http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/04/opini/1726416.htm
Menolak Pilkada Simsalabim Oleh Ray Rangkuti PERNYATAAN banyak anggota KPUD tentang minimnya persiapan pilkada langsung Juni 2005, merupakan persoalan serius. Jika dilihat dari alokasi waktu yang tersedia, penyelenggaraan pilkada tidak memiliki cukup waktu. Bila pemungutan suara untuk pilkada dilaksanakan paling lambat 27 Juni, maka waktu efektif yang tersedia tinggal beberapa hari saja, tidak cukup normal untuk hajatan sepenting itu. Selain waktu, ketidakjelasan alokasi dana APBN dan APBD, kesiapan personel, mulai munculnya ketegangan dan protes-protes masyarakat, sosialisasi yang minim, juga merupakan faktor yang mengkhawatirkan. Harus diingat, pelaksanaan pilkada langsung merupakan kegiatan politik daerah yang bersifat baru. Meski peristiwa pemilu merupakan kegiatan rutin lima tahunan, dan telah dilaksanakan berulangkali-termasuk pemilu presiden dan wakil presiden di mana sistem dan mekanisme pemilunya hampir sama dengan pelaksanaan pilkada langsung-tetapi tidak dengan sendirinya kita berasumsi bahwa segala hal akan mudah dilaksanakan. Berbekal pengalaman pengelolaan pemilu sebelumnya, tetapi melupakan tantangan yang muncul oleh situasi dan perbedaan lain, merupakan kealpaan yang dapat mencederai pilkada langsung yang demokratis dan berkualitas. Peraturan pemerintah sebagai faktor UU No 32/2004 menggariskan keterlibatan pemerintah dalam pembuatan regulasi pelaksanaan pilkada. Setidaknya keterlibatan itu dinyatakan dalam lima pasal. Yakni Pasal 65 Ayat (4) tentang tata cara pelaksanaan masa persiapan dan masa pelaksanaan, Pasal 89 Ayat (3) tentang pemberian bantuan kepada pemilih cacat fisik, Pasal 94 Ayat (2) tentang pemberian tanda khusus di TPS, Pasal 111 Ayat (4) tentang tata cara pelantikan dan pengaturan pasangan terpilih, dan pasal 114 ayat (4) tentang tata cara menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan hak sebagai pemantau. Meski tertulis hanya dalam lima pasal, kenyataannya hampir seluruh tahapan pelaksanaan pilkada amat tergantung pada regulasi pemerintah. Tanpa mengacu regulasi itu, seluruh keputusan KPUD tentang petunjuk teknis pelaksanaan pilkada tak dapat ditetapkan. Ketergantungan itulah yang membuat salah satu aspek mengapa regulasi KPUD tentang pilkada terlambat diterbitkan. Hal sama menjadi dasar argumentasi bagi DPRD untuk tidak segera membentuk panwas pilkada. Sayang, pemerintah seolah tak memiliki perasaan urgen atas penetapan PP Pilkada. Padahal, jika dilihat dari aspek waktu, masa bagi penerbitan PP Pilkada memiliki cukup waktu. Terhitung sejak UU No 32/2004 ditetapkan 15 Oktober 2004, setidaknya ada waktu dua bulan (dengan asumsi jadwal pilkada selama 180 hari, dimulai Januari 2005) untuk menerbitkan PP Pilkada. Atau jika pelaksanaan pilkada dipadatkan lima bulan (150 hari) masih ada waktu untuk menyelesaikan PP Pilkada selama tiga bulan. Jadi keterlambatan penetapan PP Pilkada dengan aneka alasan dan faktor seperti dikemukakan pemerintah, tampak kurang memiliki basis argumentasi yang rasional. Menunda pilkada Sekarang, bagaimana mencari solusi atas keresahan anggota KPUD itu? Apakah alternatif penundaan pilkada dimungkinkan? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus memerhatikan aspek legalitas penundaan pilkada. Berbeda dengan UU No 12/2003 dan UU No 23/2003, UU No 32/2004 tidak memuat tata cara penetapan dan pelaksanaan penundaan pilkada. Dalam UU No 12/2003 dan dalam UU No 23/2003 penundaan pemilu dapat dilakukan apabila di sebagian atau seluruh daerah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, atau bencana alam yang mengakibatkan sebagian atau seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan (Pasal 119 Ayat 1 UU No 12/2003 dan Pasal 74 Ayat 1 UU No 23/2003). Satu-satunya alasan yang diperkenankan UU No 32/2004 untuk menunda pilkada hanya berkenaan dengan adanya salah satu calon atau pasangan calon yang berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga calon kurang dari dua pasangan. Maka pilkada dapat ditunda selama 30 hari (Pasal 63 Ayat 3). Atau salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, maka tahapan pilkada dapat ditunda selama 30 hari (Pasal 64 Ayat 1). Di luar dua ketentuan itu, penundaan pilkada tak dapat diperkenankan. Karena luput dinyatakan dalam UU, ketentuan penundaan pilkada lalu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2005 tentang Perubahan atas PP No 6 Tahun 2005. Pada Pasal 149 Ayat 1 dan 2 disebutkan, penundaan pilkada dapat dilaksanakan karena ada bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan atau gangguan lain di seluruh atau sebagian wilayah pemilihan yang mengakibatkan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Bila seluruh tahapan pilkada gubernur dan wakil gubernur tidak dapat dilaksanakan maka penundaannya ditetapkan dengan keputusan presiden setelah diajukan oleh gubernur atas usul KPUD provinsi melalui pimpinan DPRD provinsi. Jika hanya di sebagian tahapan, cukup dengan keputusan Menteri Dalam Negeri setelah diajukan gubernur atas usul KPUD provinsi melalui pimpinan DPRD provinsi. Penundaan seluruh dan sebagian tahapan pilkada langsung di tingkat kabupaten/kota diajukan gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada bupati/wali kota atas usul KPUD kabupaten/kota melalui pimpinan DPRD kabupaten/kota. Kalimat "gangguan lainnya" dalam ayat itu dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan Perpu No 3/2005 yang menyebutkan, faktor belum tersedianya dana, perlengkapan, personel, atau keadaan wilayah pemilihan, pilkada langsung dapat ditunda. Mengambil inisiatif Dengan menimbang berbagai kendala pelaksanaan pilkada langsung, dan adanya dasar hukum yang kian jelas, sudah sewajarnya KPUD mengambil inisiatif untuk mempertimbangkan alternatif penundaan pilkada. Menunda pelaksanaan pilkada dua atau tiga bulan (dapat dilaksanakan bulan Agustus atau September) merupakan solusi yang rasional. Dengan begitu akan ada waktu lebih lapang bagi KPUD guna menyusun jadwal dan program pilkada yang lebih terencana dan partisipatif. Pada saat bersamaan, partisipasi masyarakat juga dapat ditingkatkan. Dengan begitu, kita terhindar dari kemungkinan melaksanakan pilkada simsalabim, semata-mata bertujuan hanya untuk pilkada sendiri, bukan demi menegakkan dan mencapai proses demokrasi yang sehat. Ray Rangkuti Direktur Eksekutif KIPP Indonesia [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/