http://www.ranesi.nl/tema/masyarakat/negara-islam_takperlu060707
Negara Islam Tidak perlu Demikian Pendapat Prof. An Naim Bari Muchtar 07-07-2006 Abdullahi Ahmed An-Na'im Abdullahi Ahmed An-Na'im dibesarkan di Sudan. Setelah selesai studi hukum di universitas Khartum, dia bertolak ke Eropa untuk kuliah di Skotlandia. Kini dia mengajari di Universitas Emory, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat. Bidangnya sebenarnya adalah hukum publik. Tapi dia juga seoarang aktivis hak asasi manusia. Tanggal 6 Juni 2006 ia memberi ceramah di depan mahasiswa Indonesia di Universitas Utrecht. Berikut cuplikan dari ceramah dan dialog yang berlangsung lebih kurang 2 jam itu. Negara Islam Ide negara Islam sebenarnya ide pasca kolonial. Sebenarnya ide negara Islam itu asing bagi hakikat syariah itu sendiri dan juga asing bagi sejarah masyarakat Islam. Ide itu sangat baru, sulit dan problematik. "Karena di zaman pra kolonial sudah terjadi perubahan besar tentang hakikat negara, hakikat hukum dan hakikat masyarakat ". Menurutnya, sebenarnya negara agama itu kontra produktif, yang justu menghambat seseorang untuk menjadi seorang muslim yang baik. Menurut An-Na'im negara-negara Islam lain harus belajar dari pengalaman Sudan yang mencoba menegakkan Syariat Islam tapi menelan korban yang luar biasa banyaknya. Masa depan syariah Islam An-Na'im mengkritik orang-orang yang mengagungkan masa lalu Islam. Menurut dia dulu itu belum ada demokrasi, apalagi konsep hak asasi manusia. "Memang benar ada kemajuan pesat yang berhasil dicapai saat itu. Tapi saya berpendapat, bagaimana pun dan apa pun sejarah masyarakat Islam itu, yang penting sekarang bagaimana masa depannya", katanya. An-Na'im menambahkan: "Masa depan syariah terletak pada negara sekuler, bukan pada negara agama", tegas An Naim. Mengenai syariah sendiri dia berpendapat, Syariah itu tidak bersifat ketuhanan, karena itu adalah interpretasi manusia. Bagi An-Na'im, syariah dan fiqh itu tidak ada bedanya. Kedua-duanya, interpretasi manusia, simpulnya. Klik untuk mendengarkan wawancara Pluralisme dan sekularisme Pluralisme tidak hanya berarti hidup bersama dengan berbagai kelompok. Menurut An-Na'im, pluralisme adalah sistem normatif yang tegas-tegas menerima perbedaan. Pluralisme adalah sebuah kebijakan yang menerima perbedaan sebagai hal yang sah, sebagai hal yang bernilai. Dia tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa sekularisme itu tidak Islami. "Pertanyaannya: siapa bilang begitu? Dan berdasarkan otoritas apa", dia bertanya-tanya. Dia berpendapat sebenarnya tidak ada yang namanya ulama. An-Na'im: "Memang Al Quran menyebut kata-kata 'is'alu ahlal ilm", tanyakan kepada ahli ilmu. Tapi siapa mereka itu? Apakah mereka orang yang diberi kualifikasi dan sertifikasi oleh Al Azhar?" An-Na'im malah menilai lembaga ulama dan fatwa itu justru melanggar prinsip Islam. Ia malah mengatakan: "Fatwa sebenarnya tidak Islami," Menurut An-Na'im otoritas agama itu ada pada pemeluknya, bukan di tangan para ulama dan pemberi fatwa. Negara sekuler Menurut An-Na'im negara sekuler adalah negara yang bersikap netral terhadap agama. Jadi bukan negara yang memusuhi atau mendukung suatu agama. "Makin netral sikap negara terhadap agama, makin banyak kemungkinan bagi warga untuk menjadi agamis. Karena negara tidak memaksakan ajaran tertentu atau pemahaman tertentu tentang syariah atau sistem agama lain." An-Na'im