http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/6/10/op3.htm


Keroposnya Angkutan Umum Kita


ANGKUTAN umum darat selama ini tidak pernah sepi dari persoalan. Sarana 
transportasi bagi rakyat ini diwarnai berbagai masalah. Di lapangan, misalnya, 
mulai dari masalah ongkos yang naik tiap kenaikan harga BBM, sampai terlibatnya 
kelompok-kelompok orang yang ikut mencari keuntungan dengan cara-cara kekerasan 
di terminal. Belum lagi fasilitas yang tak nyaman, jadwal  yang tak selalu 
tepat waktu dan lain-lain.

Gambaran keseharian yang tidak menghadirkan kenyamanan dan rasa aman, pada 
gilirannya menjadikan angkutan umum darat bukan menjadi pilihan utama bagi 
masyarakat dalam mendapatkan sarana transportasi sehari-hari. Mereka lebih 
memilih menggunakan kendaraan pribadi, roda dua maupun empat, untuk mendapatkan 
kenyamanan, keamanan, dan efisiensi. Akibatnya adalah makin lesunya usaha 
angkutan umum dan kian membengkaknya populasi kendaraan. Hal ini menimbulkan 
problematik sendiri-sendiri.

Di tingkat operasional kebijakan, sektor ini berhadapan dengan merajalelanya 
pungutan liar (pungli). Bukan rahasia lagi kalau armada angkutan darat selama 
ini menjadi mangsa bagi oknum aparat dan preman untuk melakukan pungutan liar 
(pungli). 

Besarnya angka pungli di sektor ini cukup membuat kita tercengang. Ketua DPP 
Organda Murphy Hutagalung menyebut angka Rp 11 trilyun per tahun. Bisa 
dibayangkan keroposnya angkutan umum akibat situasi ini sehingga wajar membuat 
pihak Organda gerah. Celakanya, masalah ini sebenarnya telah didiskusikan 
dengan Menteri Perhubungan, Kapolri, dan Mendagri. Tetapi, bukannya perbaikan 
situasi yang terjadi, malah pungli masih saja terjadi. Kenyataan itu, dan 
ketidakpuasan akan respons para pejabat terkait dalam membenahi soal pungli 
ini, telah mendorong Ketua DPP Organda tersebut mengadukan problem angkutan 
umum darat ini langsung kepada Wapres Jusuf Kalla.

Angka sebesar Rp 11 trilyun itu, menurut Murphy, berdasarkan catatan kasar 
pengusaha angkutan umum dari jumlah pungli sebesar Rp 7.500 per kendaraan per 
hari dan jumlah armada angkutan umum berbagai jenis di seluruh Indonesia yang 
saat ini berjumlah sekitar 10 juta unit. Tak tanggung-tanggung, jumlah pungli 
yang dilakukan tersebut mencapai 30 persen dari omzet pendapatan per kendaraan.

Hilangnya dana sebesar itu telah mempengaruhi kondisi fasilitas angkutan umum 
darat yang selama ini banyak menimbulkan keluhan masyarakat. Padahal, apabila 
dana trilyunan rupiah itu diperuntukkan bagi pengusaha angkutan umum, kondisi 
armada angkutan umum akan lebih baik dari saat ini.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pengurus Organda seluruh Indonesia sudah 
membuat deklarasi yang menyepakati untuk menghapus segala bentuk pungli. 
Kesepakatan ini karena para pengusaha sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan 
tidak adil tersebut. Untuk itu, pihak Organda telah melakukan koordinasi dengan 
pihak Departemen Perhubungan dan Polri untuk memberantas pungli. 

Masalah pungli ini tidak hanya ada di sektor transportasi darat. Sebelumnya, 
Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia (APPI) menggelar aksi unjuk rasa dalam 
rangka menentang praktik pungli di pelabuhan laut yang dinilai sudah 
merajalela. Pengurusan dokumen di bea cukai dan syahbandar menempati urutan 
pungli teratas.

Pungli sebagai salah satu bentuk tindak korupsi, sudah ibarat akar serabut di 
berbagai sektor kehidupan kita. Hampir tak ada celah lagi yang bersih. Di 
sinilah ujian mahaberat pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres 
Jusuf Kalla yang menggerakkan roda pemberantasan berbagai bentuk korupsi 
sebagaimana sudah menjadi komitmennya sejak awal. Akan mampukah roda-roda 
penggilas itu memutus akar serabut pungli, korupsi atau apa pun istilahnya, 
untuk membuat kondisi negara ini lebih ''bersih''?

Pasalnya, sebagaimana disampaikan Ketua DPP Organda Murphy Hutagalung, pejabat 
terkait yang seharusnya menangani berbagai persoalan angkutan umum, kurang 
menunjukkan kinerja yang diharapkan. Sehingga, supaya tidak menimbulkan 
kekecewaan berlarut-larut, sekaligus membocorkan keuangan negara terus-menerus, 
sudah seharusnya respons cepat dan tanggap ditunjukkan langsung dari pemimpin 
puncak pemerintahan. Dalam hal ini Presiden dan Wapres, yang harus melakukan 
langkah-langkah tegas, mulai dari menjewer pejabat yang lalai, lengah, lamban 
menyelesaikan berbagai bentuk korupsi. Sampai ''membabat'' habis mereka yang 
berusaha menghalang-halangi upaya-upaya pemberantasn bentuk-bentuk korupsi. 
Tidak hanya di sektor angkutan umum, sektor lain pun tak kurang-kurang dipenuhi 
tangan-tangan menjalar yang gemar melakukan pungutan-pungutan liar.




[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke