Media Indoensia
Selasa, 10 Mei 2005


Menguak Prahara Korupsi KPU
Mohammad Yasin Kara, anggota Komisi II DPR dari F-PAN


KORUPSI di negeri ini telah kian menggurita, bagaikan jamur yang tumbuh subur 
di musim penghujan. Oleh karena itu, kasus dugaan korupsi terhadap anggota 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W Kusumah beserta koleganya perlu diusut 
tuntas sehingga kebenaran dapat ditampilkan apa adanya. Dan yang paling penting 
adalah bagaimana setiap orang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik 
secara individual maupun secara institusional.

Penangkapan dan penahanan Mulyana W Kusumah di Hotel Ibis, Jumat (8/4), atas 
dugaan penyuapan terhadap tim investigasi auditor Badan Pemeriksa Keuangan 
(BPK) menyangkut pengadaan logistik Pemilu 2004, kini telah menjadi opini 
publik dan menyita perhatian masyarakat secara luas.

Persoalannya adalah dugaan korupsi itu kini telah menjadi semacam bola liar 
yang terasa sulit untuk dikendalikan. Dan yang paling dikhawatirkan adalah 
terjadinya politisasi karena ketidakjelasan persepsi mengenai kasus dugaan 
korupsi tersebut. Jika demikian yang terjadi, jelas misi suci untuk memberantas 
korupsi akan menjadi sangat absurd dan absurd. Mulyana W Kusumah mengaku 
dirinya diperas dan dijebak.

Setelah dugaan korupsi sesuai dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 
selesai dan diserahkan ke DPR, kontroversi pun tidak dapat dihindari. Ada 
sebagian kalangan yang berpendapat bahwa untuk mengungkap kasus ini penting 
dibentuk sebuah panitia khusus (pansus), sedangkan sebagian yang lain 
berpendapat tidak perlu. Adalah Ketua Komisi III DPR Teras Narang menyatakan 
ketidaksetujuannya dibentuk pansus itu.

Menurutnya, DPR tidak perlu melakukan pengkajian lagi terhadap laporan BPK itu, 
dan laporan BPK itu mestinya langsung diteruskan ke aparat hukum, yakni 
kejaksaan dan kepolisian karena materi yang disampaikan ke DPR itu merupakan 
hasil audit investigasi yang sudah dilakukan secara komprehensif. Untuk itu, 
tidak perlu dibentuk pansus (Media Indonesia, 2/5/2005).

Dari pernyataan Teras Narang yang menolak tegas pembentukan pansus dan 
diperiksanya kembali laporan hasil audit BPK itu telah menggerakkan penulis 
untuk menuangkan gagasan ini dengan sebuah pertanyaan besar, ada apa dibalik 
cerita korupsi di KPU itu? Tegasnya, kenapa Komisi III DPR yang diwakili Teras 
Narang menolak usulan itu? Adakah kemungkinan anggota Dewan atau pejabat negara 
lainnya yang terlibat atau paling tidak ada terselubung kepentingan politik 
tertentu di balik prahara dugaan korupsi itu? Semua kemungkinan bisa saja 
terjadi.

Namun demikian, kami dari Komisi II DPR, seperti sering kali ditegaskan 
Pimpinan Komisi Ferry Mursyidan Baldan, tetap pada pendirian bahwa DPR 
berdasarkan permintaan Komisi II DPR periode 1999-2004 dalam dengar pendapat 
dengan KPU dan Panwaslu 2 Mei 2002 berkewajiban untuk mengkaji laporan 
investigasi BPK secara proporsional dengan menyertakan klarifikasi dari KPU. 
Hal ini penting dilakukan.

Pertama, perlu ditegaskan bahwa para anggota BPK itu diangkat berdasarkan hasil 
seleksi DPR. Oleh karena itu, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan 
pengawasan sebagai representasi masyarakat, bangsa, dan negara. Kedua, bukan 
sekadar itu, BPK bukanlah lembaga absolut. Di dalamnya terdapat manusia-manusia 
yang secara teoretis memiliki potensi besar untuk melakukan berbagai kesalahan. 
Oleh karena itu, kebenaran yang mereka temukan menjadi sangat nisbi. Di sinilah 
letak pentingnya pemeriksaan kembali itu.

Seperti juga ditegaskan anggota Panitia Anggaran DPR Emir Moeis bahwa divisi 
penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam laporan BPK 
harus ditelaah lebih lanjut karena bisa jadi penyimpangan yang ditemukan adalah 
kesalahan administratif, bukan tindak pidana. Untuk itu pun kita bertanya: 
benarkah Mulyana itu korupsi? Tidakkah terselubung kepentingan lain di dalamnya?

Memang, pesimisme banyak kalangan masyarakat tidak bisa kita nafikan. Banyak 
orang sangat trauma dengan perilaku para anggota Dewan atau pejabat negara 
selama ini. Dalam sejarah pembentukan panitia khusus (pansus) oleh Dewan 
Perwakilan Rakyat (DPR) selama ini selalu menghilang ditelan hiruk pikuknya 
wacana politik lain yang terus bergulir ke arena publik.

Tentu saja pansus adalah baik daripada tidak sama sekali. Yang terpenting, 
jangan ada politisasi karena pansus membutuhkan anggaran, yang kalau diukur 
dengan kondisi kehidupan berbangsa yang sangat miskin kini, sangat besar. 
Jangan pernah dahulukan kepentingan pribadi dengan semata mengharap keuntungan 
bersifat finansial, sementara masyarakat kita pada umumnya menderita kelaparan 
dan seterusnya.

Rencana DPR membentuk pansus KPU itu sebenarnya kalau kita kaji dengan akal 
sehat juga mengandung sisi yang sangat positif, di antaranya (seperti telah 
disebutkan) dapat berfungsi sebagai mediasi untuk mempertemukan kedua belah 
pihak antara BPK di satu sisi dan KPU pada sisi yang lain. Adapun KPK adalah 
sisi lain pula versus Mulyana W Kusumah secara pribadi.

Ada pepatah, jangan pernah kita menggunakan sapu lidi kotor untuk membersihkan 
lantai yang bersih sehingga hasilnya pun tidak bersih. Inilah pentingnya pansus 
itu, yakni untuk mengurangi beban sapu lidi yang kotor dan sebagai check and 
richeck karena tidak ada umat manusia di dunia ini yang bersih nan suci. 
Meskipun mungkin hasilnya tidak bisa bersih secara total, tetapi semua 
persoalan bisa clear sehingga masyarakat dapat mengetahui secara pasti duduk 
persoalan yang sebenarnya.

Namun demikian, pertama, secara prinsipiil, yang mesti kita lakukan adalah 
mendorong upaya terciptanya birokrasi pemerintahan yang bersih dan transparan 
(good governance). Kedua, kita berupaya agar setiap manusia--para pejabat 
negara apalagi kaum intelektualnya--tidak melakukan korupsi karena korupsi itu, 
di samping dosa secara teologis, pun merupakan pengingkaran terhadap misi 
kemanusiaan secara universal.

Ketiga, secara yuridis, kita harus tetap menganut prinsip praduga tak bersalah. 
Keempat, budaya korupsi yang telah menggurita ini mesti dicegah dan diatasi 
sejak dini guna mendorong terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan 
sejahtera di masa depan. Apalagi, bangsa ini tengah berada dalam gelimang 
kemiskinan yang teramat menyedihkan. Di sinilah tugas DPR dan kaum intelektual 
secara umum untuk membimbing masyarakat keluar dari prahara korupsi itu. 
Wallahu a'lam.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/HO7EnA/3MnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to