Kesuksesan Keturunan Tionghoa

Saya melihat kesuksesan Chinese dengan berangkat dari realitas rata2 
keturunan Tionghoa di Indonesia. Dan bahkan, harus diakui, dalam 
kemajuan bangsa ini ada banyak sumbangsih para keturunan Tionghoa- 
Indonesia itu di dalamnya. Lalu, yang menjadi faktor2 penyebab 
kondisi mereka sekarang (yang rata2 sukses dan makmur) itu apakah:

1. Politik diskriminasi dan apartheid warisan penjajah, sehingga 
mereka tak punya pilihan nafkah hidup (dimana mereka tetap harus 
menjalaninya untuk tetap dapat bertahan hidup) selain berdagang dan 
usaha mandiri lainnya. Ditambah selain itu, setelah Indonesia 
merdeka, mereka menjadi objek perahan namun tetap menjadi warga 
negara pinggiran (secara politik, sosial, budaya, agama, dll, tapi 
tidak secara ekonomi). Apakah karena kondisi2 objektif (yang membuat 
mereka mau tak mau hidup lebih keras dan kepepet sehingga 
menyiasatinya dengan hidup lebih cerdas dan lebih tekun) itu mental 
tangguh mereka terbentuk (dan terkenal) hingga kini? Karena saya tak 
melihat kondisi politik dan sosial yang menguntungkan bagi keturunan 
Tionghoa ini dalam mengembangkan hak2 kewargaan mereka (dan karena 
itu partisipasi mereka dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat) 
walau kondisi sospol di masa kini sudah lebih terbuka, namun belumlah 
cukup terbuka yang membuat posisi mereka setara tanpa syarat terhadap 
WNI lain. Tapi mungkinkah kondisi keterdesakan ini pula yang membuat 
mereka justru sanggup menyiasatinya dengan kreatif dan akhirnya tak 
hanya survive tapi juga sukses (di Indonesia)?


2. Tradisi dan kultur intern mereka yang mengajarkan keuletan dalam 
bekerja (dimana hal ini juga menjadi salah satu tekanan dalam etika 
filsuf2 Cina)? Dimana tradisi dan kultur itu telah terhayati erat 
menjadi spirit/jiwa dan ajaran yang sudah terpatri inheren hingga 
menjadi identitas (Chinese=pekerja keras), seperti halnya anggapan 
ttg orang Jawa yang menekankan pengendalian diri, sehingga dicitrakan 
berjiwa halus dan menyukai serta terampil mengolah seni. 
Bagaimanapun, stigma2 dan stereotype2 semacam tetap diperhatikan 
dalam pertimbangan2 antropologis kebudayaan - karena, dalam realitas 
kebudayaan, mengandung kebenaran2 dan logika2nya tersendiri, bukan? 


3. Faktor eksternal-internasional, yaitu momentum kebangkitan Negara 
Cina sebagai potensial adidaya masa depan; di mana, menurut banyak 
ulasan di internet dan media lainnya, salah satu faktor pendorongnya 
ialah kultur dan kepercayaan - sesuatu yang kini diperhitungkan 
sebagai variabel kemajuan, padahal di era 50'an-70'an dicemooh begitu 
rupa? Padahal, lihat saja, Jepang maju tanpa mengorbankan kepercayaan 
tradisionalnya (Shinto), China diyakini dengan etika Taoisme dan 
Konfusianismenya, sedangkan India dengan tradisi Hindunya yang memang 
sungguh kaya itu.
PS: Sedangkan, kalaupun ini boleh turut dimasukkan 
hitungan,kapitalisme dengan etika protestantismenya.

Bagaimana pendapat teman2 sekalian di milis ini.

Salam dan Terimakasih.

Kirim email ke