Manajemen Syahwat Bagi orang awam syahwat selalu dikonotasikan dengan seks sehingga orang suka malu jika disebut besar syahwatnya. Sesungguhnya syahwat merupakan salah satu subsistem dalam system kejiwaan (system nafsani) manusia, bersama dengan akal, hati, dan hati nurani. Syahwat itu bersifat fitrah, manusiawi, normal, tidak tercela, bahkan dibutuhkan keberadaannya, sebab jika seseorang sudah tidak memiliki syahwat pasti ia tidak lagi memiliki semangat hidup. Yang diperlakukan adalah kemampuan meminij syahwat sehingga ia terkendali dan menjadi penggerak tingkahlaku secara proporsional. Memang syahwat yang tidak terkendali dapat berubah menjadi hawa (menurut bahasa Indonesia hawa nafsu) yang bersifat destruktip.
Pengertian Syahwat Kalimat syahwat berasal dari bahasa Arab syahiya-syaha yasyha - syahwatan, secara lughawi berarti menyukai dan menyenangi. Sedangkan pengertian syahwat adalah kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya; nuzu' an nafs ila ma turiduhu. Dalam al Qur'an, kata syahwat terkadang dimaksudkan untuk obyek yang diinginkan, tapi di ayat yang lain digunakan untuk menyebut potensi keinginan manusia. Syahwat digunakan al Qur'an untuk menyebut hal-hal yang berhubungan dengan syahwat seksual, (Q/7:81, Q/27:55), berhubungan dengan mengikuti pendapat orang secara membabibuta (Q/4:27) dan berhubungan dengan keinginan manusia terhadap kelezatan serta kesenangan (Q/3:14, Q/19:59). Salah satu ayat yang menyebut adanya syahwat pada manusia adalah sbb (terjemahannya). Dijadikan indah pada (pandangan) manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga). (Q/3:14). Ayat tersebut di atas menyebut syahwat sebagai potensi keinginan manusia. Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan kesenangan kepada wanita/lawan jenis (seksual), anak-anak (kebanggaan), harta kekayaan (kebanggaan, kesombongan dan kemanfaatan), kendaraan yang bagus (kebanggaan, ke nyamanan dan kemanfaatan), binatang ternak (kesenangan dan kemanfaatan), dan sawah ladang (kesenangan, kemanfaatan). Dengan demikian maka kecenderungan manusia kepada kesenangan seksual, harta benda dan kenyamanan, menurut al Qur'an adalah manusiawi. Jika manusia senang memperoleh hal-hal tersebut di atas, maka sebaliknya kegagalan dalam memperolehnya bagi orang yang sangat menginginkan adalah penderitaan, apalagi jika apa yang sudah dimiliki dan sedang dinikmati tiba-tiba hilang dari tangannya. Bagi orang yang kapasitas jiwanya kecil tidak terpenuhinya dorongan syahwat dapat menggerakkan perilaku menyimpang. Wassalam, agussyafii ============================================== Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui http://mubarok-institute.blogspot.com dan [EMAIL PROTECTED] ==============================================