http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/12/14/o2.htm



Tragedi busung lapar merupakan contoh hilangnya hak-hak "sang raja". Dalam 
tragedi ini, tidak hanya "sang raja" secara fisik yang menderita, namun segenap 
bangsa ini sedang mengalami penderitaan.

--------------------------
Kelaparan, Cermin Negara yang ''Absen''
Oleh Muhammadun AS



SUNGGUH tragis nasib orang miskin. Sudah hak-haknya sebagai warga negara selalu 
dikibuli kaum elite, penderitaan berupa kelaparan selalu menghantuinya setiap 
saat. Sekarang kelaparan yang menyebabkan 55 orang meninggal dunia dan 112 
orang sakit parah juga terjadi di Kabupaten Yahukimo, Propinsi Papua. Kasus 
kelaparan ini bukanlah hal baru. Beberapa bulan lalu di Lombok-NTB, NTT, dan 
propinsi lain telah terjadi hal tersebut. Jauh hari, bahkan beberapa tahun yang 
lalu, sejak krisis melanda republik ini tahun 1997, gizi buruk, busung lapar, 
dan kematian anak balita sudah menjadi berita media massa tahun 1998-1999, 
terlebih di daerah-daerah miskin seperti NTT dan NTB.  

---------------------------

Dari data yang dikumpulkan untuk menyusun Program Nasional Bagi Anak Indonesia 
(PNBAI) 2015 (Bappenas, 2004) kita mengetahui bahwa 5-17 persen anak lahir 
dengan berat badan lahir rendah (BBLR]) 31 persen anak balita berstatus kurus. 
BBLR merupakan penyebab dari 29, 2 persen kematian bayi yang lahir 0-28 hari. 
Kualitas makanan menyebabkan kematian anak balita 1-4 tahun karena diare (13 
persen), tifus (11 persen), dan penyakit saluran cerna lainnya (6 persen), 
(Irwanto, 2005).

Data ini mengindikasikan bahwa nasib rakyat miskin di berbagai daerah pinggiran 
sangatah mengenaskan. Bahkan, tidak hanya rakyat pinggiran sebetulnya yang 
mengalami nasib demikian. Baru-baru ini seorang pemulung di kota metropolitan 
Jakarta juga mengalami nasib sama. Karena hanya mempunyai uang Rp 6.000, sang 
pemulung tidak mampu memeriksakan anaknya yang sedang sakit, sehingga akhirnya 
anak tersebut harus meninggal dunia. Tragisnya lagi, sang pemulung tidak mampu 
membelikan kain kafan bagi anaknya dan di pertengahan jalan mengusung jenazah 
anaknya ditangkap polisi. Dia dianggap melakukan pembunuhan dan anaknya 
diotopsi di rumah sakit. Namun akhirnya dia mengaku bahwa yang meninggal adalah 
anaknya yang sakit muntaber. 

Penampilan anak orang miskin selalu berada dalam kemarginalan. Apakah 
peristiwa-peristiwa ini karena orang miskin yang bodoh, tidak bisa melakukan 
kerja dan usaha? Atau karena korban ulah pengabaian negara (state neglect) yang 
selama ini absen terhadap penderitaan rakyat? Inilah realitas empirik yang 
perlu kita refleksikan bersama. Negara sebagai pelayan rakyat, harus ''tunduk'' 
dan ''patuh'' terhadap apa yang dibutuhkan rakyat. Dalam logika demokrasi, 
rakyat adalah raja. Dialah yang berkuasa sepenuhnya terhadap jalannya 
pemerintahan. Dia setiap saat berhak memerintahkan pesuruhnya untuk melakukan 
setiap yang dikehendaki. Apabila pesuruh membangkang, maka raja berhak 
melakukan apa pun juga, termasuk memberi hukuman terhadap pesuruh. Namun, 
demokrasi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Di tengah akrobat 
politisi, yang notabene adalah pelayan rakyat, ternyata rakyat sebagai sang 
raja malah dijadikan "tumbal" untuk memuluskan jalan mereka menuju birokrasi. 
Rakyat sebagai raja seolah hanyalah "sampah" yang dibuang ke mana saja tidak 
akan protes. Sementara pelayan dengan bangganya mengatakan bahwa mereka 
melakukan segala hal atas perintah dan kehendak ''sang raja".



Ancaman Masa Depan

Tragedi busung lapar merupakan contoh hilangnya hak-hak "sang raja". Dalam 
tragedi ini, tidak hanya "sang raja" secara fisik yang menderita, namun segenap 
bangsa ini sedang mengalami penderitaan. Setidaknya, dari tragedi ini ada 
beberapa ancaman bagi bangsa ini di masa depan. 

Pertama, generasi masa depan bangsa di persimpangan jalan. Anak-anak yang 
sedang kelaparan merupakan cermin bahwa generasi penerus bangsa ini sedang 
terancam. Merekalah nantinya yang akan menjadi tonggak pejuangan orangtuanya. 
Perlu diingat bahwa komitmen internasional pada KHA The Milleniom Development 
Goals -- terutama dalam dokumen A Wordl Fit for Children (WFC) UU 4/1979 dan UU 
23/2002 bahwa semua didasarkan pada keyakinan bahwa anak adalah modal 
kemanusiaan, modal masa depan bangsa, dan mempunyai posisi yang strategis dalam 
pembangunan nasional. Komitmen tersebut memberikan tanggung jawab dan kewajiban 
negara dan pemerintah terhadap kesejahteraan anak. Kegagalan dalam memenuhi 
komitmen tersebut dapat ditafsirkan sebagai perlakuan kekerasan justru karena 
tidak berbuat apa-apa (non-commission) untuk mencegah terpuruknya nasib anak 
oleh faktor-faktor yang sudah diketahui. 

Kedua, terjadinya amnesia massal masyarakat miskin, yakni kondisi psikologis 
yang setiap saat akan selalu diliputi dengan kegagalan demi kegagalan, sehingga 
apa yang dilakukan selalu dilalui dengan pesismisme dan kegelisahan. Tidak ada 
harapan yang ingin dicita-citakan. Atau dalam istilah Torey Hydent, terjadi 
semacam skizofrenik bagi kaum miskin. Rakyat miskin akan menceburkan dirinya 
dalam keterpecahan yang tidak bertujuan pasti. Bahkan skizofrenik tidak 
segan-segan untuk mematikan dirinya karena perjalanannya di masa depan hanya 
akan dilalui dengan kesusahan dan kemiskinan. 

Dari kedua hal ini mengindikasikan bahwa absennya negara tidak hanya 
mengakibatkan sebatas kemiskinan material, namun juga kemiskinan 
mental-spiritual. Untuk itu, negara harus kembali pada posisinya semua sebagai 
pengayom rakyat. Karena selam ini negara telah memangkas habis citizenship 
rights (hak warga negara) yang dimiliki masyarakat, yang meiputi; civil rights 
(hak untuk bebas), political rights (hak untuk memilih), dan economic rights 
(hak mendapatkan pekerjaan yang layak). Kepercayaan masyarakat (trust) kepada 
negara akan hilang manakala tiga citizenship rights terusik atau tidak dipenuhi 
oleh pemerintah. 

Dengan kemampuan negara memenuhi hak rakyat, maka kita tidak hanya mewujudkan 
apa yang disebut Haffner dengan civilized state, namun juga mampu mewujudkan 
civilized society dan reformed society. 

Penulis, adalah pemerhati sosial, Peneliti pada Central for Studies of Religion 
and Culture (CSRC) Yogyakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/YNG3nB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke