http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=152532

 Kamis, 20 Jan 2005,
Memprioritaskan Pendidikan Gratis 


Oleh Wiwik Budi Wasito *


Setelah gelombang tsunami menyapu bersih hampir seluruh wilayah Banda Aceh dan 
sebagian Sumatera Utara, kini saatnya bagi segenap warga bangsa bahu-membahu 
membersihkan puing-puing yang berserakan, membangun kembali segala fasilitas 
fisik yang telah hancur, dan menata serta memfungsikan kembali social tools 
yang sempat terhenti akibat bencana. Salah satunya adalah menghidupkan kembali 
lembaga pendidikan yang terhenti akibat bencana itu.

Meski gelombang tsunami telah memorak-porandakan 700 lebih bangunan sekolah dan 
menghanyutkan 1.700 lebih guru, saat ini terasa urgen segera mengaktifkan 
kembali kegiatan belajar yang telah terhenti sekitar empat pekan. Sebab, 
beberapa bulan ke depan, dunia pendidikan formal di Indonesia akan mengadakan 
hajatan nasional, yaitu ujian akhir nasional bagi siswa sekolah dasar, 
menengah, dan atas tingkat akhir. 

Tentunya, kita semua juga tidak menginginkan generasi-generasi muda Aceh dan 
Sumatera Utara, yang selamat dari terjangan tsunami, tertinggal pendidikannya 
dari peserta-peserta didik di wilayah lain. Sebab, mereka mempunyai hak sama 
untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak.

Apalagi, saat ini, pemerintah Provinsi NAD melalui Dinas Pendidikannya telah 
menetapkan bahwa kegiatan belajar harus dimulai pada 26 januari 2005. Sementara 
itu, Dinas Pendidikan Provinsi NAD baru bisa menyediakan kebutuhan alat tulis 
untuk sekitar 50.000 siswa dan 70.000 siswa lainnya masih harus menunggu. 

Maka (lagi-lagi), hal itu menjadi tugas pemerintah, terutama pusat, yang saat 
ini telah membentuk Badan Otoritas Khusus (BOK) di Aceh menggantikan Bakornas 
untuk merehabilitasi Aceh, mengoordinasikan, dan mewujudkan terselenggaranya 
kegiatan belajar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dalam waktu singkat, 
pemerintah harus bisa menyediakan sarana dan prasarana yang bersifat temporal 
dan darurat bagi proses belajar-mengajar di NAD.

Ke depan, dengan dimulainya kembali proses belajar-mengajar di wilayah NAD, itu 
(seharusnya) sekaligus dijadikan tonggak bagi terselenggaranya janji pemerintah 
untuk menyelenggarakan pendidikan gratis, terutama bagi anak usia 7-15 tahun, 
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 
Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 pasal 6 ayat (1) juncto pasal 11 ayat (2).

Jauh-jauh hari sebelumnya, sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 
pemerintah dalam preambul UUD 1945 telah mencantumkan cita-cita negara, yang 
salah satunya "?mencerdaskan kehidupan bangsa,?". Kemudian, yang terderivasi 
dalam UU Sisdiknas adalah kewajiban bagi pemerintah pusat dan daerah untuk 
menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa 
diskriminasi.

Terutama bagi peserta didik di wilayah NAD, cita-cita dan janji pemerintah yang 
secara eksplisit tertulis dalam UU Sisdiknas tersebut harus dilaksanakan. 
Sebab, banyak di antara generasi muda itu yang telah kehilangan sanak famili 
dan harus hidup sebatang kara serta belum memiliki orang tua asuh. Karena itu, 
mereka tidak mungkin bisa memenuhi keperluan dana pendidikannya sendiri.

Dengan memanfaatkan segala macam bantuan yang telah diterima baik dari dalam 
maupun luar negeri, seperti santunan dari Persatuan Guru Republik Indonesia 
(PGRI) Rp 52 juta serta bantuan dana dari Education International (organisasi 
pendidikan dunia) USD 10.000, pemerintah wajib menjadikan kegiatan pendidikan 
sebagai salah satu prioritas untuk segera dipulihkan, termasuk jaminan 
terselenggaranya pendidikan gratis bagi anak Aceh. Sebab, hal itu menyangkut 
masa depan (jangka panjang) rakyat Aceh yang perlu membangun kembali wilayahnya 
yang telah hancur berserakan secara fisik dan sosial.

Pelaksanaan janji tersebut tidak bersifat sementara melainkan untuk seterusnya, 
yang mencakup generasi-generasi Aceh mendatang. Untuk merealisasikan serta 
menjamin dan melindungi hak peserta didik NAD itu, pemerintah harus membuat 
payung hukum berupa peraturan yang bisa berwujud perpu sebagai pengganti UU 
karena sesuai sifatnya yang berada dalam keadaan memaksa dan menuntut segera 
dilaksanakan. 

Dengan perpu itu, pelaksanaan di lapangan diharapkan bisa lekas efektif. Sebab, 
substansi dalam peraturan tersebut akan secara jelas menginstruksikan segenap 
pihak yang terlibat dan berwenang untuk segera merealisasikan pendidikan gratis 
bagi anak-anak korban bencana tsunami.
* Wiwik Budi Wasito, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to