http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=107561

            Hindari Kelangkaan BBM


            Pemerintah Harus Segera Kucurkan Dana ke Pertamina 


            Minggu, 1 Mei 2005
            JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah diminta segera mengucurkan dana 
kepada PT Pertamina untuk mengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) 
sebagai langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya kelangkaan BBM. Di lain 
pihak, Pertamina juga tidak bisa berbuat banyak mengenai impor minyak dan 
bahkan berencana untuk menguranginya. 

            Potensi kekurangan atau bahkan kelangkaan persediaan BBM di dalam 
negeri yang diakibatkan tidak adanya dana impor merupakan tanggung jawab 
menteri keuangan (Menkeu) dan menteri negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg 
BUMN). 

            "Kalau ketidakmampuan dalam hal finansial, yang harus disalahkan 
adalah kedua menteri tersebut. Mereka tidak mampu memberikan dana yang cukup 
untuk impor BBM," kata Anggota DPR dari Komisi VII, Ramson Siagian ketika 
dihubungi Suara Karya di Jakarta, kemarin. Untuk itu Ramson mendesak kedua 
menteri tersebut segera membuat terobosan radikal dalam memperbaiki struktur 
keuangan Pertamina. Apalagi saat ini Pertamina merupakan BUMN yang statusnya 
merupakan perusahaan persero. 

            "Hingga saat ini belum jelas struktur permodalan dan potensi cash 
flow Pertamina. Sementara BUMN ini terus dibebani untuk menutupi beban subsidi 
yang seharusnya ditanggung pemerintah," ungkap dia. 

            Menurut Ramson, masalah tersebut sebenarnya bukan asal baru dan 
terus berulang terjadi karena kesalahan dari penerapan Undang-Undang Migas No 
22 tahun 2001 khususnya mengenai status perubahan Pertamina menjadi Persero. 

            "Pertamina dipaksa menjadi Persero, sementara aset-asetnya masih 
banyak yang tidak liquid. Padahal Pertamina butuh keuangan yang cukup besar 
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan pemerintah," ujar Ramson, menerangkan. 
Ia berharap, kedua menteri tersebut bisa memperbaiki masalah pengadaan BBM ini, 
sehingga tidak kembali terulang di masa datang. Apalagi masalah kekurangan dana 
itu mengakibatkan Pertamina tidak bisa mengimpor minyak untuk memenuhi 
kebutuhan dalam negeri. "Kedua pihak itulah yang patut disalahkan jika masalah 
ini masih terus berulang," kata dia, tegas. 

            Senada dengan Ramson, pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, UU 
Migas yang saat ini berlaku masih memiliki banyak kekurangan hingga perlu 
penyempurnaan segera. Hal ini terbukti dengan kasus tidak sejalannya struktur 
harga BBM di dalam negeri dengan tugas Pertamina sebagai persero. 

            "Semua kejadian ini membuktikan bahwa sistem perminyakan 
berdasarkan UU Migas yang relatif baru itu menyebabkan banyak kekurangan serta 
menimbulkan banyak masalah yang tidak hanya merugikan Pertamina tapi juga 
masyarakat," ujar Kurtubi, panjang lebar. 

            Saat ini timbul kondisi yang mengkhawatirkan, sehubungan dengan 
terancamnya pasokan BBM dalam negeri. Padahal sebelum Pertamina berubah menjadi 
persero, masalah tersebut jarang sekali terjadi. Pasalnya, minyak mentah hasil 
kontraktor bagi hasil (KPS) di dalam negeri masih diawasi dan diatur oleh 
Pertamina. Jika ada kekurangan minyak, Pertamina bisa langsung memakai minyak 
tersebut. 

            Saat ini, kata Kurtubi, semua diatur dan dikendalikan oleh Badan 
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas), yang membebaskan KPS untuk 
menjual minyaknya ke mana saja. Kurtubi sendiri menyatakan kecewa dengan 
perubahan status Pertamina yang menurutnya sangat dipaksakan tersebut. 
"Seharusnya perubahan menjadi persero tidak dilakukan terburu-buru. Yang harus 
dibenahi adalah struktur harga dalam negeri terlebih dahulu," ujar Kurtubi. 

            Merujuk kondisi perminyakan terakhir, Kurtubi menyatakan UU Migas 
yang menjadi kiblat kebijakan perminyakan saat ini harus diamandemen dan 
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan yang ada. 

            Di lain pihak, pemerintah mengimbau agar minyak mentah yang menjadi 
bagian dari kontraktor bagi hasil (KPS) di dalam negeri, agar dijual kepada 
Pertamina. "Hasil produksi Migas milik KPS di dalam negeri kalau bisa dibeli 
Pertamina," ujar Kepala BP Migas, Kardaya Warnika. 

            Pihak Pertamina sendiri nampaknya siap dengan hal itu. Direktur 
Pemasaran dan Niaga Pertamina, Arie Sumarno mengatakan, Pertamina siap membeli 
sesuai dengan harga pasar. (Rully/Andrian)  
     
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke