http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/25/opini/1705161.htm

 
Mengukir Langit? 


Oleh Makmur Keliat

TUJUAN apakah yang dicapai dari Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang berlangsung 
22-23 April akhir pekan lalu? Merujuk pada pidato yang disampaikan oleh Menlu 
Indonesia, Hassan Wirajuda, dalam pertemuan pejabat senior AA 29 Maret 2005 
lalu, barangkali ada tiga tujuan normatif yang dapat diidentifikasikan.

Pertama, untuk mewujudkan semangat Bandung. Hal ini diperlukan dengan alasan 
belum terdapatnya mekanisme yang efektif dan layak untuk kerja sama inter- 
regional di AA. Diharapkan mekanisme semacam ini akan dapat dilembagakan di 
masa depan.

Kedua, untuk mengaktualkan potensi AA. Terdapat 87 kepala negara/pemerintah 
yang terlibat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KTT AA). Secara 
geografis negara-negara yang terlibat ini mencakup hampir setengah wilayah 
dunia. Dari segi populasi, AA dihuni oleh sekitar 4,6 miliar jiwa atau sama 
dengan 73 persen penduduk dunia. Total GDP negara-negara di AA ini diperkirakan 
sebesar 9,3 triliun dollar AS.

Ketiga, melalui kerja sama di bidang ekonomi, politik-keamanan, dan sosial 
kultural, AA juga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk memerangi 
kemiskinan, mewujudkan perdamaian, dan memperkuat solidaritas di antara 
masyarakat di kedua wilayah itu.

Apakah tujuan ini tercapai? Tentu saja sangat sukar untuk menilainya. Namun, 
ada beberapa alasan untuk menyatakan perhelatan besar AA itu kemarin hanya 
berakhir dengan deklarasi dalam bentuk pengeluaran dokumen belaka, kecuali jika 
negara-negara yang tergabung dalam AA itu mampu menghadapi tiga tantangan 
berikut.

Tantangan "Statecraft"

Pertama, tantangan statecraft dalam dunia yang berubah. Tantangan di sini 
mengacu kepada keterampilan negara- negara AA untuk memanfaatkan lingkungan 
strategis yang mengalami perubahan pesat sebagai akibat berakhirnya perang 
dingin. Hal ini terutama sangat penting karena negara-negara AA tidak berada 
dalam lingkungan strategis yang hampa. Meski demikian keterampilan untuk 
menentukan lingkungan strategis ini akan ditentukan oleh persepsi yang dianut 
oleh pembuat kebijakan.

Mengikuti saran Mohamad Ayoob, seorang pengamat dunia ketiga, barangkali ada 
baiknya untuk melihat keseimbangan global pascaperang dingin tidak terlalu 
simplistik. Walau era bipolar sudah berakhir dengan keruntuhan Uni Soviet tidak 
berarti bahwa dunia saat ini didominasi oleh satu kekuatan besar, yaitu Amerika 
Serikat (AS). Setidaknya, menurut Ayoob, keseimbangan global itu harus dilihat 
dari tiga dimensi, yaitu politik, militer, dan ekonomi. Dalam dimensi militer 
sebenarnya tidak banyak terjadi perubahan karena keseimbangan dalam perang 
dingin lebih diartikan pada kesetaraan kepemilikan senjata nuklir (nuclear 
parity). Runtuhnya Uni Soviet bukan berarti bahwa kesetaraan nuklir ini 
kehilangan signifikansinya.

Yang menjadi lebih dinamis dan tengah berubah adalah dalam dimensi ekonomi dan 
politik. Dalam dimensi ekonomi, AS kini bukanlah the sole superpower. 
Pembentukan Uni Eropa dan pertumbuhan ekonomi China yang sangat pesat akan 
memberikan tantangan yang khas terhadap AS. Demikian juga dari segi politik. 
Adanya kecenderungan perubahan strategic culture di Eropa mainland yang tidak 
lagi menekankan pada realisme politik abad XIX, namun ironisnya tengah 
ditunjukkan secara telanjang oleh AS setidaknya menyampaikan pesan adanya ruang 
ekonomi dan politik yang cukup luas bagi negara-negara AA untuk melakukan 
manuver. Karena itu, sebaiknya Konferensi AA tidak dikemas sebagai suatu 
pertarungan antara negara berkembang versus negara industri maju dan juga 
jangan diarahkan pada penafian pentingnya kerja sama sub-regional lainnya yang 
telah dikembangkan.

Tantangan "free riders"

Kedua, tantangan berupa perilaku pembonceng (free rider) yang dapat muncul dari 
setiap tindakan kolektif (collective action). Meminjam pemikiran yang 
dikembangkan awalnya oleh Mancur Olson, perilaku menjadi pembonceng sangat 
mudah muncul dalam setiap kerja sama jika aktor yang terlibat sangat banyak, 
tetapi dengan kemampuan ekonomi mereka sangat terbatas. Aktor-aktor kecil 
dengan kemampuan sangat terbatas ini biasanya cenderung untuk membebankan 
biaya-biaya pengorganisasian diri pada pihak lain. Dalam situasi semacam ini 
tindakan kolektif biasanya hanya akan berakhir pada pernyataan normatif tanpa 
diiringi oleh bukti empirik yang menunjukkan adanya kegiatan-kegiatan konkret 
yang serius untuk mencapai tujuan.

Dalam rumusan berbeda, tindakan kolektif memiliki kemungkinan untuk jauh lebih 
berhasil mencapai tujuannya jika jumlah aktor yang terlibat relatif kecil dan 
juga jika aktor yang terlibat itu punya kemampuan ekonomi yang sangat besar. 
Situasi inilah yang membedakan mengapa forum-forum kerja sama negara maju, 
seperti G-7, memiliki pengaruh dan bobot yang jauh lebih besar dan juga jauh 
lebih efektif jika dibandingkan dengan forum- forum kerja sama negara 
berkembang.

Di luar perhelatan AA kemarin sebe- narnya ada lebih dari satu forum kerja sama 
negara berkembang, seperti Non- Aligned Movement, G-77, dan G-15. Pengelompokan 
ini memang masih eksis, namun pada tataran empirik sangat dipertanyakan 
efektivitasnya untuk mencapai tujuan. Ringkasnya, tindakan kolektif akan lebih 
mudah mencapai tujuannya jika yang berkumpul itu mewakili "yang kaya" dan bukan 
"yang miskin".

Jurang kredibilitas

Ketiga, tantangan berupa jurang kredibilitas (credibility gap). Yang dimaksud 
dengan jurang kredibilitas di sini menyangkut konsistensi antara apa yang 
dinyatakan dan apa yang dilakukan. Tantangan ini khususnya perlu diatasi jika 
tidak terdapat aktor yang sangat mapan secara ekonomi dalam setiap tindakan 
kolektif. Jika jurang kredibilitas ini sangat besar, maka tindakan kolektif 
tidak akan pernah mencapai tujuannya. Sebaliknya jika jurang itu menyempit dan 
berhasil ditiadakan, maka tindakan kolektif akan memiliki signifikansi yang 
sangat besar dalam menggerakkan kerja sama. Dalam hal ini kredibilitas dapat 
diumpamakan sebagai spirit atau roh dari setiap tindakan kolektif.

Pertanyaannya di sini adalah apakah para pemimpin AA yang berkumpul itu selalu 
melakukan apa yang diucapkannya? Sebagai misal, jika mereka mengatakan adanya 
ketidakadilan pada tataran internasional, maka seharusnya para pemimpin AA itu 
juga meluncurkan kebijakan yang menentang adanya ketidakadilan pada tataran 
domestik. Para pemimpin AA harus mampu membuktikan pada publik bahwa diri 
mereka bukanlah bagian dari sistem yang melestarikan ketidak - adilan di 
tataran domestik.

Jika ini tidak berhasil dilakukan, maka pertemuan dari AA itu nantinya akan 
menjadi sangat sukar untuk melekat (embedded) di masyarakat. AA kemungkinan 
dikritik dan dipersepsikan menjadi ajang pertemuan bagi kalangan elite yang 
jauh dari masyarakatnya. Kritikan-kritikan semacam ini pula yang biasanya 
selalu dilontarkan oleh kalangan radikal, terutama yang diinspirasikan oleh 
pemikiran Gramscian dan Robert Cox. Bagi kalangan radikal pertemuan dalam 
bentuk KTT kepala negara dipandang tidak memiliki legitimasi yang kuat untuk 
mewakili kepentingan kelompok marjinal yang berada di masyarakat negara 
berkembang.

Kita barangkali harus belajar dari dokumen The Jakarta Message yang dikeluarkan 
pada akhir KTT X Gerakan Non Blok di Indonesia pada tahun 1992. Adanya 
kebutuhan untuk tindakan kolektif yang ditulis dalam kalimat-kalimat yang 
sangat baik dalam dokumen itu barangkali tidak lagi dilihat oleh masyarakat dan 
bahkan tidak menjadi memori kolektif bangsa ini. Alasannya barangkali 
sederhana. Perilaku rezim dan petinggi yang berkuasa, yang menyelenggarakan 
KTT, itu sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat Indonesia. Akibatnya Pesan 
Jakarta itu, mengutip pendapat sahabat saya, hanya seperti upaya mengukir 
langit (crafting the sky) yang sangat jauh dari realitas keseharian masyarakat. 
Mudah-mudahan kita tidak lagi mengulangi upaya untuk mengukir langit ini.


Makmur Keliat Direktur Eksekutif Center for East Asian Cooperation Studies 
(CEACoS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke