Refleksi : Apa saja yang tidak dijanjikan?

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010020700174811

      Minggu, 7 Februari 2010 
     

      UTAMA 
     
     
     

Korban Talangsari Tagih Janji Presiden 


      BANDAR LAMPUNG (Lampost): Peristiwa Talangsari hari ini genap 21 tahun. 
Korban dan keluarganya menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 
untuk menuntaskan proses hukum kasus itu.

      Azwar Kaili, korban Talangsari yang pernah dipenjarakan tanpa proses 
pengadilan dan kehilangan putra dalam peristiwa itu, ingat betul janji Presiden 
pada 26 Maret 2008. Ia bersama wakil korban Tanjungpriok, Semanggi, dan tragedi 
lainnya diundang ke Istana untuk berdialog dengan Kepala Negara.

      "Saat itu beliau berjanji akan membentuk tim untuk mendorong kasus 
Talangsari ke pengadilan. Presiden juga berjanji akan memulihkan nama baik 
korban dan keluarganya yang dianggap pengikut aliran sesat," kata Azwar di 
redaksi Lampung Post, Sabtu (6-2). Ia didampingi belasan korban Talangsari dan 
aktivis Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).

      Selain itu, kata Azwar, Presiden segera memperbaiki fasilitas dan 
infrastruktur Desa Talangsari, seperti aliran listrik, air bersih, dan 
perbaikan jalan. "Faktanya, sampai sekarang tak ada perubahan," ujar pria 
berdarah Minang yang tinggal di Talangsari sejak 1969 itu.

      Pemaparan Azwar diamini Muhtar Beni Biki, keluarga korban Tanjungpriok 
yang sengaja datang ke Lampung untuk menyemangati korban Talangsari. "Kami 
warga Tanjungpriok juga menanti janji-janji penyelesaian kasus ini. Tapi, 
hingga periode kedua pemerintahan SBY tidak ada penyelesaian," kata Beni Biki.

      Dia menilai pemerintah tidak berniat untuk menuntaskan kasus-kasus 
pelanggaran HAM di Tanah Air. Pemerintah juga tidak memperhatikan nasib korban 
dan keluarganya. "Korban Lapindo diberi kompensasi. Untuk Bank Century 
digelontorkan uang triliunan. Tapi, kenapa pemerintah berat sekali membantu 
korban kekerasan Tanjungpriok dan Talangsari," ujar adik Amir Biki, satu korban 
peristiwa Tanjungpriok pada 1984 itu.

      Kini masih tersisa 154 kepala keluarga korban di Desa Talangsari dan 
sekitarnya. Sebagian korban pindah ke berbagai daerah di Lampung, Jakarta, 
Solo, Banyuwangi, Bali, Lombok, Sumbar, Bengkulu, dan provinsi lain.

      Kasus itu berdampak besar bagi warga Talangsari. Stigma negatif sebagai 
pengikut "aliran sesat" sangat menyakitkan bagi korban dan keluarganya. "Kami 
pun sulit dapat pekerjaan yang layak karena dicap negatif. Bukan cuma oleh 
masyarakat, tapi juga aparat pemerintah," kata Suparmo yang sempat dikurung di 
LP Rajabasa bersama dua anaknya.

      Dampak dari peristiwa itu, kata Suparmo, anak-anaknya putus sekolah dan 
hidup dalam kemiskinan. Mereka seperti warga asing selama 21 tahun dan sulit 
mendapat pekerjaan. "Kami berharap pemerintah memperhatikan warga Talangsari. 
Kami hanya menuntut keadilan dan diperlakukan sama dengan warga yang lain," 
ujar pria yang rambutnya sudah memutih itu.

      Musala Memorabilia

      Kontras dan para korban hari ini memperingati 21 tahun peristiwa 
Talangsari di Desa Talangsari, Lampung Timur. Berbagai kegiatan digelar, antara 
lain orasi dan mendengar kesaksian korban.

      Menurut Chrisbiantoro, aktivis Kontras, kegiatan diawali dengan napak 
tilas tragedi Talangsari. Dengan napak tilas itu diharapkan ingatan masyarakat 
dan pemerintah tentang tragedi ini dapat disegarkan kembali.

      "Pemerintah diharapkan dapat memberi perhatian pada korban dan keluarga 
sehingga mereka dapat hidup layak sebagaimana warga Indonesia dan warga Lampung 
lainnya," kata Chris.

      Sebagai puncak peringatan, Kontras dan masyarakat membangun musala di 
bekas Musala Mujahiddin, Talangsari, yang dibakar pada 7 Februari 1989 karena 
dicurigai sebagai tempat penyebaran ajaran sesat. Musala itu menjadi semacam 
simbol memorabilia terhadap peristiwa Talangsari.

      Menurut Chris, Kontras juga akan mendesak Kejaksaan Agung menuntaskan 
proses hukum dan pelanggaran HAM di Talangsari. "Jika proses hukumnya tidak 
juga berjalan, kami akan gugat Jaksa Agung ke pengadilan," kata Chris.
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to