tegas mengatakan bahwa yang namanya negara Islam itu tidak ada. "Konsep negara Islam itu sangat menyesatkan, tidak koheren dan tidak konsisten dengan sejarah negara muslim." Tapi menurut dia Islam dan politik tidak bisa dipisahkan. Karena, tambahnya, tingkah laku politik sesorang dipengaruhi oleh agama. Tapi dia menyadari pula dengan demikian pengertian sekularisme bisa menjadi kabur. Oleh karena itu dia menyarankan agar seseorang tidak menekankan agamanya, tapi menonjolkan kewargaannya. Reaksi: Yuli Zuardi Rais, 11-07-2006 - Indonesia Perdebatan sekuler dan puritan (asli) dari politik Agama mesti segera diakhiri atau paling tidak dialihkan dalam lingkup yang nyata. Karena dengan melibatkan issue Agama dalam berpolitik sebenarnya sudah menjadikan Agama menjadi sekuler. Dan memang masalah masyarakat sekarang yang paling pokok saat ini bukan Teori Keadilan atau Teori Kesejahteraan. Namun sebuah tindakan nyata dari pihak-pihak yang menyatakan diri sebagai pembela masyarakat (atau ummat). Artinya dengan menjadikan satu faham sebagai aliran resmi tidak lantas membuat tiba-tiba orang jadi pintar, tiba-tiba orang jadi sejahtera, tiba-tiba kemiskinan akan hilang. Apapun fahamnya Masalah pokoknya adalah bagaimana menjawab kemiskinan, kesejahteraan dan diskriminasi. Dengan demikian memakai faham apapun tentu akan diikuti oleh orang banyak dengan rasional. BUKAN KARENA TERPAKSA atau KARANA TAKUT (Mistik-isme) -- Salam ali nasrun, 10-07-2006 - germany ARTI PIALA DUNIA Piala sepakbola dunia baru kemarin telah dimenangkan oleh Italia. Kemenangan yang telah dirayakan terutama dinegara yang merebut piala itu. Apa makna sebenarnya dari kemenangan itu atau tepatnya apakah tujuan dari piala dunia ini yang diadakan tiap kali 4 tahun bergilir ke setiap negara. Tiap negara berjuang dengan berbagai metode dan koneksi agar paling sedikit berusaha sebagai calon tuan rumah pesta dunia ini. Dan yang merasa memenuhi syarat malah mengajukan syarat yang lebig sulit agar saingan ditapis sebaik mungkin, biar calan-calon makin kendor. Tujuan pesta bola ini, tidak lain agar semua negara saling menghargai nilai-nilai negara lain. Setiap negara menunjukkan kelakuan dan ahlak yang baik sebagai tamu dan sebagai tuan rumah. Perbedaan kekurangan dan kelebihan harus diakui secara sportiv atau genthelmen. Inilah salah satu cara bagaimana kita menyelesaikan setiap perbedaan kekurangan dan kelebihan dalam hidup kita. Kita sebagai manusia yang beragama selalu mendapakan khotbah paling sedikit setiap jumat dalam hidup kita di Mesjid atau ditempat lain buat agama lain. Tujuannya adalah agar kita sebagai manusia yang penuh kehilafan tapi dengan kesombongan tetap melewati jalur atau norma hidup sesuai dengan ajaran yang diturunkan oleh Tuhan. Agama tidak lain menyuruh manusia dalam hidupnya mengerjakan kebaikan bukan saja buat dirinya pribadi tapi buat semua semua insani di jagat raya ini. Tapi sering kita melihat penganut agama yang berkelakuan extrim dalam menjalankan ajaranya agamanya dengan maksud tidak lain agar mendapat pujian didaerah lingkungannya. Suatu hal yang sering kita alami , bahwa paksaan atau cara kekerasan untuk mempraktekkan ???ajaran Islam??? kadang pengorabanan jiwa orang Islam sendiri. Dan timbullah pertanyaan. Apakah manusia berhak menghabiskan nyawa seseorang dengan dalih agama. Siapa yang dapat menentukan langkah extrim ini. Perguruan tinggi yang mendidik para generasi pendiri Islam atau ilmu tentang perkembangan Islam adalah dibentuk oleh manusia sendiri. Demikian juga agama lain. Manusia menghendaki yang ASLI dan buka produksi pemikiran manusia. Rudy Hartono, 09-07-2006 - indonesia Menurut saya, wacana Negara Islam di indonesiajanganlah diperdebatkan. Kita jalanin aja yang ada sekarang. Janganlah mengundang konflik yang akan membawa bencana pada kita semua. terima kasih. Hening Tyas Sutji, 08-07-2006 - Indonesia Yang jelas negara agama itu tidak perlu. Agama itu bersifat pribadi, kalau diinstitusikan justru akan kehilangan esensinya. Seperti sekarang2 ini. Pada ribut kayak merasa yang paling benar. kiDipowardoyo, 08-07-2006 - INDONESIA. Kalau maksudnya mau menegakkan syariat ISLAM, dalam arti falsafah- nya yang terkandung di al Quran sesuai Q.S. 2: 269. O.K. saja. Tetapi kalau yang dimaksud menjalankan "rutinitas-ritual"nya itu NO.Sebab Umat manusia umumnya Indonesia khususnya ini kan PLULALISTIK Q.S. 2: 148. Fastabiqul Khiorot-nya itu lho yang O.K. dam truthful, bisa diterimam segala bangsa. H.A.M. itu sudah dideklarasikan Allah didalam al Quran Q.S. 16: 90. Ekonomi GLOBAL di Q.S. 43: 32. Masalah korrupsi di Q.S. 2: 188 DEMOKRASI . ajaran Allah itu di " wa amruhum syuro bainahum" tetapi dengan cara yang AFDHOL IHSAN dan Peduli Umat Manusia bukan mementingkan kaum atau golongan alias komplotannya sendiri. dalam praktek orang bisa memainkan uang untuk membeli suara terbanyak. Dan Allah menyatakan bahwa Vox Populi BUKAN Vox Dei. Q.S. 6: 166. DEMOKRASI akal-akalan itu disebut di Q.S. 7: 27. Jadi, menggunakan al Quran sebagai "data-base" untuk menyroti dengan cepat dan tepat segala penyimpa ngan dari MORAL dan ETIK manusia yang dikehendaki Allah supaya ADIL IHSAN dan Peduli Sosial itu lho yang substansial bagi ISLAM menurut maksud Allah, bukan mengikuti syar at hasil REKA-YASA orang seperti kita-kita ini. Allah hanya mengajar kan SATU ajaran rityual di Q.S. 34: 46. Ini serius lho Prof. Ajaran Allah di al Quran justru bisa digunakan untuk menente ramkan DUNIA jika diprolifikasi pemahamannya secara AFDHOL, bukan cuma mengikuti SELERA "arabisme". Faham ke ISLAMAN BENAR bisa menghancurkan segala GUNUNG KEDEGILAN. Q.S. 59: 21. walaupun ada orang yang bisa melenyapkan gunung Q.S.14: 46. - 49. Pembohong itu oleh KEBOHONGAN-nya sendiri. Jadi Firman-Nya itulah KEBENARAN Tetapi kaum kita sendiri BENCI kepada KEBENARAN Q.S. 43: 78. dan bahkan ada yang mau mema damkan CAHAYA Allah ( FIRMAN) dengan lidahnya . Q.S. 9: 32. Ad majorem Deo Gloriam, adalah memahami Firman-Nya dan meng implimentasikan untuk menata dunia yang ADIL, IHSAN dan Peduli umat manusia. Q.S. 90: 17; Q.S. 103: 3. Dasar moral dan etika hidup ada di Q.S. 42: 43. "azmil-umuur." Ass. w.w. MERDEKAAAA Negara Islam Tidak perlu Demikian Pendapat Prof. An Naim Bari Muchtar 07-07-2006 Abdullahi Ahmed An-Na'im Abdullahi Ahmed An-Na'im dibesarkan di Sudan. Setelah selesai studi hukum di universitas Khartum, dia bertolak ke Eropa untuk kuliah di Skotlandia. Kini dia mengajari di Universitas Emory, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat. Bidangnya sebenarnya adalah hukum publik. Tapi dia juga seoarang aktivis hak asasi manusia. Tanggal 6 Juni 2006 ia memberi ceramah di depan mahasiswa Indonesia di Universitas Utrecht. Berikut cuplikan dari ceramah dan dialog yang berlangsung lebih kurang 2 jam itu. Negara Islam Ide negara Islam sebenarnya ide pasca kolonial. Sebenarnya ide negara Islam itu asing bagi hakikat syariah itu sendiri dan juga asing bagi sejarah masyarakat Islam. Ide itu sangat baru, sulit dan problematik. "Karena di zaman pra kolonial sudah terjadi perubahan besar tentang hakikat negara, hakikat hukum dan hakikat masyarakat ". Menurutnya, sebenarnya negara agama itu kontra produktif, yang justu menghambat seseorang untuk menjadi seorang muslim yang baik. Menurut An-Na'im negara-negara Islam lain harus belajar dari pengalaman Sudan yang mencoba menegakkan Syariat Islam tapi menelan korban yang luar biasa banyaknya. Masa depan syariah Islam An-Na'im mengkritik orang-orang yang mengagungkan masa lalu Islam. Menurut dia dulu itu belum ada demokrasi, apalagi konsep hak asasi manusia. "Memang benar ada kemajuan pesat yang berhasil dicapai saat itu. Tapi saya berpendapat, bagaimana pun dan apa pun sejarah masyarakat Islam itu, yang penting sekarang bagaimana masa depannya", katanya. An-Na'im menambahkan: "Masa depan syariah terletak pada negara sekuler, bukan pada negara agama", tegas An Naim. Mengenai syariah sendiri dia berpendapat, Syariah itu tidak bersifat ketuhanan, karena itu adalah interpretasi manusia. Bagi An-Na'im, syariah dan fiqh itu tidak ada bedanya. Kedua-duanya, interpretasi manusia, simpulnya. Klik untuk mendengarkan wawancara Pluralisme dan sekularisme Pluralisme tidak hanya berarti hidup bersama dengan berbagai kelompok. Menurut An-Na'im, pluralisme adalah sistem normatif yang tegas-tegas menerima perbedaan. Pluralisme adalah sebuah kebijakan yang menerima perbedaan sebagai hal yang sah, sebagai hal yang bernilai. Dia tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa sekularisme itu tidak Islami. "Pertanyaannya: siapa bilang begitu? Dan berdasarkan otoritas apa", dia bertanya-tanya. Dia berpendapat sebenarnya tidak ada yang namanya ulama. An-Na'im: "Memang Al Quran menyebut kata-kata 'is'alu ahlal ilm", tanyakan kepada ahli ilmu. Tapi siapa mereka itu? Apakah mereka orang yang diberi kualifikasi dan sertifikasi oleh Al Azhar?" An-Na'im malah menilai lembaga ulama dan fatwa itu justru melanggar prinsip Islam. Ia malah mengatakan: "Fatwa sebenarnya tidak Islami," Menurut An-Na'im otoritas agama itu ada pada pemeluknya, bukan di tangan para ulama dan pemberi fatwa. Negara sekuler Menurut An-Na'im negara sekuler adalah negara yang bersikap netral terhadap agama. Jadi bukan negara yang memusuhi atau mendukung suatu agama. "Makin netral sikap negara terhadap agama, makin banyak kemungkinan bagi warga untuk menjadi agamis. Karena negara tidak memaksakan ajaran tertentu atau pemahaman tertentu tentang syariah atau sistem agama lain." An-Na'im tegas mengatakan bahwa yang namanya negara Islam itu tidak ada. "Konsep negara Islam itu sangat menyesatkan, tidak koheren dan tidak konsisten dengan sejarah negara muslim." Tapi menurut dia Islam dan politik tidak bisa dipisahkan. Karena, tambahnya, tingkah laku politik sesorang dipengaruhi oleh agama. Tapi dia menyadari pula dengan demikian pengertian sekularisme bisa menjadi kabur. Oleh karena itu dia menyarankan agar seseorang tidak menekankan agamanya, tapi menonjolkan kewargaannya. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Check out the new improvements in Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/6pRQfA/fOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/