Liputan Teroris, Polisi Diskriminatif 

OLEH: SALMAN MARDIRA - 04/03/2010 - 17:32 WIB 

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Pasukan Kepolisian yang melakukan operasi pemburuan 
teroris di Pegunungan Aceh Besar, Kamis (4/3) diduga berlaku diskriminasi 
terhadap wartawan. AJI memprotes tindakan polisi. 

Pasalnya, dari sekian banyak jurnalis berbagai media baik lokal, nasional, dan 
internasional yang meliput operasi itu tak dizinkan masuk, kecuali hanya kru 
TVOne yang diizinkan ikut bersama mereka. Tak ada alasan jelas terhadap 
pembatasan liputan ini. 

Jufrizal, seorang reporter TV lokal di Aceh kepada acehkita.com, menuturkan, 
penerapan akses pilih kasih oleh polisi ini kentara terlihat. Mulanya, semua 
wartawan hanya berkumpul di pos pertama aparat di Desa Batei Lhei, Lamkabeu, 
Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, sejak pagi tadi. Tak jauh dari sana, tadi 
dilaporkan sempat terdengar letupan senjata. 

Wartawan berkumpul di situ karena tidak mendapat akses liputan ke lokasi 
penyergapan. Namun, tiba-tiba, aparat kepolisian langsung mengajak kru sebuah 
televisi swasta nasional yang saat itu juga bersama romobongan wartawan lain 
untuk masuk ke mobil mereka. Seketika, mobil Kijang Innova milik polisi itu 
langsung tancap gas. 

Wartawan yang ditinggalkan bingung dan memprotesnya. Tapi, polisi tak 
mengungkapkan alasan yang jelas, kenapa hanya satu media saja yang dizinkan 
masuk. Mereka pun diusir dari sana. “Kami akhirnya disuruh pergi dari sana, gak 
dikasih masuk,” tutur Jufrizal sambil menyatakan, sejumlah rekan-rekannya 
kecewa berat atas bentuk diskriminasi ini. 

Kini, kata dia, sebagian jurnalis sudah balik ke Banda Aceh dan sebagiannya 
masih bertahan di sana. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh menyesalkan dan mengecam tindakan 
aparat Kepolisian yang pilih kasih dalam memberi akses liputan ini. “Ini 
diskriminasi terhadap wartawan,” kata Mukhtaruddin Yacob, ketua AJI. 

“Kalau memang tidak dizinkan masuk ya semuanya nggak dikasih. Ini kenapa harus 
pilih kasih,” tanyanya. 

Menurutnya, penutupan akses liputan hanya bisa dilakukan jika membahayakan 
rahasia negara. “Tapi ini kenapa ada yang dikasih ada yang nggak. Ini kan sama 
saja membuat publik bertanya-tanya ada apa di balik operasi itu,” kata 
Mukhtaruddin. 

Ia menduga, pihak Kepolisian sudah melanggar pasal 18 Undang-Undang nomor 40 
tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur tentang sanksi bagi pihak yang 
menghalangi kerja Pers. “Siapa yang melanggar pasal ini bisa dipidana dengan 
penjara paling lama 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta,” jelas Mukhtar. 

AJI Banda Aceh, kata dia, akan memprotes secara resmi Kepolisian terhadap 
tindakan aparat terhadap wartawan di sana.[] 









      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke