Tulisan berikut ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr

Catatan A. Umar Said


Nasional Demokrat beserta gerakan perubahannya




Barangkali saja ( sekali lagi, barangkali !)  dideklarasikannya kelahiran
ormas baru Nasional Demokrat pada tanggal 1 Februari 2010 di Istora Senayan
(kompleks Gelora Bung Karno) Jakarta bisa   merupakan peristiwa yang penting
sekali bagi kehidupan bangsa dan negara. Karena pentingnya, maka agaknya
patutlah mendapat perhatian dari banyak kalangan dan golongan. Termasuk
Anda, yang membaca tulisan ini.



Sebab, bagaimanapun juga, munculnya Nasional Demokrat adalah  satu fenomena
yang sangat menarik dalam situasi negeri kita dewasa ini. Sebagian dari
aspek-aspek yang menarik dari lahirnya ormas baru ini bisa kita coba
bersama-sama menelitinya. Yang berikut di bawah ini adalah berbagai hal,
yang berkaitan dengan lahirnya Nasional Demokrat ini :



Deklarasi yang mahal biayanya


Pertama-tama, untuk mendeklarasikan berdirinya  Nasional Demokrat telah
dikeluarkan biaya lebih dari RP 1 miliar (tapi tidak sampai Rp 4 miliar)
Biaya yang besar itu adalah untuk konsumsi 13 000 hadirin (kotak nasi dan
kueh), honor artis, penyanyi, musisi, penari dari berbagai daerah
(menurut Persda Network, 2 Februari 2010)



Seperti sudah dapat diduga, sebagian terbesar sekali dari pembiayaan upacara
besar-besaran dan megah ini, dikeluarkan oleh Surya Paloh, seorang pengusaha
besar, pimpinan Grup Media Indonesia, pemilik stasion televisi nasional yang
makin populer Metro TV, yang juga Ketua Dewan Pembina Golkar, dan pernah
mencalonkan diri sebagai calon presiden. Ketika Munas Golkar di Pakanbaru
tahun yang lalu, ia dikalahkan oleh Aburizal Bakri dalam pertarungan untuk
menjadi Ketua Umum Golkar.



Yang dipertanyakan oleh banyak orang adalah mengapa Surya Paloh bersedia
mengeluarkan biaya yang begitu besar untuk mendirikan Nasional Demokrat
bersama Sri Sultan Hamengkubuwono (kedua-duanya masih sebagai tokoh-tokoh
terkemuka Golkar,  dan menjadi inisiator didirikannya ormas baru ini). Ada
kalangan yang memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh sakit hati atau
marahnya Surya Paloh karena ia dikalahkan Aburizal Bakri. Ada pula yang
menduga bahwa karena Surya Paloh ingin mendirikan partai baru dan ikut dalam
pemilu presiden yang akan datang.



Apapun latar belakangnya, banyak kalangan yang meramalkan bahwa didirikannya
Nasional Demokrat ini tidak menguntungkan partai Golkar.



Gerakan perubahan dan restorasi Indonesia


Dalam berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh Nasional
Demokrat ditegaskan  bahwa Nasioal Demokrat adalah ormas baru yang
menyatakan diri sebagai suatu gerakan perubahan untuk merestorasi Indonesia.



Lahirnya satu ormas baru di Indonesia dengan slogan besar dan bendera
penting – yaitu : gerakan perubahan – adalah sangat menarik, ketika negara
dan bangsa kita berada dalam situasi yang penuh kebobrokan (ingat antara
lain banyaknya korupsi, kasus Bank Century, kerusakan moral, kebusukan
mental para pejabat dan politisi, yang sudah berjalan lama sekali)



Kalau Nasional Demokrat nantinya bisa sungguh-sungguh (!!!) membuktikan diri
sebagai gerakan perubahan untuk merestorasi Indonesia, maka kehadirannya
akan sangat memperkuat gerakan extra-parlementer Indonesia yang akhir-akhir
ini sudah mulai kelihatan berkembang dalam berbagai bentuk, cara dan jalan.



Apalagi kalau Nasional Demokrat bisa menjadi gerakan perubahan yang
betul-betul lintas partai, lintas agama, lintas suku, dan didukung oleh
sebanyak mungkin  lapisan masyarakat, sampai ke tingkat akar rumput.




Apa saja yang akan dirubah ?



Adalah suatu janji yang besar  -- atau  slogan yang kedengarannya tinggi --
ketika Nasional Demokrat berani menamakan diri sebagai gerakan perubahan.
Agaknya, orang pun bisa saja bertanya-tanya : “apa saja sih  yang mau
dirubah, dan dirubah menuju kemana atau untuk dirubah menjadi yang
bagaimana?”.



Sebab,  kalau betul-betul mau mengadakan perubahan,  pekerjaaan ini tidak
kecil dan mudah. Kerusakan atau kebusukan di negeri kita sudah terlalu besar
dan juga terlalu luas atau terlalu parah, yang disebabkan oleh pemerintahan
rejim militer Suharto, dan oleh sisa-sisa yang diwariskan Orde Baru

Jadi, justru segala yang berbau Orde Baru itulah yang perlu dirubah, atau
segala hal negatif yang bercorak Suharto-lah yang perlu dirombak. Tidak bisa
lain !!!



Gerakan perubahan tidaklah mungkin dilakukan dengan  (atau bersama-sama)
sisa-sisa Orde Baru atau pendukung politik Suharto. Artinya,  gerakan
perubahan (yang sungguh-sungguh !) tidaklah bisa dijalankan  oleh kalangan
yang anti-ajaran Bung Karno. Gerakan perubahan  yang sejati (!!!)  tentunya
menentang segala Suharto-isme. Karena, seperti yang sudah sama-sama kita
saksikan  selama 32 tahun Orde Baru, Suharto-isme adalah kontra-revolusi
besar-besaran, yang secara khianat sudah berusaha memadamkan revolusi rakyat
di bawah pimpinan Bung Karno. Suharto-isme adalah reaksioner, atau
kontra-revolusioner, artinya : kemunduran dan kerusakan atau pembusukan
bangsa dan negara.



Nasional Demokrat dan ajaran-ajaran Bung Karno


Karena Surya Paloh adalah tokoh tinggi Partai Golkar (Ketua Dewan Pembina)
dan Sri Sultan Hamengkubowono juga tokoh Golkar yang cukup ternama maka
ketika kita mendengar bahwa kedua tokoh ini menjadi inisiator Nasional
Demokrat maka timbul pertanyaan : “apa sih sebenarnya ormas baru ini ?”



Sebab, ketika upacara di Istora Senayan dilangsungkan, terasa sekali bahwa
suasana pada waktu kental sekali dengan “jiwa” Bung Karno. Suasana yang
mengingatkan kepada Bung Karnp ini diperkuat atau dipertegas dengan pidato
Surya Paloh yang  mengangkat peran Bung Karno dalam sejarah Republik
Indonesia. Ia mengingatkan lebih dari sepuluh ribu hadirin (yang memakai
baju biru sebagai uniform Nasional Demokrat) tentang keberanian Bung Karno
untuk menyelenggarakan GANEFO sebagai perlawanan Komite Olimpiade
Internasioal.



Surya Paloh dengan berapi-api mengungkap betapa pentngnya  pidato Bung Karno
di Sidang Umum PBB  ( “To build the world anew”)  dan ajaran-ajarannya
tentang nasionalisme, patriotisme, gotong royong, dan melawan
fikiran-fikiran yang hanya mementingkan diri sendiri atau golongan sendiri.



Yang menarik perhatian adalah bahwa Surya Paloh, sebagai tokoh tingkat atas
atas Partai Golkar, jelas-jelas banyak memuji-muji Bung Karno, sedangkan
satu patah kata pun tidak diucapkannya mengenai Suharto.



Ini adalah satu indikasi adanya perkembangan yang perlu diamati terus.
Apakah Nasional Demokrat selanjutnya akan “mengambil jarak” dari sisa-sisa
Orde Baru ? Apakah pidato Surya Paloh tentang Bung Karno betul-betul
berdasarkan ketulusan dan keyakinan ? Dan bukannya sekadar “taktik” atau
kemunafikan ? Dan apakah Nasional Demokrat akan betul-betul menjadi gerakan
perubahan untuk merestorasi Indonesia ? Kita akan saksikan, barangkali (!),
tidak lama lagi.



