http://www.sinarharapan.co.id/berita/0412/27/opi01.html


Minyak Indonesia vs Rugi BBM
Oleh Bachrawi Sanusi

Harga LPG sudah naik. Pembaca Sinar Harapan pasti tahu, harga BBM sejak Orde 
Baru masih tetap sebagai imam harga dan tarif berbagai komoditas. Penulis 
heran mengapa sejak jauh hari kenaikan harga BBM hingga 40% sudah 
disosialisasikan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla. Walau untuk APBN 2005 
belum ada perubahan patokan harga minyak.
Pada waktu Orde Baru, "penyesuaian" (istilah kenaikan harga BBM ) yang 
diumumkan kurang dari sehari saja, terjadi antrean panjang di pompa-pompa 
bensin, belum lagi pangkalan miyak tanah banyak yang tidak menjual minyak 
tanah, mereka menantikan sampai esok pagi dengan harga baru.
Mengapa rencana kenaikan harga BBM sudah jauh hari disosialisasikan, layak 
jika para penimbun dan terutama harga-harga sembako sudah serba-naik. 
Walaupun diberitahukan bahwa harga minyak tanah dan solar tidak naik. 
Pedagang apa saja tidak perduli, dua jenis BBM itu tidak dinaikkan, mereka 
lebih dahulu mengambil kesempatan menaikkan harga-harga barangnya. Celakanya 
jika pada saatnya harga BBM dinaikkan harga-harga sembako khususnya, 
kemungkinan besar menaikkan lagi harga sembakonya.
Apalagi dengan alasan pemerintah yang didukung para ahli yang menyatakan 
bahwa subsidi BBM yang banyak menikmati subsidi BBM yakni golongan menengah 
ke atas ( terutama para pengusaha). Perlu dikaji, bagi pengusaha yang 
umumnya sebagai wajib pajak dan objek pajaknya sangat besar tidak 
berkeberatan harga BBM dinaikkan walau harga BBM sama atau lebih mahal dari 
harga BBM di negara-negara maju atau industri.
Mereka menghitung harga BBM naik setinggi apa pun akan dimasukkan ke dalam 
biaya produksi yang akhirnya harga jualnya dinaikkan bahkan bisa melebihi 
persentase kenaikan harga BBM. Masalahnya benefit-nya juga dinaikkan 
setinggi mungkin. Daya saing secara global makin lemah, barang-barang 
selundupan makin ramai.
Oleh karena LPG merupakan produk PT Pertamina, jika terus rugi dari LPG 
pasti PT Pertamina bisa dibubarkan. Oleh karena itu tanpa seizin DPR, LPG 
dinaikkan. Inilah akibat dari UU Migas yang berhasil memperkecil usaha PT 
Pertamina sebagai BUMN, apalagi sudah ada Badan Pelaksana Migas (BP Migas) 
yang bagaikan Badan Usaha Milik Pemerintah ( BUMP) yang tanpa adanya Dewan 
Komisaris dan Dewan Pengawasnya terhadap BUMP, masalahnya pemerintah sudah 
menjadi pelaku bisnis.

Minyak Indonesia
Setelah ditemukannya minyak dari lepas pantai, produksi minyak bumi 
Indonesia semakin meningkat. Sebagai gambaran pada tahun 1960 produksi 
minyak mentah Indonesia hanya 0,355 juta barel per hari hanya dari daratan.
Dalam masa Orde Baru, pada tahun 1971 produksi minyak mentah Indonesia naik 
menjadi 0,892 juta barel per hari di antaranya mulai dari hasil minyak lepas 
pantai hanya 0,011 juta barel per hari. Pada tahun 1977 produksi minyak 
mentah Indonesia terus meningkat menjadi 1,694 juta barel per hari di 
antaranya dari minyak lepas pantai sebanyak 0,60 juta barel per hari.
Kemudian produksi minyak bumi Indonesia terus turun. Indonesia sebagai 
penghasil minyak ke-17 terbesar di dunia atau sekitar 1,8% -nya. Walau 
produksi minyak Indonesia terus turun yang pada tahun 2004-2005 hanya 
sekitar 1,1 juta barel per hari. Cadangan minyak Indonesia diperkirakan 
sekitar 9,7 miliar barel.
Di satu pihak jumlah produksi minyak mentah yang pada tahun 1977 mencapai 
puncaknya hampir 1,7 juta barel per hari dan terus turun hingga sekarang dan 
tahun depan hanya sekitar 1,10 juta barel per hari. Di lain pihak jumlah 
kebutuhan BBM ( jenisnya: avtur, avgas, premium, minyak tanah, solar, minyak 
diesel, minyak bakar ) di dalam negeri terus meningkat. Pada tahun 2004 ini 
kebutuhan BBM akan mencapai sekitar 62,05 juta Kl, dan BBM yang harus 
diimpor sekitar 14,6 juta Kl.

Rugi/Subsidi BBM
Sejak tahun 1970-an, setiap ada rencana pemerintah akan menaikkan harga BBM 
hingga sekarang penulis selalu tidak setuju. Alasan utama penulis karena 
daya beli rakyat banyak masih rendah. Walau dalam Orde Baru, DPR dengan 
Golkar sebagai imamnya, selalu setuju setiap penyesuaian harga BBM.
Bagaimana DPR yang sekarang, setelah Jusuf Kalla terpilih menjadi Ketua Umum 
Golkar. Walau kebijakan kenaikan harga BBM tidak diukur dari pendapatan per 
kapita yang sepertinya semakin tidak merata, karena yang hidup di bawah 
garis kemiskinan masih cukup banyak.
Sejak puluhan tahun hingga perang Oktober 1973 negara-negara industri selalu 
diberi subsidi harga minyak dunia terutama dari OPEC, karena harga minyak 
dunia hanya di bawah US$ 2,50 per barel. Hukum permintaan dan penawaran 
untuk minyak sejak puluhan tahun tidak diberlakukan, karena terus ditentukan 
oleh para pengusaha minyak dunia. Harga minyak ditentukan secara sepihak. 
Oleh karena itu negara maju/industri semakin mulus perkembangannya. 
Bagaimana dengan Indonesia, yang harga BBM-nya akan terus dinaikkan.
Sesuai UUD 1945, minyak dan gas bumi milik negara yang berarti milik rakyat, 
layak pemerintah mengubah istilah subsidi BBM. Karena seperti tahun anggaran 
1986/87 pemerintah memperoleh Laba Bersih Minyak ( LBM ) dari penjualan BBM 
sebesar Rp 643,8 miliar. Jika laba diberi istilah LBM, mengapa kalau BBM di 
jual rugi selalu disebut hingga sekarang sebagai subsidi BBM.
Rugi BBM untuk meringankan hidup rakyat banyak. Apalagi dampak negatif ganda 
setiap kenaikan harga BBM terhadap kenaikan-kenaikan berbagai harga barang 
dan jasa. Jadi yang selama ini disebut subsidi BBM juga untuk meningkatkan 
kemakmuran rakyat.
Juga penulis beranggapan sejak tahun 1970-an, selama pendapatan negara dari 
MIGAS jauh lebih besar dibandingkan jumlah Rugi BBM/Subsidi BBM, pemerintah 
masih untung dari MIGAS. Untung pemerintah berarti untung buat rakyat. Bukan 
pemerintah masih untung dari MIGAS tetapi yang selalu dirugikan rakyat 
banyak
Apalagi dalam menghitung harga BBM bukan dimulai dari harga minyak pada 
tahap hulu (up stream) yang harga minyak mentah sebagai bahan baku yang 
diolah hanya sekitar kurang dari US$5,- per barel sampai sekitar lebih dari 
US$ 10, per barel, layak kalau biaya produksi BBM selalu tinggi karena harga 
minyak mentahnya dari harga ekspor/impor minyak mentah yakni mulai dihitung 
dari hilir (down stream). Jadi biaya produksi BBM sangat mahal, belum lagi 
kurs rupiah terutama terhadap dolar AS semakin anjlok.
Oleh karena itu kalau saja pemerintah berhasil menurunkan kurs dolar AS 
khususnya menjadi sekitar US$ 2.000,-atau Rp 1.000,- per US$, pasti tidak 
ada Rugi/Subsidi BBM yang ada adalah laba bersih minyak.
Jangan yang salah pemerintah yang belum mampu mengembalikan kurs rupiah yang 
semakin kuat, ternyata yang selalu dikorbankan rakyat banyak dengan cara 
yang mudah, siapa pun bisa kalau selalu menaikkan harga BBM, apalagi karena 
hanya alasan defisit anggaran belanja negara membengkak.

Penulis adalah Lektor Kepala Fakultas Ekonomi dan Anggota Pusat Kajian 
Energi Dan Sumber Daya Mineral Universias Trisakti.

 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$4.98 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: ppiindia@yahoogroups.com
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke