http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/15/nas02.htm
Refleksi 60 Tahun Indonesia Merdeka Memburu Kekayaan dengan Mengorbankan Nasionalisme Siswono Yudohusodo - Darmanto Jatman - Tjahjo Kumolo SM/dok MENCARI nasionalisme di era Indonesia 2005 adalah sama sulitnya dengan memburu jarum jatuh ke tumpukan jerami. Perlahan tapi pasti, rasa bangga pada negara dan bangsa yang bernama Indonesia, sudah luntur dikikis oleh waktu. Tak cuma kepada generasi yang lahir di era MTV, krisis nasionalisme juga dialami oleh generasi yang lebih dulu lahir. Ya, begitulah gambaran yang disampaikan oleh budayawan Darmanto Jatman, saat diminta memberikan refleksi 60 tahun Indonesia. Dalam istilah Darmanto, tidak mudah mencari nasionalisme di zaman "ngangsa-ngangsa drajat, semat, lan kramat" seperti sekarang. Orang Indonesia, kini lebih suka memburu kehormatan, kekayaan, dan kepangkatan daripada menyiram dan memupuk nasionalisme di dadanya. Nasionalisme sudah menjadi benda abstrak yang sulit ditemukan. "Kalau pengarusutamaan orientasi kebendaan itu semakin tidak terkendali, ya payah tenan. Bisa-bisa, rasa cinta dan bangga dengan nation-state (negara bangsa-Red) bernama Indonesia itu akan hilang," ujar Darmanto. Apa alasannya? Darmanto memaparkan, orang Indonesia sekarang -tak tua tak muda, apa pun suku dan agamanya-sudah mulai lupa pada semangat persatuan yang pernah dimonumenkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Saat ini yang justru subur menjadi belantara adalah semangat mau menang sendiri dan merasa diri paling benar. Pada saat yang sama, mereka juga menganggap orang di luar pihaknya sebagai representasi kesalahan. Mestinya, ujar Darmanto, perlu ditumbuhkan kembali semangat untuk menyatukan diri. Berkaca pada generasi 1928, mereka bisa menyatukan diri pada satu semangat untuk "bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan : Indonesia". Meleburkan sektarianisme dalam Jong Java, Jong Betawi, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, dan semacamnya. "Padahal waktu itu, Indonesiane wae durung ana. Kenapa mereka bisa bersatu? Ada pengalaman sejarah bahwa perjuangan tak akan memberi hasil optimal kalau dilakukan sendiri-sendiri. Kesadaran semacam itu yang kini sudah mulai hilang," imbuh Darmanto. Ritual Di era yang semakin mengglobal, kata Darmanto, amat tidak menguntungkan kalau perbedaan antarsuku, antaragama, atau antaraliran dibesar-besarkan. Hal itu bersifat kontraproduktif terhadap pencapaian cita-cita bersama. Justru sebaliknya, perlu dibangun upaya-upaya peningkatan produktivitas kerja. Darmanto memprihatinkan lunturnya nasionalisme sebagai akibat pelaksanaan ritual kebangsaan yang tidak menyentuh hingga ke hati. Nasionalisme, kata dia, merupakan manifestasi nilai mistis-kosmis yang harus dilakukan dengan mengikutsertakan ruh kebangsaan. Tanpa hal itu, segala macam bentuk upacara yang dilakukan hanya akan menjadi ritual kosong tanpa makna. "Ritual menjelang 17-an, semacam lek-lekan, acapkali dilakukan sekadarnya tanpa dipahami substansi yang menyertainya," tutur Darmanto. Hal senada juga disampaikan oleh Rektor Unnes, Dr HAT Soegito SH MM, yang menilai bahwa peringatan 60 tahun Indonesia merdeka memiliki nilai sangat strategis dalam upaya mengangkat jatidiri dan karakter bangsa. Tapi sayang, memasuki 60 tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia justru mengalami berbagai cobaan. "Ancaman disitegrasi bangsa, reformasi yang kebablasan, dan pemaksaan kehendak dari sekelompok orang yang mengikis semangat nasionalisme," urai HAT Soegito. Sebagai upaya mempertebal patriotisme dan nasiolisme, AT Soegito mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mengingat kembali peristiwa 17 Agustus 1945 sebagai wahana retrospeksi diri. Ketua Paguyuban Pertempuran Lima Hari di Semarang, Soediyono (81), menyayangkan melunturnya semangat nasionalisme di kalangan kawula muda sekarang ini. Sebagai salah seorang pelaku sejarah, Soediyono berpandangan bahwa para pemuda negara Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Terjadinya demoralisasi, kerusuhan, dan perpecahan sesama anak bangsa merupakan bukti adanya penurunan semangat kebersamaan. Tak ingin melihat kekoyakan menjadi lebih besar, Soediyono bersama segenap komponen Dewan Harian Daerah (DHD) 45, Pepabri, Veteran, dan PWRI bernisiatif untuk merapatkan barisan guna memberikan penanaman jiwa dan semangat patriotisme kepada beberapa generasi muda. "Bentuknya berupa sosialisasi dan pertemuan dengan para pemuda lewat RT, RW, dan Kelurahan hingga ke beberapa organisasi kepemudaan," ungkap Soediyono. Dengan demikian, diharapkan mereka bisa meneruskan cita-cita para pejuang yang telah berhasil mempersatukan persada Indonesia. Menurut Soediyono, era sekarang ini dirasa berat. Pasalnya, tak hanya melawan nafsu keserakahan, penindasan sesama, dan bentrok antarkepentingan, tapi juga memerangi kebodohan dan kemiskinan. Sebagai satu-satunya polisi istimewa yang masih hidup sewaktu pertempuran lima hari di Semarang, Soediyono mempunyai pesan kecil yang selayaknya kita simak di zaman yang serba tak menentu. "Dulu yang kita hadapi hanya satu musuh, tapi sekarang susah, sebab musuhnya sesama bangsa sendiri." Modal Dasar Sementara itu Ketua FPDI-P DPR Tjahjo Kumolo berpendapat, masalah nasionalisme merupakan suatu hal yang menjadi modal dasar bagi bangsa ini untuk mengisi kemerdekaan, untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan dalam berbagai aspek ke depan. Nasionalisme masih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap gerak. "Kita jangan pesimistis, namun semua elemen masyarakat harus memberikan makna kepada generasi muda sekarang ini. Tentunya elite politik, baik dari pemerintah maupun semua juga harus memberikan contoh dan keteladanan dalam setiap pengambilan keputusan pembangunan, dan berbagai macam keputusan tentunya harus mendasarkan pada masalah kebangsaan, kemajemukan bangsa, Pancasila dan UUD 1945, baik dari inti Pembukaan UUD maupun teks Proklamasi itu sendiri." Hal itu, katanya, merupakan sebuah bagian yang dahulu oleh founding fathers kita selalu digambarkan secara rinci. Hal itu dapat tercermin dari Sumpah Pemuda 1928 dan sebagainya. Ini adalah sesuatu yang melalui proses, yang dapat memupuk semangat jiwa nasionalisme. Menurutnya, nasionalisme jangan diartikan secara sempit. Hal ini terkait dengan adanya pendapat yang menafikan nasionalisme, yang hanya mementingkan kesejahteraan, dan bisa berbuat apa pun untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun kelompoknya semata. "Kita harus melihat segala sesuatu dalam arti yang luas, dalam sebuah bangsa yang besar yang masih memerlukan sentuhan-sentuhan di semua aspek. Siapa pun orangnya, di mana pun tempatnya, dalam mengambil sebuah keputusan atau yang ikut terlibat dalam sebuah proses keputusan, tetap harus memperhatikan kemajemukan dan kebangsaan. Hal-hal itu harus menjadi landasan yang paling prinsip dan hakiki," tandasnya. Ia menambahkan, kita harus mewariskan kepada generasi muda, untuk anak cucu kita, yang tidak hanya sampai 60 tahun, namun sampai ribuan tahun ke depan. Siapa pun yang sekarang menikmati, siapa pun yang sekarang diberi kesempatan memimpin negeri ini, harus memanfaatkan kesempatan itu untuk ke depan dan bukan untuk kepentingan sesaat saja. Dalam kaitannya dengan masalah Aceh, awalnya adalah masalah informal dan domestik. Akan tetapi, saat ini ada internasionalisasi di sana dengan segala bentuknya yang sudah masuk. Pemerintah yang sah sudah menandatangani perjanjian dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang merupakan warga negara asing, dilakukan di negara asing, tim monitornya dari Uni Eropa, yang semua itu pasti mempunyai implikasi yang tidak kita inginkan. "Namun setidaknya, kami sudah memberikan peringatan kepada pemerintah. Kalau ada apa-apa, pemerintah yang bertanggung jawab. Walau demikian, kami tetap mendukung penuh upaya-upaya damai dan upaya-upaya mempercepat proses penyelesaian damai." Sementara itu Siswono Yudohusodo menyatakan, Indonesia adalah bangsa yang beraneka ragam. Indonesia menjadi negara kebangsaan melalui cara yang amat unik, yang tidak sama dengan Jerman, Prancis, Inggris, Spanyol, Belanda, yang menjadi satu negara bangsa karena kesatuan bahasa. Kita juga lahir dari suatu bangsa yang plural. Kita tidak sama dengan Australia, Singapura, Sri Lanka, India, yang menjadi satu negara bangsa karena satu daratan, satu kontinen. Kita juga tidak sama dengan Pakistan atau Israel yangh menjadi satu negara bangsa karena dengan alasan agama. Dari bukti-bukti empirik di seluruh dunia, pemisahan-pemisahan wilayah apapun bentuknya, intinya adalah ketidakadilan yang dilakukan oleh pusat terhadap daerah. Ini terjadi pada Pakistan yang memisahkan diri dari India, Bangladesh yang memisahkan diri dari Pakistan, dan pecahnya Yugoslavia. Keadilan itulah yang harus kita bangun di setiap wilayah tanah air kita yang amat luas ini. Namun demikian, secara keseluruhan nasionalisme Indonesia tidak berkurang. Dari 220 juta rakyat Indonesia, mereka masih merasa sebagai warga negara yang mencintai tanah air, bangsa, dan ingin berbuat sesuatu yang berarti bagi bangsanya. Di beberapa kelompok masyarakat dan tempat memang terjadi ekseklusivisme yang berlebihan. Namun secara umum, saya optimistis bahwa negara kesatuan ini akan tetap ada. Sekali lagi, ke depannya kita harus memberikan citra keadilan yang lebih kuat lagi pada daerah. Sampai saat ini kita memang masih menyaksikan sekelompok orang dari organisasi keagamaan tertentu yang masuk ke pangadilan dan menyetop proses peradilan yang sedang berlangsung, atau menyerbu sarana ibadah kelompok lain. Namun contoh itu bukanlah gambaran dari seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang dari Sabang sampai Merauke ini besar sekali. (Achiar M Permana, Fahmi Z Mardizansyah, Widodo Prasetyo, Saktia Andri Susilo-41h) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h1cnco3/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1124074907/A=2894352/R=0/SIG=11fdoufgv/*http://www.globalgiving.com/cb/cidi/tsun.html">Help tsunami villages rebuild at GlobalGiving. The real work starts now</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/