Sambutan hangat untuk Nasional Demokrat



Mengingat situasi politik di Indonesia dewasa ini, dapatlah kiranya
dikatakan bahwa lahirnya ormas baru Nasional Demokrat sebagai alat baru
(atau alat tambahan) bagi perjuangan banyak kalangan  adalah suatu hal yang
baik. Kekuatan gerakan extra-parlementer, yang kelihatan makin memainkan
peran penting akhir-akhir ini, bisa mendapat “tambahan tenaga ” yang kuat
dan penting.  Ketika peran partai-partai politik (dan juga DPR dan DPRD) dan
pemerintah makin kehilangan kepercayaan publik, maka peran gerakan
extra-parlementer yang kuat adalah besar (dan penting sekali). Ini sudah
ditunjukkan, sebagian, dengan pembongkaran kasus Bank Century.



Kita harapkan saja bahwa Nasional Demokrat nantinya memang betul-betul  akan
bisa menjadi bagian dari gerakan extra-parlementer yang kuat, bahkan menjadi
unsur utama atau elemen penting – di samping banyak ormas-ormas lainnya --
yang bergerak untuk adanya perubahan besar-besaran  di dalam bidang politik
(secara langsung atau tidak langsung), ekonomi, sosial, dan,moral.



Sebab, agaknya, Nasional Demokrat nantinya bisa dimasukkan dalam jajaran
ormas yang besar, seperti ormas keagamaan NU atau Muhammadiah. Karena itu
peran Nasional Demokrat bisa besar sekali, kalau saja betul-betul menjadi
gerakan perubahan. Perubahan besar-besaran dan fundamental sudah
ditunggu-tunggu  -- sejak lama ! -- oleh rakyat Indonesia, yang sebagian
terbesar masih dalam keadaan yang memprihatinkan sekali.



Dan untuk mengulangi lagi, gerakan perubahan yang dijadikan program besar
Nasional Demokrat tidaklah mungkin tanpa memerangi, menghancurkan, dan
meninggalkan sama sekali segala macam sistem semasa era Suharto (sistem
politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan moral).



Citra Bung Karno yang makin meninggi



Satu hal yang menarik sekali tentang  hadirnya ormas baru Nasional Demokrat
dengan penampilan dirinya sebagai gerakan perubahan dan restorasi Indonesia
kelihatan dari dijadikannya Bung Karno sebagai sumber inspirasi gerakan. Hal
ini bukan saja hanya kelihatan dari suasana ketika pendeklarasian lahirnya
ormas baru ini serta pidato Surya Paloh yang berapi-pi tentang Bung
Karno.Melainkan juga dari siaran-siaran Metro TV, yang pemiliknya adalah
Surya Paloh.



Metro TV setiap hari sejak pagi sampai sore menyajikan siaran-siaran (berupa
pesan-pesan atau iklan, nyayian) tentang Nasional Demokrat. Juga setiap
pagi, pagi-pagi sekali, kita bisa mendengarkan Bung Karno mengucapkan
proklamasi 17 Agustus 1945, yang didahului oleh lagu kebangsaan kita
Indonesia Raya. Kiita dibangunkan  setiap pagi oleh ingatan bersama kepada
sosok Bung Karno beserta proklamasi 17 Agustus 1945. Alangkah indahnya pesan
politik dan moral yang kita dengar bersama setiap pagi demikian ini.



Oleh karena itu, kalau jalan ini  -- artinya : jalan Bung Karno  --  yang
dipilih oleh Nasional Demokrat dalam perjalanannya untuk gerakan perubahan,
maka besarlah harapannya bahwa ormas ini akan mendapat dukungan luas atau
simpati besar sekali dari banyak orang  Sebab, jalan Bung Karno adalah jalan
revolusi yang terus-menerus, artinya jalan perubahan besar yang tidak ada
henti-hentinya.



Ajaran-ajaran besar Bung Karno tidak saja terkandung   dalam Bhinneka
Tunggal Ika atau Pancasila saja, melainkan juga kelihatan dalam
pemikiran-pemikirannya yang lain yang tercantum dalam bukunya “Di bawah
Bendera Revolusi” atau buku “Revolusi Belum Selesai”.



Jadi, kalau Nasional Demokrat mau berhasil dengan gerakan perubahannya, demi
kepentingan rakyat dan negara, maka sudah seyogianyalah bahwa jalan revolusi
(artinya perubahan besar yang terus-menerus) Bung Karno-lah yang dipilih.
Jalan lain, seperti yang sudah ditempuh Suharto dengan Orde Barunya selama
32 tahun  - disusul oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya – adalah jalan
kegagalan.



Paris, 7 Februari 2010



* * *










[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke