Refleksi : Sekalipun sudah dikeluarkan fatwa terhadap  pemakaian vaksin 
Meningitis, tetapi  rupanya  ahli-ahli MUI  belum sanggup untuk memciptakan 
substitusi vaksin bebas haram  dan oleh karena itu diminta penjelasan dari Arab 
Saudia ( berita Antara  
http://www.antaranews.com/view/?i=1244376377&c=NAS&s=PDK ), tetapi agaknya dari 
sana belum ada jawaban. 

 Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan  MUI tidak mempunyai hak 
menentukan halal atau haram soal vaksin meningitis (radang selaput otak) dapat 
meresahkan masyarakat ( 
http://www.antaranews.com/view/?i=1244981377&c=NAS&s=PDK ).

Tapi, kata Amidhan, penggunaan produk haram seperti vaksin meningitis masih 
diperbolehkan dalam keadaan darurat. "Hukumnya tetap haram, tapi boleh 
dilakukan karena keterpaksaan," kata dia. ( 
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/07/headline/krn.20090607.167453.id.html
 ) Amidhan adalah ketua MUI



---
Jawa Pos
[ Minggu, 28 Juni 2009 ] 


MUI Minta Tunda Pengiriman Jamaah Haji 


JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah menunda pengiriman 
jamaah haji tahun ini. Langkah itu menyusul fatwa haram MUI terhadap vaksin 
meningitis bagi calon jamaah haji. ''Kami sarankan pemberangkatan jamaah haji 
ditunda terkait vaksin yang mengandung enzim babi. Yang pasti, MUI dan para 
ulama terus berupaya keras memecahkan masalah tersebut,'' kata Wakil Sekretaris 
Komisi Fatwa MUI H Aminuddin Yaqub dalam talk show tentang vaksin meningitis di 
Masjid Al Azhar, Jakarta, kemarin (27/6).

Dia menjelaskan, fatwa haram terhadap vaksin meningitis (infeksi pada lapisan 
otak) tersebut dikeluarkan setelah melalui pertimbangan dan analisis mendalam 
para anggota Komisi Fatwa MUI. Keputusan itu digedok setelah mereka 
menganalisis pembuatan vaksin tersebut dari produsen dan dari laporan LPPOM 
MUI. ''Dari penjelasan yang kami terima, Komisi Fatwa MUI berketetapan bahwa 
vaksin meningitis haram,'' tegasnya.

Ketetapan haram itu, menurut Aminuddin, bukan dari hasil akhir vaksin 
meningitis. Namun, ketetapan tersebut diambil karena pembuatan vaksin bermerek 
Mencevax ACWY itu memanfaatkan lemak atau enzim babi. Menurut dia, meski Depkes 
menjelaskan bahwa pembuatan vaksin tersebut sudah melalui ekstraksi/katalisator 
sehingga unsur babinya dihilangkan, Komisi Fatwa MUI secara tegas mengatakan 
setiap produk yang memanfaatkan bahan haram adalah haram. 

Walau produsen vaksin meningitis menyatakan formula baru vaksin itu tidak lagi 
berbahan hewani, tambahnya, tetap saja kehalalannya tidak jelas. Aminuddin 
mengakui, ketika diteliti menggunakan tes VCR, dalam vaksin meningitis tersebut 
tidak ditemukan enzim babi. Sebab, VCR digunakan untuk mendeteksi DNA, 
sedangkan enzim babi itu berupa protein.

Terkait hal tersebut, MUI sudah dua kali melakukan pertemuan dengan Kedubes 
Arab Saudi, namun masih ''membentur tembok''. Pemerintah Arab Saudi menegaskan 
bahwa vaksin meningitis tetap diwajibkan jika jamaah haji masuk ke Arab Saudi. 
Sebab, vaksin itu juga diberlakukan terhadap jamaah haji dari 77 negara Islam. 
Aminuddin menyadari, apabila pengiriman jamaah haji Indonesia periode 2009 
ditunda, bakal terjadi penumpukan jamaah. ''Tapi, kalau jamaah haji benar-benar 
mau beribadah dengan kondisi suci, keputusan itu harus diambil,'' tandasnya.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin 
membenarkan bahwa pembuatan vaksin meningitis tersebut bersentuhan dengan unsur 
babi. Tapi, dari hasil akhir, vaksin meningitis tidak lagi mengandung unsur 
babi karena sudah melalui proses ekstraksi. ''Vaksin yang digunakan seluruh 
jamaah haji di 77 negara Islam di dunia sama. Di Malaysia, vaksin ini 
difatwakan halal. Namun, kita harus menghargai fatwa MUI,'' tuturnya.

Dia mengaku pernah bertemu BPOM Arab Saudi dan menawarkan bahwa Indonesia bisa 
membuat berbagai vaksin. Tapi, BPOM Arab Saudi mengatakan sudah mengimpor 
vaksin dari Amerika dan Eropa. Mereka juga menyatakan sangat menghargai 
perbedaan fatwa tentang vaksin meningitis di beberapa negara. ''Indonesia 
merupakan satu di antara 20 negara di dunia yang bisa memproduksi vaksin. Kita 
memiliki biofarma yang bisa memproduksi berbagai vaksin. Jadi, tidak benar kita 
beli vaksin dari Malaysia,'' ujarnya. (zul/kit/oki)



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke