ajakan ikut serta dlm pemilu adalah ajakan mahruf, sedangkan ajakan golput adalah ajakan batil. Apalagi ajakan golput tsb, dilakukan utk melampiaskan kekecewaan diri sndiri.
Mari Kita Tolong Pemilu Oleh Ahmad Tohari Khotbah shalat Jumat kemarin di seluruh Tanah Air rata-rata mengandung ajakan kepada jamaah untuk menyukseskan Pemilu 2009. Ajakan ini cukup makruf karena kita melihat, mendengar, dan merasakan banyak sekali masalah yang akan menjadi penghambat tercapainya tujuan substantif pemilu kali ini. Khatib kami, Drs Kiswono MPd, sampai-sampai mengutip ayat Alquran tentang kewajiban umat untuk menaati Allah, Rasul, dan orang yang menyelenggarakan urusan kita. Saya dengar di masjid lain, khatib di sana mengingatkan kepada jamaah tentang riwayat bahwa jika tiga orang atau lebih hendak melakukan perjalanan, salah satu di antaranya harus diangkat menjadi pemimpin. ''Apalagi, perjalanan bernegara dan bermasyarakat yang pengikutnya berjumlah ratusan juta orang,'' kata sang khatib. ''Saya sepenuhnya percaya kebenaran kedua dalil itu dan memang amat relevan untu ksaat ini,'' kata Farkhun dalam diskusi dadakan di serambi masjid kami, kemarin. ''Ah, kamu mau bilang bahwa golput haram kan?'' potong Asman, mahasiswa yang masih kemaruk tentang kebebasan memilih atau tidak memilih. ''Tunggu sampai saya selesai bicara. Saya termasuk orang yang percaya bahwa memilih pemimpin memang wajib hukumnya. Alasan saya yang kedua dalil tadi. Tapi, ternyata saya merasa sulit sekali menjalankan kewajiban tadi.'' ''Sulitnya?'' Saya ikut gabung dalam diskusi kampungan itu. ''Saya tidak bisa mengenal dengan baik semua partai dan semua caleg yang harus saya pilih. Di Dapil saya, ada 29 partai yang ikut pemilu dengan sekian ratus calegnya dari tingkat kabupaten sampai tingkat nasional. Dari partai sebanyak itu, saya hanya kenal beberapa, itu pun tidak mendalam. Tentang calegnya, sama saja. Jadi, bagaimana pemilihan yang akan saya lakukan bisa baik? Dan, bila nanti ternyata yang saya pilih cuma partai-partaian dan calegnya model Al Amin Nasution, apakah saya tidak ikut bersalah?'' ''Partai-partaian?'' tanya Asman sambil tertawa. ''Ya. Itulah partai yang didirikan dengan tujuan bukan untuk memenuhi kepentingan demokrasi, melainkan hanya sarana mencari kekuasaan dan penghasilan! Tapi, di lain pihak, kedua dalil itu wajib kita yakini kebenarannya.'' ''Maka ikut saya saja, golput,'' potong Asman masih sambil tertawa. ''Daripada ikut bersalah dan menanggung dosa, bukankan golput lebih aman dan masuk akal?'' Saya dan Farkhun hanya bisa tersenyum pahit. Asman terlihat makin bersemangat. ''Selain itu, jangan kira sikap golput tidak ada baiknya. Dengar ini, umat sudah terlalu lama hanya menjadi objek ambisi kekuasan partai dan politikus. Sekian lama umat dibiarkan dalam posisi lemah di bidang politik. Sekarang, mari kita beri tahu bahwa sebenarnya rakyat punya kekuatan tawar terhadap partai apa saja, juga terhadap politikus mana saja. Apabila angka golput kali ini cukup besar, artinya rakyat sedang unjuk gigi. Mereka sedang demo dengan cara lain untuk menunjukkan kemuakan terhadap partai dan orang-orangnya yang suka omong kosong.'' Karena terbawa emosinya sendiri Asman terengah-engah. Dia kelihatan puas, mungkin karena merasa telah menumpahkan kekesalan yang sudah lama mengendap. ''Ya, Man. Saya bisa memahami pikiranmu.'' Saya terpaksa jadi penengah. ''Memang tidak sedikit orang sudah yang muak dengan perilaku sebagian besar orang legislatif. Mereka egois, manja, dan jarang yang punya kesadaran negarawan. Pokoknya tidak salah dulu mereka disebut setaraf anak TK. Tapi, demi niat menjaga keutuhan masyarakat dan negara, mari kita tolong pemilu. Dan, jangan biarkan angka golput terlalu besar.'' ''Menolong pemilu?'' tanya Asman sinis. ''Ya. Kita yang merasa cukup terdidik bisa membantu masyarakat menentukan pilihan dari sedikit partai dan sedikit caleg yang bisa kita kenal. Memang jauh dari ideal, tapi mau apa lagi?'' ''Yang sampeyan maksud, kita menjadi semacam ahluh hali wal aqdi bagi pemilih yang rata-rata bingung?'' ''Ya, risikonya kita akan dicap sebagai anggota tim sukses caleg. Tidak mengapa asal niat kita tulus.'' ''Bagaimana kalau kita gagal menemukan caleg yang kita kenal baik dan pantas dipercaya?'' tanya Asman, sinisnya masih kelihatan. ''Tidak sedikit teman kita yang nyaleg di bawah payung beberapa partai. Masa, iya kita tidak bisa menemukannya.'' ''Kalau begitu, mari ramai-ramai kita tolong pemilu!'' seru Asman sambil bangkit dan terus pergi. Ah, senyum anak muda itu masih pahit. Saya dan Farkhun hanya bisa geleng kepala. [Non-text portions of this message have been removed]