http://www.suaramerdeka.com/harian/0506/10/opi02.htm
tajuk rencana Krisis Air Mulai Datang Menyapa - Musim tahun ini kacau. Demikian kata sebagian masyarakat. Bulan Mei-Juni yang biasanya sudah tak ada hujan, toh masih datang juga. Kadang siang panas sekali, sore hujan gerimis. Peristiwa seperti itu tidak terjadi di seluruh wilayah, tetapi hanya sepotong-sepotong. Yang pasti, sebagian besar daerah di Jawa Tengah telah mengalami masa kering. Tanda yang mudah dikenali saat seperti ini adalah habisnya air di telaga, waduk, dan sumber air lainnya. Pasokan air ke sawah berkurang drastis. Hal yang sama juga terjadi untuk pasokan air rumah tangga yang biasa disebut air PAM. Beberapa daerah sudah menghentikan pasokan air PAM sebagai pananda mulai muncul krisis air bersih. - Krisis air sudah mulai terasakan cukup lama. Hutan yang tidak hijau lagi, tak mampu menyerap air dalam jumlah besar. Di sebelah yang lain, hutan gunung juga mulai menipis dan debit airnya pun berkurang. Krisis seperti ini telah menjadikan beberapa daerah rawan konflik pengadaan air. Repotnya, di era otonomi itu sumber air seolah-olah milik daerah yang bersangkutan. Ketidakcocokan harga transaksi bisa menimbulkan persoalan. Air akhirnya diperlakukan seperti barang komersial yang dihitung dengan harga tertentu, ditransaksikan, dan diutang-piutangkan. Ke depan, jika pemerintah tidak hati-hati mengelola persoalan ini, bukan tidak mungkin akan menjadi konflik besar yang membawa implikasi rumit. - Krisis air dan kekeringan menjadi tak terelakkan membawa konsekuensi yang berat bagi daerah yang terlanda. Bukan sekadar seberapa jauh air bersih didapatkan, melainkan berkurangnya air akan menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Kekeringan yang terlalu menjadikan tanaman pangan, sayuran, tak bisa produktif untuk tidak mengatakan musnah. Sementara itu, warga pedesaan biasa mengandalkan kehidupan keseharian dari panenan kecil yang biasa berlangsung di ladang-ladang mereka. Ketika tandus tiba, tak ada lagi sayuran hijau yang bisa dipanen. Inilah awal dari sebuah krisis besar, yakni lumpuhnya ketahanan persediaan bahan makanan dan sayuran dari pedesaan. Kalaupun ada, budi daya sayuran ladang akan menjadi lebih mahal. Daya beli tak menjangkau. - Dari keadaan seperti itulah krisis gizi buruk berawal. Kekeringan yang melanda daerah dengan tekanan kemiskinan tinggi hanya melahirkan kesengsaraan lebih dalam. Di ladang yang kering, apa yang bisa dibudidayakan? Lalu, seberapa besar ladang bisa memberikan kehidupan? Tidak ada! Sementara itu, hal yang sama juga berlangsung di tahun-tahun sebelumnya. Maka, tak ada lagi cadangan yang bisa menopang kehidupan. Mereka yang masih memiliki kemampuan membeli mungkin tidak menjadi persoalan, tetapi bagaimana nasib mereka yang hanya menjadi buruh, buruh tani, dan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Pasokan bahan makanan dari pemerintah lewat berbagai program perbaikan dan pertolongan selalu datang terlambat. Setiap keterlambatan hanya akan memperparah keadaan seperti yang sekarang berlangsung di Nusa Tenggara Timur. - Di Jawa Tengah, kita juga mulai merasakan dampak dari kekeringan. PDAM Blora sudah tak mampu memasok air bersih ke rumah-rumah penduduk. Sebentar pasti akan terjadi pula di Grobogan, Rembang, dan daerah lain. Keadaan yang berlangsung hampir setiap tahun ini sudah pasti masuk dalam perencanaan penanggulangan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Kebijakan model apa yang sesegera mungkin bisa menjangkau penduduk yang dalam kekeringan terparah, misalnya bantuan air bersih agar kehidupan yang sehat tetap terjaga. Yang biasa terjadi di sini, biasanya belum diikuti dengan krisis pangan karena persediaan yang cukup. Tidak seperti yang umumnya terjadi di daerah-daerah Indonesia Timur yang biasanya mengalami kendala dalam soal distribusi itu. - Dengan kekeringan yang berulang-ulang setiap tahunnya, maka sebenarnya sekarang masyarakat sudah harus lebih pintar dari sebelumnya. Pemerintah perlu menyiapkan kebijakan strategis yang mempunyai efek jangka panjang, seperti pembangunan waduk, embung, penghutanan kembali wilayah yang gundul untuk mempertahankan kuantitas air tanah. Dan, jauh lebih penting dari itu adalah perlunya terus didorong agar masyarakat mulai melaksanakan program hemat konsumsi air. Program ini harus dilaksanakan sepanjang tahun, bukan hanya pada saat krisis terjadi, sehingga akhirnya masyarakat akan terbiasa berhemat. Kebiasaan seperti inilah yang harus terus ditumbuhkan agar akhirnya mampu menjadi kultur. Setiap kali kekeringan melanda seharusnya bisa membuat kita menjadi lebih bijaksana. Bukan sebaliknya. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/