PKNU harus berhati-hati di sini. Ada baiknya partai ini tak cuma melakukan kloning atas jargon PKB sebagai partainya kiai atau yang semacam ini. Jargon semacam ini terbukti rapuh. Sebagai partai kaum nahdliyin, PKNU harus belajar dari kasus kubu Gus Dur yang dirundung konflik dan jatuh dari kuasa di PKB bagai arang jadi abu. Abu yang masih disegani partai dan tokoh politik lain. Credit foto: iPhA http://www.waspada.co.id/Ragam/Analisis/Karena-ngawur-PKB-hancur.html [Non-text portions of this message have been removed]