http://www.indomedia.com/bpost/052005/24/opini/opini1.htm


Pemahaman HAM Dalam Perspektif Hukum Dan Perundangan
Oleh: Akhmadi Yusran SH MH

Perbincangan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kehidupan demokrasi kita 
terasa makin mencuat, meski pemahaman terhadapnya belum memuaskan karena banyak 
konsepsi yang dikembangkan masih dipahami secara beragam mulai dari 
orang/masyarakat awam hingga kalangan yang 'melek' HAM.

HAM yang bersifat kodrati dan berlaku universal itu pada hakikatnya berisi 
pesan moral yang menghendaki setiap orang baik secara individu ataupun kelompok 
bahkan penguasa/pemerintah (negara) harus menghormati dan melindunginya.

Pesan moral yang ada, memang belum mengikat atau belum mempunyai daya ikat 
secara hukum untuk dipaksakan pada setiap orang. Ketika ia dimuat (dicantumkan 
dan ditegaskan) melalui berbagai piagam dan konvensi internasional, maka semua 
orang harus menghormatinya. Paling tidak negara (sebagai yang bertanggung jawab 
dalam rangka penghormatan dan pelaksanaan HAM) yang ikut terlibat dalam atau 
sebagai peserta konvensi dan terlibat dalam penandatanganannya, juga terhadap 
piagam yang telah disetujui bersama itu, akan terikat dan berkewajiban untuk 
meratifikasinya ke dalam peraturan perundangan masimng-masing negara 
bersangkutan.

Dalam proses demikian, HAM telah diakomadasi ke dalam hukum. Dengan kata lain, 
pesan HAM tersebut telah menjelma menjadi pesan hukum karena ia telah 
dinormakan yakni melalui peraturan perundangan. Dengan demikian, konsepsi HAM 
yang dimuat dalam berbagai peraturan perundangan itu akan berfungsi sebagai 
suatu norma yang mengikat, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan.

Meski demikian, fungsi hukum yang mengatur tentu selalu ada dan tampak ketika 
fenomena sosial itu harus diatur, adalah karena pertama, ia harus dilindungi 
dari tindakan atau perbuatan sewenang-wenang, ketidakseimbangan dan 
ketidakpastian, dan sebagainya. Kedua, karena persoalan pelaksanaan 
(implementasi) yang memang harus diatur pula. Semua harus berlangsung tertib 
dan teratur di bawah aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, fungsi 
mengatur dan menertibkan hukum (yang ada dalam peraturan perundangan) itu, 
terdapat upaya 'membatasi' dalam pelaksanaan.

Mengapa HAM 'dibatasi' ketika ia akan dilaksanakan adalah, karena ia terkait 
'aturan'. Hak dan kebebasan yang ada dalam HAM akan menjadi terbatas/dibatasi 
oleh adanya kaidah yang berlaku. Bahkan tidak hanya kaidah/norma hukum, akan 
tetapi kaidah yang berlaku dan dihormati secara umum. Karena ada kewajiban 
azasi, maka hak asasi pun menjadi dibatasi. Dengan hukum, prinsip keseimbangan 
dalam pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi diatur terutama dalam kerangka 
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Fungsi Hukum/Peraturan Perundangan

Peran negara menciptakan perlindungan adalah dalam rangka menjalankan fungsi 
hukum mengatur, karena negara adalah pemelihara dan penjamin HAM. Dengan hukum 
yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan yang mengatur HAM, negara 
sekaligus akan dapat melaksanakan kewajibannya.

Meski HAM sebagai seperangkat hak yang secara kodrati melekat pada manusia dan 
bersifat universal, diakui atau bahkan menjadi tidak diakui atau tidak 
dihormati, ia tetap ada. Pemaknaan bagi diakuinya HAM berorientasi kepada 
dimuat/ditegaskannya HAM dalam suatu ketentuan perundangan. Demikian pula 
pemaknaan terhadap adanya pelanggaran HAM yang diperbolehkan, lebih dimaksudkan 
kepada adanya pembatasan terhadap hak tertentu dalam HAM yang apabila dilakukan 
justru dapat dibenarkan. Dengan demikian ada justifikasi secara hukum bahwa HAM 
dalam keadaan tertentu boleh dilanggar karena diperbolehkan oleh hukum 
(peraturan perundangan). Dengan kata lain, HAM dapat dilanggar bilamana ia 
diizinkan oleh peraturan perundangan.

Sebagai ilustrasi, apa yang digambarkan dalam UU Nomor 33 Tahun 1999 tentang 
HAM yang menunjuk suatu contoh dalam kasus aborsi dan hukuman mati yang dapat 
dilakukan/diperbolehkan.

Mengapa dalam kasus aborsi seorang dokter dapat diizinkan (diperbolehkan) 
melakukannya, padahal dalam hal ini hak azasi anak, yakni hak untuk hidup juga 
dilindungi (tetapi tidak dijamin). Mengapa HAM boleh dilanggar? Jawabnya, ada 
kepentingan HAM yang lebih utama dan harus dijaga sebagai alasan. Dalam kasus 
aborsi, bilamana kepentingan si ibu dari bayi dipandang sebagai lebih utama. 
Artinya, mungkin pertimbangan harapan hidup bagi si ibu lebih besar dan 
diperhatikan.

Dalam kasus penjatuhan hukuman mati, di samping diperbolehkan oleh hukum, dalam 
hal ini berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum 
tetap yang didasarkan pada adanya peraturan perundangan, ada alasan di baliknya 
yaitu pelanggaran HAM orang lain sesungguhnya telah dilakukan oleh terpidana 
mati. Dengan kata lain, ia sesungguhnya telah melanggar hak azasi orang lain 
(korban) yang dibunuhnya, yakni dengan membunuh atau menghilangkan nyawa orang 
lain berarti ia sekaligus telah melalaikan hak azasi orang lain. Bagi jaksa dan 
hakim yang menuntut dan menjatuhkan vonis pidana mati, apalagi petugas 
pelaksanaa hukuman mati (algojo, regu tembak, dan sebagainya), adalah pelaksana 
aturan hukum (perundangan) yang memang telah memperbolehkan tersebut.

Dari uraian di atas, jelaslah dengan hukum (peraturan perundangan), HAM menjadi 
ditatateribkan pelaksanaannya. Dan, inilah yang lebih utama dari fungsi hukum 
yang mengatur (menentukan) pelaksanaan, yakni pelaksanaan hak dan kewajiban 
yang ada dalam azasi manusia tersebut.

Konsepsi HAM Dalam Perundangan RI 

Penuangan konsep HAM dalam pelbagai peraturan perundangan tidak boleh dikatakan 
purna atau tidak purna, karena sesungguhnya pencantuman pernyataan HAM di dalam 
peraturan perundangan itu bermaksud awal, menegaskan kembali hak yang telah ada 
dan mungkin lebih dahulu disebut dalam beragam peraturan perundangan lain. 
Meski, akomodasi mengenai HAM dalam berbagai peraturan perundangan lain itu 
tidak langsung dan agak samar-samar.

Mengapa konstitusi kita (UUD 1945) tidak banyak memuat ketentuan mengenai HAM, 
mulanya adalah karena pada waktu itu awal pembentukan negara dan Konstitusi itu 
sendiri. Kita beranggapan, cukup 'diwakili' oleh Pembukaan UUD 1945 sehingga 
dalam Batang Tubuh (pasal-pasal)-nya tidak dijabarkan lagi.

Akan tetapi kini ternyata kita 'terpaksa' mencantumkan/menjabarkannya ke dalam 
pasal-pasal UUD 1945. Bahkan melalui amandemen kedua, kita menambah dan 
memperjelas ketentuan berkenaan HAM dalam satu bab tersendiri, yakni Bab XA 
dari pasal 28A hingga 28 J UUD 1945. Hal ini bisa jadi dapat dianggap masih 
kurang, meski sebenarnya telah cukup karena nantinya secara rinci juga akan 
dijabarkan ke dalam peraturan perundangan khusus berkenaan HAM.

Lahirnya UU Nomor 33 Tahun 1999 tentang HAM dan seperangkat peraturan 
perundangan yang ada mengenai HAM sebagai penjabaran lebih lanjutnya, termasuk 
UU yang berasal dari ratifikasi konvensi internasional mengenai HAM, 
sesungguhnya menguatkan adanya indikasi bahwa RI berupaya sungguh-sungguh 
memperhatikan persoalan yang berkenaan dengan HAM.

Meski demikian, karena konsepsi HAM yang tidak harus sama antara satu negara 
dengan negara lainnya terutama karena persoalan ideologi dan sebagainya, maka 
yang disebut sebagai 'pengakuan' HAM itu menjadi berbeda pula. Dengan kata 
lain, terdapat batasan dalam penerimaan konsepsi HAM tersebut.

Nilai persamaan dan kebebasan yang ada dalam konsepsi HAM khususnya yang 
berasal dari negara Barat, berbeda dengan negara Timur dan RI. Landasan yang 
dipergunakan Indonesia dalam memahami HAM adalah agama, nilai luhur budaya 
bangsa yang berakar pada Pancasila sebagai ideologi negara, juga nilai moral 
yang berlaku universal.

Jika fungsi peraturan perundangan membatasi HAM dalam pelaksanaannya, maka 
tentu dimaknai lebih dahulu bahwa tujuannya adalah dalam rangka perlindungan 
dan jaminan bagi pelaksanaan HAM. Tegak dan terlaksananya HAM bila kewajiban 
asasi dilaksanakan, dan untuk melaksanakan semua ini diperlukan peraturan 
perundangan.

Membatasi pelaksanaan HAM tidak sama dengan menghilangkan atau merampas hak 
azasi orang, karena pada dasarnya HAM itu bersifat inviolable (tidak boleh 
diganggu gugat keabsahannya) dan inelienable (tidak boleh dicabut atau 
diserahkan pada siapa pun yang berkuasa).

Perlindungan terhadap HAM melalui peraturan perundangan di Indonesia, baik 
dalam bentuk UU yang meratifikasi berbagai konvensi internasional mengenai HAM 
maupun UU organik yang sengaja diterbitkan dalam rangka penjabaran amanah 
konstitusi (UUD 1945). Demikian pula bentuk peraturan perundangan lain, seperti 
keputusan presiden, bahkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) pernah 
dikeluarkan.

Peraturan perundangan dimaksud, antara lain: UU Nomor 7 Tahun 1984 yang 
meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 
(Convention on the Elimination If All Form of Discrimination Against Woman); UU 
Nomor 5 Tahun 1998 yang meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan 
Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan 
Martabat Manusia (Convention Against Torture And Other Crue Inhuman or 
Degrading Teratment or Punishment); UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan 
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum; UU Nomor 20 Tahun 1999 yang meratifikasi 
Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 
(Convention on Elimination Rasial Discrimination); UU Nomor 33 tahun 1999 
Tentang HAM; UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Keppres Nomor 36 
Tahun 1998 yang meratifikasi Konvensi Hak Anak; Keppres Nomor 1818 Tahun 1998 
tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan; Keppres Nomor 50 
Tahun 1993 tentang Komisi Nasional HAM; Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang 
Pengadilan HAM (telah dicabut, diganti dengan UU Nomor 26 Tahun 2000).

Dari beberapa peraturan perundangan tentang HAM tersebut, yang menjadi 'UU 
pokok' (UU payung - raam wet)-nya bagi penegakan dan perlindungan HAM di 
Indonesia adalah UU Nomor 33 Tahun 1999.

Tidak terkecuali UUD 1945, dari seperangkat perundangan HAM tersebut, kita 
kenali konsepsi HAM dengan pengakuan dan jaminan bagi pelaksanaannya di 
Indonesia. Demikian pula upaya ke arah itu telah tampak, seperti dibentuknya 
institusi bagi penegakan HAM setingkat komisi (Komnas HAM dan Komnas Anti 
Kekerasan Terhadap Perempuan), juga tersedianya sarana peradilan khusus 
berkenaan pelanggaran HAM (Pengadilan HAM).

Demikian, dengan secercah pemahaman kecil berkenaan dengan HAM di Indonesia 
yang tentu saja akan lebih bermakna bilamana didekati dari sisi hukum, yakni 
dengan menyimak konsepsi pengakuan dan perlindungan HAM yang ada dari berbagai 
peraturan perundangan kita. Karena, HAM akan menjadi lebih urgen bila 
dihubungkan dengan pelaksanaannya dan untuk itulah hukum (peraturan 
perundangan) diperlukan.

Bahkan sebuah 'pesan' yang berisi pesan moral - kesusilaan dan kesopanan dan 
sebagainya itu, yang telah dimuat dan dijadikan norma/kaidah dalam peraturan 
perundangan itu pun bisa menjadi perintah atau larangan yang tanpa makna bila 
tidak diikuti dan dilaksanakan. Semoga tidak demikian jadinya.

Dosen Fakultas Hukum Unlam, tinggal di Banjarmasin


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke