May `98 Commemoration: Tuntaskan Segera Tragedi Mei 98 Dilaporkan oleh: Team redaksi IM
Duarte, May 14, 2005/Indonesia Media - Pada hari Sabtu malam yang lalu, bertempat di Duarte Inn seperti kebiasaan tiap tahun ICAA bersama dengan majalah Indonesia Media mengadakan malam May '98 Commemoration. Pembicara utama pada malam itu adalah Bapak. Christianto Wibisono yang khusus datang dari Washington DC untuk berbicara kepada komunitas Indonesia di Los Angeles ini. Pembicara lainnya yang tak kalah penting adalah Bpk. Jonathan Goeij, seorang pengamat budaya sosial yang membawakan kilas balik Tragedi Mei dengan menampilkan foto-foto menggunakan Power Point. Tampil sebagai moderator adalah Bpk. Adrianus Khoe salah seorang pengurus ICAA. DR. Frits Hong Acara diawali dengan sambutan DR. Fritz Hong, ketua umum ICAA. Pada sambutannya beliau mengatakan pentingnya May Commemoration diadakan setiap tahun agar tidak terjadi pelupaan sejarah, karena sejarah harus mencatat apa yang sebenarnya terjadi. dan untuk mencegah terulangnya kembali dimasa yang akan datang. Beliau mengemukakan contoh tentang usaha pemerintahan Jepang mengganti buku-buku pelajaran sejarah SD tentang kekejaman pasukan Jepang di Tiongkok, bila hal ini dilakukan akan menyebabkan generasi muda Jepang hanya akan menganggap pelanggaran HAM berat itu sebagai akibat perang, sehingga bisa terulang kembali dimasa yang akan datang. Pembelokan sejarah seperti yang baru-baru ini dilansir oleh Jepang seolah-olah tentara Jepang tidak pernah melakukan kekerasan dan pemerkosaan di Nanking telah mengundang protes keras dari masyarakat RRT,maka dari itu kami juga tidak ingin hal seperti Tragedi Mei '98 sirna begitu saja. Bahkan sampai sekarang pelaku-pelakunya tidak pernah terungkap, mudah-mudahan dalam pemerintahan Presiden SBY niat pemerintah untuk mengungkap kasus ini bisa diwujutkan. Jonathan Goeij Kesempatan pertama diberikan kepada Jonathan Goeij yang membawakan kilas balik Tragedi Mei. Diawali dengan stigmatisasi "pribumi" dan "non pribumi" yang memberikan dikotomi sedemikian besarnya, suatu hal yang pada waktu itu "lumrah" menjadi anggapan umum betapa non pribumi "layak" menjadi sasaran pengrusakan dan penjarahan. Bahkan didapati juga non pribumi yang menuliskan kata-kata "pribumi" didepan rumah dan tempat usaha agar bisa terhindar dari sasaran pengrusakan. Dilanjutkan dengan penampilan foto-foto kerusuhan di Medan tgl 5 Mei 1998 dengan pengrusakan pada waktu itu adalah tempat- tempat usaha komunitas Tionghoa. Slide berlanjut dengan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa, tampak pada salah satu foto seorang anggota pasukan huru hara yang memukul kepala seorang mahasiswa menggunakan popor bedil. Terlihat jelas sekali betapa banyaknya pasukan keamanan dalam menghadapi demonstrasi mahasiswa ini. Ditutup dengan foto sekelompok mahasiswa/i yang meraung dan meratap dengan pandangan mata kosong seakan tidak percaya kepada rekan-rekannya para bunga reformasi yang menjadi sasaran para "sniper" misterius. Korban pertama adalah Hendriawan Sie (20), Sie ditembak di leher pada saat korban berada didalam gerbang kampus. Sie meninggal dalam perjalanan kerumah sakit. Korban kedua, Elang Mulya Lesmana, ditembak di dada dan meninggal di kampus. Hafidhin Royan (21) ditembak dikepala dan meninggal dirumah sakit. Hery Hartanto (21) pada waktu berhenti untuk menyeka matanya yang penuh dengan gas air mata ditembak pada punggungnya dan mati dikampus. Menurut polisi, peluru yang digunakan menembak Hery Hartanto adalah 5.56 mm MU5 dari senapan Steyr AUG seperti yang digunakan oleh militer, polisi sendiri menggunakan MU4. (Sumber: Asiaweek 24 Juli 1998). Sampailah pada foto-foto puing-puing bangunan dan juga kendaraan bermotor yang menjadi sasaran amuk. Suatu keanehan terjadi, para pasukan keamanan yang sedemikian banyaknya dalam menghadapi demonstrasi mahasiswa mendadak sontak hilang tak berbekas bagai ditelan awan. Bahkan panglima ABRI pada waktu itu juga tidak berada diibu kota hanya untuk menghadiri suatu upacara kecil diMalang. "Terjadi kekosongan aparat" kata Wiranto sesudahnya, tetapi sumber lain mengatakan para tentara berada dibarak. Slide berjalan terus dengan menampilkan "Modern Holocaust" foto-foto para korban yang tewas dibakar. Terdengar desahan tertahan para ibu yang tidak tega melihat foto-foto kekejamanan tiada tara ini. Pada salah satu foto ada tumpukan peti mati yang diberi nomer, ada sebuah peti mati yang bernomer 996 dan ada lainnya bernomer 1000. Dari sini saja dengan jelas terlihat korban dibakar lebih dari 1000 orang. Waktu itu para aparat pemerintah dalam penjelasannya mengatakan terjadi amuk masa disertai dengan pengrusakan dan penjarahan, dan pada kesempatan itu para "penjarah" mati terbakar. Korban dilabeli sebagai "pelaku penjarah." Setelah kilas balik, penulis juga mengemukakan sebuah kenyataan adanya saling mendiskriminasi dimasyarakat Indonesia. Sebagai contoh misalnya panggilan "cina" dan "cina loleng" yang bersifat olok-olok bahkan hinaan pada etnis Tionghoa, dilain pihak orang Tionghoa sendiri juga menggunakan istilah "hwana" dan "fankui" yang juga bersifat olok-olok dan memandang rendah. Kenyataan seperti ini tidak dapat dipungkiri memang ada didalam masyarakat, dan "kebencian" antar etnis inilah yang digunakan dengan cemerlang oleh otak pelaku kerusuhan sebagai pemicu. Adalah tepat sekali yang dikemukakan Paguyuban Korban dan Keluarga Korban dalam pernyataan sikapnya yang mengatakan bahwa kerusuhan ini bukanlah konflik horizontal antar etnis seperti yang dikemukakan aparat pejabat, tetapi merupakan sebuah kerusuhan sistematis, terorganisir, dan terencana yang menggunakan sentimen "anti-Cina" sebagai pemicu. Dan juga seharusnya pemerintah menindak lanjuti rekomendasi TGPF dan KPP-HAM tragedi Mei 1998 untuk segera mengungkap dan menuntaskan tragedy ini serta merehabilitasi para korban yang diberi label "penjarah" dan memberikan ganti rugi pada para korban tragedi Mei secara keseluruhan. Pembahasan berikutnya adalah berbagai peraturan perundangan yang bersifat diskriminasi, berbagai staatsblad peninggalan kolonial Belanda yang membagi masyarakat Indonesia dalam kotak-kotak golongan berdasarkan etnis seperti golongan Eropah, golongan Timur Tionghoa, golongan Indonesia Asli beragama Islam, dan golongan Indonesia Asli beragama Kristen. Berbagai ordonansi setingkat UU ini sudah tidak tepat dan membawa perpecahan, sudah seharusnya diganti dengan UU Catatan Sipil baru yang tidak bersifat diskriminatif. UU 62 tahun 1958 tentang kewarga negaraan yang menganut faham ius sanguinis juga seharusnya diganti dengan UU Kewarga negaraan baru yang menganut faham ius soli dan tidak diskriminatif. Juga disinggung tentang diskriminasi yang dialami penganut agama Kong Hu Cu. Beruntung pada perayaan IMLEK yang lalu Presiden SBY memberikan angin segar dengan menyatakan kebebasan penganut Kong Hu Cu menjalankan ibadahnya dijamin oleh UUD 45. Tetapi tidak tahu apakah saat ini angin segar Bp. SBY itu sudah diimplementasikan, apakah penganut Kong Hu Cu sudah tidak mendapatkan kesukaran dalam pencatatan sipil dan pencatatan kependudukan. Christianto Wibisono Christianto Wibisono: Bapak Chrisianto Wibisono yang bertindak selaku pembicara utama malam itu kembali menegaskan bahwa bagaimana, dan kepada siapa beliau harus memaafkan atas kejadian tragedi Mei '98 yang menelan korban begitu banyak, termasuk rumah puterinya yang di daerah Kapuk, Jakarta. Kejadian yang begitu jelas dengan kasat mata, systematis dan terorganisir, setelah 7 tahun masih belum terungkap dalang dan pelakunya, kalau dimaafkan, lalu kami harus memaafkan siapa ? Berkenaan dengan itu Bung Chris menganjurkan kepada legislative Indonesia untuk membuat undang-undang Ganti Rugi kepada pihak korban dari pemerintah, agar kelak para actor intelektual tidak dengan begitu mudah merancang kerusuhan. Salah satu co founder dari majalah Tempo ini cukup tercengang mendengar penjelasan dari pengamat sosial budaya, Jonathan Goeij yang menerangkan masih eksisnya sejumlah undang-undang yang terkait diskriminasi saat ini di Indonesia. Menurut beliau hal itu bukan pada tempatnya lagi, apalagi sebagian dari perundangan itu masih warisan kolonial Belanda. Ketika ditanya mengapa beliau tidak mau kembali ke Indonesia, kolumnis Wasch Watch di Suara Pembaruan ini mengatakan bahwa kinerjanya untuk Indonesia adalah jauh lebih effektif di Washington D.C, ketimbang berada di tanah air. Menurutnya AS sebagai negara adikuasa harus terus di lobby, dan pusatnya itu ada di Washington D.C. Dalam kesempatan itu beliau juga membeberkan bahwa puterinya Jasmine Wibisono bersama Karina Lee Sudyatmiko puteri dari mantan anggota DPR/MPR Sudyatmiko juga turut mempromosikan Indonesia lewat The Global Renaissance of ASEAN-American Culture and Entertainment (GRACE) Heritage. Organisasi ini mempunyai misi untuk menaikan kwalitas hidup dan daya saing dari masyarakat Asia Tenggara yang tinggal di AS dengan berkoalisi menyuarakan kepentingan masyarakat Asia Tenggara serta memperkenalkan kebudayaannya di AS. Jadi usaha untuk kebaikan Indonesia tidak selalu harus berada di Indonesia, sekarang zamannya Globalisasi.Kegiatan dari organisasi ini meliputi penyelenggaraan Festival Film, Video, dan Photography. Pak Chris yang pernah ditawarkan jabatan Menko Ekuin saat pemerintahan Gus Dur itu, tetap menyodorkan konsep Pengampunan korupsi yang intinya mengampuni korupsi masa lalu dan memberlakukan hukuman berat atas korupsi yang dilakukan setelah masa pengampunan itu. Ternyata bukan hanya Gus Dur yang pernah menawarkan jabatan kepada orang yang akrab dipanggil Bung Chris ini, rupanya Wiranto saat jadi Capres juga pernah menilpon kepadanya untuk maksud yang sama. Kendati semua itu beliau tolak secara halus, karena beliau merasa bisa memainkan peranan lebih penting sebagai lobbiyist di Washington D.C. Namun dalam pengakuan founder dari CWC (Center for World Conscience /www.cwcinfo.org) ini, beliau bukan tidak mau pulang ke Indonesia sebagai harga mati, pasalnya beliau hanya mau pulang kalau menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Apakah ini ada kaitannya dengan usaha pemulihan hubungan militer RI-AS?, beliau tidak bersedia merinci lebih jauh. Bung Chris menyayangkan mengapa tidak ada staff dari Konsulat RI dari Los Angeles yang hadir malam itu, karena beliau menyatakan bahwa akan bicara yang sama dihadapan siapapun. "Saya akan omong yang sama entah itu di hadapan orang pemerintah, dihadapan kaum Muslim, atau komunitas Tionghoa", demikian ujar Boss Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) itu. Selanjutnya acara diisi oleh Tanya Jawab seperti biasanya, ada beberapa komentar dan tanya jawab yang cukup menarik, salah satunya adalah dari seorang yang mengaku sebagai PNS yang dikirim oleh pemerinrah RI untuk belajar di AS, namun dia mohon tidak disebut namanya, untuk selanjutnya kami samarkan namanya sebagai "PNS". Dia dengan lantang mengatakan bahwa TGPF tidak professional dalam menjalankan tugasnya, maksudnya disini adalah TGPF yang dijabat Dr. Rosita Noer, dan Ibu DR.Saparina Sadli. Dia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa Kerusuhan Mei 98 adalah pertarungan Prabowo dan Wiranto, dia tahu persis karena adiknya merupakan salah satu korban yang dianiaya oleh militer saat itu. PNS mengatakan "Mengapa kita tidak berani menunjuk nama Prabowo sebagai otak kerusuhan itu?" PNS juga berseloroh bahwa orang Tionghoa itu ekslusive, mengapa hanya menuntut peristiwa Mei '98 saja, kenapa tidak menyuarakan juga penderitaan orang Aceh, Papua, dan Maluku. (Selanjutnya redaksi tidak melaporkan lebih jauh lagi pernyataan yang tidak berbobot kredibel ini mengingat Sdr.PNS tidak berani mengungkapkan jati diri yang sebenarnya. Bila Sdr PNS membaca article ini dan masih belum puas, silahkan hubungi kantor redaksi IM dengan membawa keterangan jati diri anda yang jelas dan dokumen-dokumen yang mendukung opini anda, niscaya dewan redaksi IM akan memuatnya. Catatan : IM akan memberi kesempatan kepada siapa saya menyalurkan opininya yang dirasa berguna untuk diketahui masyarakat luas dengan mengacu pada koridor hukum.) Sebenarnya masih banyak lagi komentar-komentar yang menarik yang tak sempat kami muat pada penerbitan ini, kami akan berusaha mengakomodasikan pada penerbitan yang akan datang, Acara peringatan Tragedi Mei '98 kali ini mendapat perhatian yang cukup luas dari masyarakat Indonesia di Los Angeles, terbukti ruangan terisi penuh dan kursi tambahan harus di kirim dari ruangan lain. M (DI/JG/IM) http://www.indonesiamedia.com/2005/06/early/local/mei.htm ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> What would our lives be like without music, dance, and theater? Donate or volunteer in the arts today at Network for Good! http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/