http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/06/opini/1794732.htm
Menonton Dwitunggal "Berlomba" Oleh Herry Tjahjono WAKIL Presiden Jusuf Kalla (JK) membantah adanya perpecahan dan kompetisi diam-diam antara dirinya dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bantahan itu dikatakan JK terkait hasil studi Reform Institute yang menyebutkan terjadi persaingan diam-diam antara SBY dan JK sehubungan terpilihnya JK sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar (Detikcom, 30/5/2005). Ini isu menarik, mengingat faktor "sinergi" di antara keduanya akan secara signifikan "menentukan" nasib dan masa depan negeri ini. Kompetisi? Sebenarnya bukan sesuatu yang tabu, bahkan diperlukan, meski antara SBY (Presiden) dengan JK (Wapres) sekalipun. Sebab, menurut hukum perilaku organisasi, tanpa napas kompetisi antaranggota organisasi, output dan outcome organisasi tak akan optimal. SBY, beserta JK, kabinet, dan segenap jajaran birokrasi lain, adalah sebuah "organisasi" (pemerintahan) SBY-JK. Pertanyaannya, kompetisi macam apa yang diperlukan? Merujuk artikel "Impikan Dwitunggal di Republik Bencana" (Kompas, 26/1/2005), yang diperlukan adalah kompetisi SBY-JK sebagai "dwitunggal", bukan sebagai "dwi-pemimpin". "KOMPETISI (bersifat) dwitunggal" itu memerlukan beberapa kondisi. (1) Sekali lagi, pemerintahan SBY-JK beserta jajarannya wajib dipandang dan diperlakukan sebagai "organisasi" beserta segenap hukum, dinamika, dan perilaku organisasinya; (2) Hukum, dinamika, dan perilaku organisasi yang relatif sempurna dan baik adalah organisasi yang "sehat". Untuk menjadi organisasi sehat, organisasi itu harus bersifat holistik, bukan fragmentatif. Ini mengadaptasi konsep fisikawan David Bohm tentang sense of wholeness; holistik-whole-health. Implikasi dari dua kondisi organisatoris itu melahirkan dua aspek organisatoris. (1) Organisasi holistik mensyaratkan kesediaan semua anggotanya (termasuk SBY dan JK) untuk mengubah paradigma atau mind set agar tidak lagi berpikir serba fragmentatif, segmental, berorientasi partai asal, kelompok, apalagi diri sendiri. Ini wajib hukumnya selama mereka menyandang predikat, status, dan jabatan dalam "organisasi pemerintahan". (2) Organisasi perlu membuat job accountability (pertanggungjawaban jabatan) yang jelas untuk semua jabatan yang ada. Uraian jabatan (job description) saja sudah kurang memenuhi syarat, diperlukan job accountability yang mencakup bukan hanya uraian tugas dan kewajiban, tetapi juga pertanggungjawaban jabatan dalam bentuk SMART (specific, measureable, attainable, realistic, timeliness). Dari dua kondisi dan dua aspek organisatoris itu, disepakati sebuah "semangat kompetisi" tertentu bagi semua anggota organisasi pemerintahan SBY-JK. Sebab, jika mengadaptasi Robert Bannister, seorang pakar olahraga dan (psikologi) kompetisi, organisasi akan melahirkan winning team jika memiliki competition spirit yang spesifik dan jelas. Maka, sesuai konteks tulisan ini, semangat kompetisi yang tepat bagi "organisasi SBY-JK" adalah "semangat lomba", berlomba, bukan semangat (ber)tanding! Dalam perlombaan, tiap peserta (lomba) berusaha "meraih prestasi terbaik". Sedangkan dalam pertandingan, tiap peserta bertujuan "menjadi pemenang". Maka, semangat lomba amat relevan. Dalam perlombaan, secara esensial sebenarnya tak ada yang kalah atau memang. Yang ada, peserta tercepat (lomba lari), lainnya kurang cepat atau lambat. Sedangkan dalam pertandingan akan ada yang ditaklukkan, misalnya pertandingan tinju. SBY dan JK khususnya, juga para menteri, akan berlomba untuk mencapai prestasi, peak performance sesuai job accountability masing-masing, yang semuanya (sadar atau tidak) akan berkolaborasi membentuk sinergi bersama dalam organisasi yang holistik. UNTUK bisa mencapai semangat lomba dalam organisasi holistik, kembali mengadaptasi Robert Bannister, setidaknya diperlukan tiga kondisi psikologis, disebut "3 C". Pertama, konsentrasi (concentration); menyangkut kualitas mental untuk fokus terhadap job accountability masing-masing secara konsisten. It is the mental quality to focus on the task (job accountability) in hand. Konsentrasi wajib ditujukan hanya pada job accountability sesuai jabatan masing-masing (baik sebagai presiden, wapres, maupun menteri), bukan pada kepentingan lain, baik menyangkut partai atau lainnya. Kedua, kepercayaan diri (confidence); dipengaruhi jarak atau gap antara job accountability yang disandang dan kemampuan diri (ability). Semakin jauh jaraknya, kian rendah kepercayaan diri. Gap analysis perlu dilakukan, terutama oleh setiap atasan sesuai level-level secara struktural terhadap bawahannya. Terjadinya sebuah gap bisa dipecahkan dengan dua cara; (1) anggota bersangkutan wajib melakukan pemberdayaan diri, maka diperlukan kultur organisasi pembelajaran (learning organization); (2) jika anggota bersangkutan tidak mau melakukan pemberdayaan diri, atau mau melakukan tetapi tetap terjadi gap signifikan, maka punishment perlu diberlakukan tegas dan obyektif. Ekstremnya, jika perlu prinsip Jim Collins (dalam Good to Great); put the right people on the bus and kick the wrong people out of the bus perlu dilakukan. Segala macam interes lain, termasuk politik, harus ditempatkan di bawah gap analysis ini. Ketiga, kontrol (control); berupa pemantauan dan pengendalian keadaan emosi anggota organisasi setelah gap analysis dilakukan. Lack of confidence akibat gap analysis, jika tidak dipantau dan dikontrol, akan melahirkan dua ekses psikologis destruktif lain; kecemasan (anxiety) dan kemarahan (anger). Maka diperlukan kesediaan dan keterampilan para pemimpin (sesuai stratanya) untuk melakukan personal approach terhadap bawahannya. Tetapi, khusus untuk kemarahan, jika pendekatan personal tak mempan, pendekatan obyektif perlu dilakukan, misalnya melalui mekanisme punishment yang jelas dan transparan. Sebab, mendiamkan "kemarahan" bersarang terlalu lama amat membahayakan. Selain yang bersangkutan tidak pernah meraih peak performance, juga bisa menimbulkan perilaku indisipliner dalam berbagai skala dan versinya. Aneka perilaku anggota (mulai dari wapres, menteri, dan lainnya)-yang suka jalan sendiri, tersinyalir korupsi, bahkan pasif, juga yang konyol dengan berbagai pernyataannya, ketiduran padahal harus menghadiri acara-semuanya contoh perilaku indisipliner. Semua perilaku indisipliner itu sudah terjadi. Secara umum bisa jadi mereka diam-diam merasakan adanya gap yang dimaksud. Meski tampak sederhana, SBY mesti tanggap dan mulai "mengontrol" aspek psikologis berupa kemarahan yang terjadi pada bawahannya. Sekali lagi, tak ada yang salah dengan sebuah kompetisi selama masih dalam koridor seperti dimaksudkan dalam tulisan ini. Demikian juga dengan sinyalemen kompetisi JK versi Reform Institute terkait kapasitas JK sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. Syaratnya, begitu masuk "organisasi" (pemerintahan), JK adalah JK sebagai Wapres, menanggalkan jabatan apa pun. Dan JK yang Wapres wajib mengikuti semua aturan main organisasi holistik dengan semangat lomba yang ada. Isu-isu soal keretakan dan konflik soal "SBY-JK" mulai sering beredar di masyarakat. Daripada berkembang tak sehat, tak keruan, dan kontraproduktif, tak ada salahnya SBY sebagai pemimpin organisasi (pemerintahan) tertinggi mulai melirik konsep organisasi holistik dengan semangat lombanya. Kami sebagai rakyat akan lebih senang menonton "dwitunggal yang berlomba" dibanding "dwi-pemimpin yang bertanding". Selamat "berlomba"! Herry Tjahjono Corporate HR Director & Corporate Culture Therapist, Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/