Tulisan ini pernah dimuat "Jawa Pos" (12/6/2005). 
http://search.jawapos.com/index.php?act=detail_s&f_search=fbmm&id=171261
 
Semoga bermanfaat. Meski ada bagian yang diedit.
Salam,
Rohyati Sofjan
* Sedang baca ulang puluhan majalah Annida + baca surel panjang dari Rusi 
Tersayang.
Berbahagia dan baik-baik saja meski kantung pas-pasan, hehe...
Tak ada yang berubah; tetap supel, hangat, ramah, welcome, tegas, galak, dan 
cinta bahasa Indonesia. ;)
 

Esai/Artikel Sastra 


Menjadi “Editor”Oleh Rohyati Sofjan 


Beberapa kali saya dipercaya sekian kawan untuk mengedit tulisan mereka, dari 
skripsi sampai fiksi. Atau sekadar komentar sampai bantaian. Beberapa kali saya 
nikmati tugas tersebut dengan rasa takjub dan geleng-geleng kepala. Saya takjub 
pada hasil pengembaraan imajiner yang mereka bagi, sekaligus geleng-geleng 
kepala jika bangunan imajiner tersebut tak terstruktur. Entah dari narasi, ide, 
cara penyampaian, sampai gramatika.

Berhubung kebanyakan yang meminta tolong masih pemula, saya coba memaklumi 
kelemahan mendasar mereka. Meskipun demikian, bukan berarti saya bisa lunak, 
ada saat tertentu terpaksa galak. Bukan apa-apa, saya cuma peduli saja. Sebagai 
seseorang yang telah 6 tahun berkecimpung dalam dunia menulis (sejak Mei 1999), 
saya merasa bertanggung jawab untuk mengenalkan proses. Proses “menjadi” yang 
tak bisa seketika.

Bertahun-tahun saya belajar secara natural, jatuh bangun dalam meniti jenjang 
kepenulisan tanpa ada yang membimbing atau sekadar memberi “sentuhan” secara 
langsung. Memahami penerimaan dan penolakan sebagai semacam keharusan untuk 
dipasrahi atau diberontaki. Namun yang lebih utama lagi, saya menyadari ada 
kenikmatan tersendiri yang bersifat sangat personal kala menghayati proses. 
Barangkali hasil merupakan tujuan, namun ukuran tersebut bukan merupakan acuan 
utama. Kegagalan adalah peluang yang masih menuntut kesungguhan untuk 
diperjuangkan. Keberhasilan merupakan jenjang menuju perjalanan selanjutnya 
yang masih membentang. Dan untuk itu dibutuhkan kesabaran sebagai penyeimbang 
kegigihan. Percuma gigih jika tidak sabar, namun percuma pula sabar jika tidak 
gigih.

Bertahun-tahun, saya mencoba mencari jalan tersendiri untuk mengembangkan diri. 
Pelan namun pasti, perjalanan saya telah sampai di pertengahan untuk menuju 
etape selanjutnya. Tak percuma menempa diri dengan berbagai cara, selama sekian 
lama. Sebab pada akhirnya “hasil” tersebut bisa saya bagi pada sekian kawan 
yang butuh bantuan untuk memahami proses dalam dunia kepenulisan.

Saya belum sepenuhnya berhasil, belum mencapai taraf terkenal apalagi 
produktif; yang saya punya adalah pemahaman dan empati untuk dibagi, sebab dari 
situlah saya bisa merasakan nikmatnya proses.

Seperti di arena dojo, untuk menguasai gerakan kata (perpaduan kihon dan 
gohon), Anda harus punya dasar berupa gerakan kihon (pukulan) dan gohon 
(tendangan). Untuk pemula (sabuk putih) awalnya cuma satu kali kihon dan gohon 
(contoh: kihon/gohon kanan lalu kiri sesuai aba-aba [us!]). Lalu tingkat sabuk 
selanjutnya (kuning), dua kali kihon dan gohon (contoh: kihon/gohon kanan dan 
kiri secara serempak dalam satu aba-aba). Lalu tingkat sabuk selanjutnya lagi 
(hijau), bisa beberapa kali kihon dan gohon yang masuk dalam kata. Tingkat 
kesulitan tersebut memiliki dasar untuk memudahkan. Semacam latihan berjenjang. 
Itu pun berlaku untuk tingkat sabuk selanjutnya (biru, cokelat, dan hitam), 
yang memiliki kesulitan tersendiri namun butuh latihan dan konsentrasi selain 
disiplin dan kerendahhatian menuju kumite (adu tanding/pertempuran).

Demikianlah saya umpamakan dunia menulis dengan olah raga karate yang pernah 
diikuti semasa SMU di kota kecil Limbangan, Garut. Olah raga yang menempa jiwa 
saya untuk memahami proses dalam hasil, lalu saya ambil intisarinya bagi dunia 
menulis. 

Mengapa demikian?

Kebanyakan mental penulis pemula masih perlu diasah, namun yang lebih penting 
lagi, mereka harus punya dasar dalam menyusun kerangka cerita berupa struktur 
bahasa dan gramatika; selain jeli melihat peluang untuk mengembangkan diri.

Kedua hal tersebut sering saya dapatkan telah diabaikan kala mengedit, 
geleng-geleng kepalalah hasilnya. Entah karena struktur kalimat yang kacau atau 
ide yang tak bernalar atau gramatika yang acak-acakan. Kalau sudah demikian, 
teguranlah yang harus saya sampaikan, dengan contoh begini-begitu, lalu 
bla-bla-bla....

Syukur-syukur jika ada yang “ngeh”, namun ada juga yang mengabaikan dan terus 
membuat kesalahan berulang terutama dalam gramatika karena merasa “dilindungi” 
licentia poetica.

Licentia poetica bagi saya ada acuannya. Yang lebih penting adalah bagaimana 
“pendobrakan” atas dalih licentia poetica itu bisa berterima, sebab esensi 
utama dari tulisan adalah mengundang hasrat pembaca untuk memasukinya. Tanpa 
itu, onanilah.

Saya tidak tahu mengapa hanya segelintir penulis yang benar-benar peduli pada 
gramatika. Ada beberapa penulis muda berbakat yang saya acungi jempol karena 
punya dasar cukup kuat dalam menyusun kerangka cerita sampai struktur bahasa. 
Beberapa di antaranya adalah Agus Hernawan (yang ternyata sesama guyuber), 
Linda Christanty, Raudal Tanjung Banua, Gus Tf Sakai, Ryana Mustamin, Stefany 
Hid, dan Stefany Irawan. Saya tidak tahu apakah ada campur tangan editor bahasa 
di media tersebut, namun sebagai seorang pembelajar gramatika bahasa Indonesia 
di milis guyubbahasa Forum Bahasa Media Massa (FBMM), saya mengagumi keapikan 
mereka dalam mengikuti dinamika berbahasa dan taat asas EYD. Di situ terasa 
bahwa mereka bertanggung jawab, baik pada masyarakat pembacanya sampai diri 
sendiri. Semacam menjaga reputasi bahwa mereka peduli, menghargai proses, dan 
mau belajar. 

Benarkah demikian?

Citra itu sangat mahal, bahwa mereka bersungguh-sungguh bekerja dengan rasa dan 
karsa yang diiringi tanggung jawab. Sebab gramatika bukanlah sesuatu yang bisa 
disepelekan. Di sana terkandung kepribadian penulis yang bersangkutan dalam 
mengolah alur pikiran secara apik dan terstruktur. Maksud saya, ide boleh liar, 
namun jangan lupa bahan bangunannya: pondasi utuh berupa bahasa dan gramatika. 
Sebab bagaimana seseorang bisa menyampaikan pokok pikiran jika tak mampu 
menyusunnya secara mengena?

Demikianlah pengalaman saya selama menjadi “editor”. Tugas yang saya terima 
dengan senang hati sebagai semacam “pencerahan” dan “rangsangan” bagi alur 
kehidupan.***

Bandung, 7 Mei 2005



 


Biodata Penulis 


Rohyati Sofjan lahir di Bandung, 3 November 1975. Anggota Mnemonic Gank Menuliz 
yang bermarkas di Wabule (Warung Buku Lesehan), pembelajar gramatika bahasa 
Indonesia di milis guyubbahasa Forum Bahasa Media Massa (FBMM). Mengambil mata 
kuliah di universitas kehidupan berupa aku berpikir maka aku ada, aku bertanya 
maka aku mengada, dan aku menulis maka aku akan merasakan keberadaan orang lain 
pula dalam hakikat ada dan ketiadaan. Sebagian proses kreatifnya dalam 
memandang hal-ihwal kehidupan tersebar di Pikiran Rakyat, Galamedia, Jendela 
Newsletter, antologi bersama Bandung dalam Puisi versi Yayasan Jendela Seni 
Bandung (YJSB), Annida, Republika, www.cybersastra.net. Syir’ah, Jawa Pos, BEN! 
WAE, Dian Sastro for President! End of Trilogy, www.angsoduo.net, dan beberapa 
milis lain. 

Sejak 3 Mei memutuskan berhenti dari toko elektro tempatnya mencari sumber 
penghasilan tetap (sehingga bisa membaca dan menulis) selama lebih dari 3 
tahun; agar bisa memulai babak baru untuk total menulis setelah setiap hari 
lelah dihantam urusan pekerjaan yang 8 jam -- lalu 12 jam lebih -- minus libur. 
Alamat korespondensi: [EMAIL PROTECTED]  




                
---------------------------------
Discover Yahoo!
 Stay in touch with email, IM, photo sharing & more. Check it out!

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to