Penulis Buku "Mantan Kiai NU Menggugat" Tidak Siap Hadiri Debat Terbuka



Surabaya, NU Online**

Kurang sepuluh hari pelaksanaan dialog terbuka penulis buku Mantan Kiai NU
Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik, H Mahrus Ali, penulis buku, menyatakan
tidak siap hadir. Keputusan itu disampaikan kepada NU Online oleh Usman,
katua panitia dialog terbuka Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya pada
Selasa (4/3). Usman menyatakan hal itu setelah dirinya berkunjung ke rumah H
Mahrus sehari sebelumnya. "Beliau menyatakan tidak bersedia hadir," kata
Usman.


Pernyataan Usman itu dibenarkan oleh Musa, salah seorang kepercayaan H
Mahrus. Dihubungi NU Online via ponselnya, lelaki alumnus Pesantren
Tambakberas Jombang itu menyatakan gurunya memang tidak siap hadir.


"Karena alasan keamanan," tuturnya. Meski dijelaskan pihak panitia sudah
menjamin keamanan H Mahrus, namun pihaknya belum ada rencana mengubah
keputusan itu.


Pada mulanya Musa mengaku banyak alasan untuk membatalkan rencana awal,
faktor keamanan hanyalah salah satunya. Namun ketika didesak untuk
menyebutkan beberapa faktor penyebab keberatan itu, ia malah tidak bisa
menyebutkannya. "Ya keamanan itu saja," lanjutnya.


Menurut Musa, para murid H Mahrus yang kebanyakan berlatar belakang NU lebih
menghendaki agar gurunya mau datang dalam dialog itu. Dengan adanya dialog
terbuka, akan sama-sama tahu keabsahan dalil yang dipakai selama ini. Namun
hingga kini gurunya masih belum menyatakan kesiapannya.


Di sisi lain, sekalipun gurunya yang berperan sebagai penulis buku tidak
hadir, namun pihaknya meminta agar penerbit Laa Tasyuk! Pres juga diundang
dalam dialog itu. Sebab yang membuat judul bombastis dan banyak menyingung
perasaan tokoh NU itu adalah penerbit, bukan penulis buku.


"Dia yang makan nangkanya kita yang kena getahnya, kan tidak enak jadinya,"
kata Musa yang mengaku sejak awal tidak setuju dengan judul buku itu.


Respon dari Tokoh NU


Sudah jelas, banyak tokoh NU merasa kecewa denga tidak hadirnya H Mahrus
dalam dialog yang akan digelar di IAIN Sunan Ampel pada 12 Maret itu. Sebab
sebelumnya mereka mendengar kabar kalau H Mahrus siap hadir. Tapi ketika
kesediaan itu dibatalkan, mereka tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.


"Alasan karena keamanan itu tidak rasional," kata KH Ali Masyhuri, salah
seorang Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur. "Itu hanya mengada-ada," lanjut
kiai yang biasa disapa Gus Ali itu. Ia mengaku kecewa karena sejak lama
ingin tahu wajah orang yang bernama H Mahrus Ali yang kontroversial itu.
Dengan nada menyakinkan, kembali ia mengharap agar H Mahrus mau hadir dalam
acara dialog itu. Soal keamanan sepenuhnya ditanggung Gus Ali. "Saya jamin
keamanannya," ujarnya tegas.


Kekecewaan juga terlihat dari Ketua Tim LBM PCNU Jember, Drs KH Abdullah
Syamsul Arifin, MHi. Ia juga mengaku gembira dengan adanya kabar H Mahrus
siap hadir, namun ketika membatalkan kesediaan, tentu saja rasa penasaran
itu muncul. "Kalau memang merasa benar dan dalilnya kuat, kenapa harus takut
adu argumentasi?" begitu Kiai Abdullah mempertanyakan.

Lebih jauh ia mempertanyakan motivasi penulisan buku itu. Sudah jelas
menginggung perasaan orang NU, diajak klarifikasi malah tidak mau. "Terus
mau diselesaikan dengan cara apa?" begitu pengasuh Pondok Pesantren Bustanul
Ulum Curang Kalong Bangsalsari Jember itu mempertanyakan. "Mestinya penulis
itu berani mempertanggungjawabkan apa yang ditulis, bukan malah menghindar.
Itu kan sama artinya tidak yakin dengan apa yang dia tulis sendiri," tandas
dosen STAIN Jember itu.


Salah seorang Wakil Katib Syuriah PWNU itu menuturkan, kisah serupa pernah
terjadi di daerahnya dua tahun silam. Kala itu ada seorang wahabiyin bernama
Lukman Ba'abullah, menyebarkan paham wahabi di Jember melalui buletin
bernama Al-Ilmu. Sama dengan buku karangan H Mahrus, tulisan dalam Al-Ilmu
banyak menyinggung perasaan nahdliyin. PCNU Jember bergerak dengan menulis
buku bantahan dari buletin penyebar keresahan itu. Setelah itu Lukman diajak
adu argumentasi secara terbuka. Berkali-kali diajak tidak mau, akhrinya
kasusnya dibawa ke FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama). Di depan FKUB
Lukman meminta maaf dan menghentikan tulisannya yang banyak menyinggung
perasaan umat Islam itu. "Sekarang kasusnya terulang lagi," tutur Kiai
Abdullah.


Menurut Kiai Abdullah, panitia tidak harus memaksa penulis buku itu nanti
hadir. Hanya saja sebagai konsekwensi logis, sebagai jalan keluar, pihaknya
meminta agar penerbit dan penulis menarik seluruh buku yang menyinggung
perasaan itu. "Mau bagaimana lagi, diajak ngomong enak-enak juga tidak mau,"
tuturnya dengan nada mulai meninggi.



Dari panitia pelaksana dikabarkan, meski penulis buku menyatakan tidak
hadir, namun acara dialog terbuka itu tidak dibatalkan, karena KH Muammal
Hamidy, pemberi kata pengantar, menyatakan siap. Panitia mengaku tidak
mempermasalahkan apakah dialog itu menarik atau tidak, karena hanya dihadiri
pemberi kata pengantar (mungkin juga penerbit), namun rencana itu tidak
dibatalkan. Sudah banyak pondok pesantren yang minta diberi undangan agar
bisa hadir dalam pertemuan itu. Bahkan sebagian dia antara permintaan itu
datang dari Jakarta. (sbh)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke