http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=109620
Mewujudkan Negara Adidaya Ekonomi Oleh H Ikhsan L Chairudin Senin, 23 Mei 2005 Apakah mungkin Indonesia menjadi negara Adidaya di bidang Ekonomi? Pertanyaan ini muncul mencermati tidak adanya perencanaan yang mengarah kepada pencapaian keadidayaan di bidang ekonomi. Enam tokoh bangsa telah menduduki kursi kepresidenan, tetapi belum terlihat adanya minat atau pikiran pembuatan perencanaan ke arah adidaya ekonomi. Kapan Indonesia akan mulai menjadi negara adidaya di bidang ekonomi, tak pernah direncanakan secara jelas. Adidaya ekonomi berarti Indonesia akan mempunyai APBN yang besar pada setiap sektor. Hampir semua kebutuhan utama, seperti bidang pendidikan, keamanan, kesehatan dan lain sebagainya, akan dapat dipenuhi. Dengan anggaran pendidikan yang besar maka akan semakin besar pula jumlah orang Indonesia yang terpelajar. Dan, dengan besarnya anggaran keamanan maka akan semakin besar pula peluang Indonesia memiliki persenjataan mutakhir dan lengkap yang dapat melindungi teritorial Indonesia dari kemungkinan klaim atas pulau dan serangan pihak luar. Begitu juga di sektor kesehatan dan sektor lainnya. Semakin besar anggaran yang disediakan, akan semakin besar pula masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang baik di bidang-bidang tersebut. Persoalannya, dari mana Indonesia akan mendapatkan dana untuk anggaran-anggaran tersebut? Tentu saja dari sektor pajak. Namun pertanyaannya, apakah rezim pemerintahan - baik sekarang maupun yang akan datang - mempunyai kemampuan menciptakan penerimaan pajak yang besar tanpa mencekik leher sumber pendapatan rakyat? Mungkin sebagian besar rakyat akan mengatakan bahwa hal itu di luar jangkauan pikiran mereka. Ini mengingat telah 60 tahun Indonesia merdeka namun rezim pemerintahan masih berperan sebagai penguasa seperti layaknya pemerintahan penjajah yang lebih menekankan kekuasaan. Rakyat diwajibkan membayar pajak dengan harga yang sudah ditetapkan negara, tanpa ada pelaporan kembali kepada masyarakat atas penggunaan uang hasil pungutan mereka. Begitu juga kebutuhan pokok masyarakat cenderung dikuasai dan dimonopoli pemerintah dan dijual ke masyarakat dengan harga pasar internasional. Sebagai contoh dalam kasus produksi BBM, yang patokan harganya di masyarakat disesuaikan dengan kenaikan harga pasar dunia. Hal ini tentu bertentangan dengan maksud pasal 33 UUD 1945. Karena, pemerintah memperlakukan rakyatnya sebagai segmen pasar yang dapat dikuasai dan dipaksa untuk mengkonsumsi produknya lantaran tidak dapat bersaing di pasar bebas yang banyak pesaing. Pemerintah hanya "jago" menjual produknya ke pasar yang terpaksa harus membeli. Tak luput juga dengan listrik, harga yang diberikan kepada rakyat adalah harga internasional, dan suplai dari listrik tersebut dimonopoli sendiri oleh negara melalui PLN. Pihak swasta tidak diberi kesempatan untuk menjual listrik langsung kepada masyarakat, walaupun harga yang ditawarkan pihak swasta lebih rendah 40-50% dari harga yang ditetapkan pemerintah. Ironis memang, rakyat selalu dijadikan korban dan diperlakukan sebagai kambing hitam atas setiap kegagalan mereka. Melihat fenomena di atas, wajar apabila kebanyakan dari warga masyarakat merasa pesimis dengan kemampuan Indonesia untuk bisa terbebas dari kemiskinan. Apalagi, untuk bisa menjadi negara adidaya di bidang ekonomi. Terlepas dari hal di atas, sebenarnya ada sebagian kecil orang yang memiliki kemampuan - apabila diberi kesempatan - untuk menjadi pimpinan yang baik di masa-masa mendatang. Orang macam ini mempunyai kemampuan dapat merubah peran pemerintah sebagai penguasa dan regulator, menjadi "pemegang saham istimewa" atas semua aktivitas ekonomi yang ada di Republik Indonesia. Selama ini pemerintah cenderung bertindak sebagai penguasa dan regulator tanpa terlibat langsung dalam aktivitas ekonomi rakyat. Untuk menjadi negara adidaya di bidang ekonomi, pemerintah di masa-masa mendatang tidak boleh lagi sekadar bertindak sebagai penguasa dan regulator. Pemerintah harus memosisikan diri sebagai pemegang saham istimewa, dengan terlibat langsung dalam aktivitas ekonomi rakyat. Budaya baru untuk menghapus kesan angker menjadi partner dalam segala bidang usaha perlu diciptakan di Republik ini. Sebagai partner masyarakat tentu pemerintah akan meletakkan perannya sebagai fasilitator dan pemberi kemudahan bagi terciptanya transaksi yang menghasilkan PPN. Ini bisa disimak dari pengalaman sejumlah negara yang merdeka setelah Indonesia. Dengan cepat mereka berpindah status dari negara terbelakang menjadi negara maju, bahkan dengan trade mark sebagai negara adidaya di bidang ekonomi. Ini karena pemerintah negara tersebut menerapkan sistem partnership di dunia usaha. Kita ambil contoh Korsel. Negara ini baru memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1948. Kemudian, negeri ini memasuki periode perang saudara hingga memperburuk situasi ekonominya. Pada tahun 1957 GNP per kapita Korsel masih jauh di bawah GNP per kapita rakyat Indonesia. Dan, pada tahun 1997, Korsel juga mengalami krisis ekonomi seperti Indonesia. Namun sekarang ini, Korsel sudah berpindah menjadi negara maju di bidang industri. Negeri ini bahkan telah menjadi negeri adidaya ekonomi dengan GNP per kapita mencapai 20.000 dolar AS. Barang-barang konsumsi dan produk industri buatan Korsel pun telah membanjir hampir di seluruh pelosok pasar dunia. Produk industri buatan Korsel bahkan tidak sebatas sebagai substitusi atau follower saja, tetapi sudah menjadi market leader atau trend setter. Keberhasilan Korsel dari negara terbelakang menjadi negara industri maju, tidak terlepas dari kemampuan para pemimpin pemerintahannya sejak awal kemerdekaan hingga kini. Kekuatan visi masa depan pemerintahan Korsel setelah selesainya perang saudara, merupakan akar kemajuan negeri ginseng ini. Bagaimana dengan Indonesia? Kelihatannya Indonesia belum mempunyai visi masa depan yang jelas. Dari rezim pemerintahan satu ke rezim pemerintahan berikutnya terlihat masih dipimpin oleh kelompok atau kaum oportunis yang memanfaatkan aji mumpung. "Mumpung saya dan kelompok saya sedang berkuasa, yang saya pikirkan dan yang saya dahulukan adalah kepentingan saya dan kelompok atau partai saya saja. Masa bodoh dengan nasib masyarakat dan atau generasi penerus." Itulah kesan yang terpatri selama ini. Ironisnya, kesan tersebut, akhir-akhir ini justru semakin mengental. Ini seiring dengan maraknya para oportunis berebut posisi di partai-partai yang ujung-ujungnya ingin menjadi petinggi di suatu rezim pemerintahan. Kondisi tersebut jelas akan memperpanjang penderitaan rakyat karena kepedulian untuk memberdayakan mereka, semakin berkurang. Kondisi ini juga menghambat tekad Indonesia untuk bisa keluar dari kemiskinan. Apalagi untuk bisa menjadi negara adidaya di bidang ekonomi, cita-cita itu pun semakin jauh dari harapan. Terlepas dari itu, kita harus tetap optimis bahwa sebuah cita-cita - seberat apa pun - akan dapat diwujudkan bila ada kesungguhan untuk merealisasikannya. Dengan kerja keras, bangsa Indonesia akan tetap memiliki peluang untuk bisa menjadi negara adidaya di bidang ekonomi di masa-masa mendatang. Untuk dapat mewujudkan harapan ini, salah satu poin yang cukup penting adalah mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) seluas-luasnya. Hanya dengan SDM yang berkualitas, kita akan mampu menghasilkan produktivitas kerja yang efektif dan efisien. Ini akan dapat mendorong terciptanya produk-produk barang buatan dalam negeri yang berkualitas, yang memungkinkan dapat bersaing dengan produk-produk bangsa lain. *** (Dr H Ikhsan L Chairudin, pengamat ekonomi, Presiden Direktur PT Haseda Remindo). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Has someone you know been affected by illness or disease? Network for Good is THE place to support health awareness efforts! http://us.click.yahoo.com/OCfFmA/UOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/