Media Indonesia

      Selasa, 09 November 2004


      Menyambut TNI di Bawah Dephan

      M Fadjroel Rachman, Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara 
Kesejahteraan
     
      ''TENTARA Nasional Indonesia (TNI) idealnya berada di bawah Departemen 
Pertahanan (Dephan), sedangkan kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri,'' 
ujar Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Sebenarnya istilah ideal sudah tidak 
perlu lagi, karena itulah salah satu agenda politik transisional terhadap ABRI 
enam tahun lalu ketika reformasi diluncurkan. Habibie, Abdurrahman Wahid, 
Megawati, tidak menjadikan agenda demiliterisasi warisan Jenderal Besar 
Soeharto sebagai prioritas. Akibatnya, energi reformasi habis di luar masalah 
utama menghapus militerisme dan menegakkan nilai, peraturan, lembaga, dan 
praktik demokrasi. Di tengah peluang itu militerisme pun berganti baju, dari 
praktik ekstrakonstitusional di bawah Soeharto dengan Dwifungsi ABRI menjadi 
praktik konstitusional melalui UU TNI dan UU Pertahanan.

      Apakah semangat baru yang dilontarkan oleh Menhan ini akan berujung pada 
upaya membongkar semua pilar praktik militerisme yang sudah berurat berakar 
sejak Soekarno, lalu dipercanggih Soeharto, dan diparipurnakan oleh eksekutif 
dan legislatif baru dalam bentuk perundangan? Karena Presiden Jenderal Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan visi berbeda dalam Dialog Calon Presiden 
dan Calon Wakil Presiden yang digelar KPU, 1 Juni. SBY tetap meyakini bahwa 
Panglima TNI lebih tepat berada di bawah presiden sebagai kepala negara.

      ***

      Apakah soalnya hanya menempatkan TNI di bawah Dephan, lalu soal 
militerisme yang membelit praktik politik di Indonesia berakhir? Apakah soal 
ini hanya berkaitan dengan keresahan Menhan bahwa, UU TNI dan UU Pertahanan 
hanya memberikan wewenang kepada Menhan menyusun strategi, kebijakan, dan 
dukungan administrasi, sedangkan untuk pengerahan dan penggelaran pasukan 
Panglima TNI langsung di bawah presiden. Bila hanya ini soalnya, praktik 
militerisme akan tetap berjalan di Indonesia. Tesis yang ingin dikembangkan 
bahwa sipil ataupun mantan militer yang berkuasa di Indonesia, maka militerisme 
akan tetap langgeng. Bagaimana mungkin? Karena militerisme sebagai paham dan 
sistem mendapatkan basis dukungan empat pilar militerisme di Indonesia yaitu:

      Pertama, kekaryaan, hampir tidak ada jabatan publik yang rentan untuk 
diduduki anggota ABRI aktif semasa Orba, namun sekarang UU TNI memberikan basis 
legitimasi baru bagi prajurit aktif untuk bertindak serupa, menjadi pejabat 
struktural di departemen maupun lembaga di bawah departemen.

      Kedua, komando teritorial, selama Orba inilah kekuatan represif yang 
paling efektif dan ditakuti masyarakat sipil, dari Kodam, Korem, Kodim, 
Koramil, Babinsa, mereka dapat melakukan apa pun atas nama stabilitas dan 
keamanan.

      Ketiga, bisnis TNI, bila ditarik ke belakang tampaknya bermula dari 
proses nasionalisasi perusahaan Belanda di zaman Soekarno. Hingga sekarang 
gurita bisnis TNI (dan Polri) adalah kekuatan modal strategis di Indonesia 
selain modal asing, modal BUMN, modal konglomerasi.

      Keempat, kedudukan TNI di bawah presiden, dan posisi Panglima TNI dalam 
pengambilan keputusan politik di kabinet. Inilah sumber persoalan yang 
diutarakan Menhan Juwono Sudarsono. UU TNI jelas menegaskan pada Pasal 3 (1) 
dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah 
presiden; sedangkan pasal (2) berbunyi, dalam kebijakan dan strategi pertahanan 
serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. 
Padahal, untuk memodernisasi sistem pertahanan negara dan juga untuk 
mengakomodasi demokrasi di tubuh TNI, kedudukan TNI semestinya berada di bawah 
Departemen Pertahanan, sedangkan jabatan Panglima TNI dihilangkan diganti 
dengan Kepala Staf Gabungan yang pimpinannya digilir dari Angkatan Darat, 
Angkatan laut, dan Angkatan Udara.

      Perubahan UU TNI dan UU Pertahanan

      Tentu upaya untuk menempatkan TNI di bawah Dephan harus disambut positif 
sebagai salah satu upaya untuk membongkar pilar militerisme (dulu Dwifungsi 
TNI) di Indonesia. Bahwa upaya ini mengharuskan Dephan untuk merombak visi 
presiden terpilih SBY, itu tantangan pertama. Karena bila tantangan pertama ini 
dilewati, akan lebih mudah bagi Menhan membicarakan langkah selanjutnya dengan 
Markas Besar TNI dan semua Kepala Staf Angkatan. Persetujuan internal di tubuh 
TNI dengan visi baru kedudukan TNI pada presiden akan memudahkan 
Menhan/pemerintah untuk menyusun upaya perubahan UU TNI dan UU Pertahanan 
sebagai langkah utama mendemokratisasikan TNI.

      Namun, sebagaimana paparan di atas, tugas utama reformasi TNI adalah 
upaya untuk membongkar semua pilar militerisme yang berurat-berakar di 
Indonesia. Bila sikap setengah hati, dan kompromistis yang keterlaluan, bahkan 
tanpa arah dari eksekutif dan legislatif seperti yang ditunjukkan pemerintahan 
Megawati, demokrasi kita akan terjerembab lagi ke titik nol. Karena itu, bila 
disepakati untuk merombak UU TNI dan UU Pertahanan, hendaknya keempat pilar 
militerisme tersebut di atas benar-benar dihapuskan, tak diperlukan lagi 
kompromi yang tak masuk akal. Agar proses dan hasilnya benar-benar mewakili 
suara publik, hendaknya pembahasan maupun perubahan itu melibatkan 
seluas-luasnya suara publik. Jangan terkesan sembunyi-sembunyi dan dipaksakan 
seperti pengesahan UU TNI terakhir, sehingga kita semua dapat menyebut keduanya 
nanti UU TNI-Demokratis dan UU Pertahanan-Demokratis, bukan sebaliknya.

      Sehingga kita semua, TNI dan rakyat, dengan lega mengucapkan selamat 
tinggal terhadap militerisme di Indonesia, dan tidak perlu lagi menghabiskan 
energi bertengkar tentang dikotomi militer-sipil, atau meributkan capres mantan 
militer. Sebab, bila tidak ada lagi basis militerisme di Indonesia, supremasi 
sipil menjadi motor dan penjaga aktif perkembangan demokrasi sosial di 
Indonesia. ***
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke