http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/23/daerah/
Pesta Adat "Aruh Mahanyari" di Bukit Meratus Berlangsung Meriah Kandangan, Kompas - Pesta adat aruh mahanyari atau selamatan untuk menikmati panen perdana bagi komunitas adat Dayak Meratus yang tinggal di Perbukitan Meratus berlangsung meriah. Aruh itu mereka yakini sebagai salah satu hari besar dalam agama atau kepercayaan Kaharingan yang mereka anut. Tamu dari berbagai balai atau rumah adat berdatangan untuk mengikuti perayaan tersebut. Pesta adat berlangsung meriah sehari semalam tanpa keterlibatan pihak luar, termasuk pemerintah, bahkan acara tersebut juga sepi dari kunjungan turis. Hingga kini komunitas Dayak Meratus memang mandiri, baik dalam membangun sistem komunal kehidupan mereka maupun dalam penyelenggaraan keagamaan. Pelaksanaan aruh mahanyari atau selamatan menikmati panen perdana padi organik yang mereka tanam di bukit itu berlangsung sejak Sabtu pagi hingga Minggu (22/5) dini hari. Acara persiapan dimulai pada pagi hari dengan membuat lamang, yaitu ketan yang dibakar di dalam buluh bambu. Malam harinya merupakan acara puncak. Para tamu dari berbagai balai yang diundang secara lisan berdatangan. Para undangan datang dari bukit lain dengan cara berjalan kaki sehari penuh melintasi hutan rimba Pegunungan Meratus. "Mereka hadir sebagai penghormatan kepada balai yang sedang melaksanakan aruh, sekaligus sebagai solidaritas antarbalai yang memiliki adat yang sama," kata Udin (25), pemuda Balai Kacang Parang. Setiap balai (satuan komunitas terkecil Dayak Meratus) memiliki jadwal aruh yang berbeda dan setiap balai selalu mengirimkan perwakilannya untuk mendatangi aruh. "Bamamang" Aruh yang puncaknya selalu dilaksanakan di dalam balai dan malam hari merupakan peristiwa yang mulai langka dan hanya bisa disaksikan di Perbukitan Meratus yang jauh dari penetrasi budaya kota. Kepala Adat Balai Kacang Parang, Ongkox (50), malam itu langsung memimpin pelaksanaan aruh dengan acara bamamang, yaitu berdoa untuk mengungkapkan syukur atas panen yang diberikan. Bamamang juga merupakan ritual memanggil roh-roh leluhur agar hadir dalam acara tersebut. Seusai bamamang, acara diselingi dengan bakanjar, yaitu tarian pemuda menggambarkan keperkasaan elang yang melambai-lambai di Perbukitan Meratus. Seusai bakanjar, para balian-rohaniawan dalam agama atau kepercayaan Kaharingan-yang berasal dari berbagai perwakilan balai memulai ritual batandik. Batandik merupakan ritual seperti menari yang khusus hanya dilakukan oleh mereka yang sudah mendapatkan gelar balian. Batandik ini mereka gelar semalam suntuk yang diiringi oleh tabuhan gendang kulit yang ditabuh para perempuan serta diiringi kecrekan gelang hiang yang dipegang oleh masing-masing balian. Acara yang menguras energi balian tersebut berlangsung dari pukul 22.00 hingga pukul 08.00 pagi. Kegiatan aruh ditutup dengan acara makan besar dan pembagian beras serta lamang kepada para pengunjung. "Masing-masing keluarga yang panen wajib merelakan sejumlah beras yang diberikan kepada pengunjung, ini namanya berbagi agar warga yang belum panen bisa ikut menikmati padi kami," kata Ongkox. Acara meriah tersebut berlangsung tanpa dikunjungi satu wisatawan pun. Panen, menggarap ladang, menanam padi, dan memeliharanya merupakan acara unik di komunitas Dayak Meratus karena bagi mereka merupakan bagian ritual hidup. Hanya saja, acara-acara unik seperti itu jarang dipromosikan pemerintah sebagai aset daerah yang bisa menarik perhatian wisatawan. (AMR) ++++ http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/23/daerah/1767807.htm Relokasi Permukiman Komunitas Adat Terpencil Terbengkalai Kandangan, Kompas - Puluhan unit rumah relokasi tempat tinggal masyarakat adat Dayak Meratus biasa disebut sebagai permukiman komunitas adat terpencil di kawasan Desa Muara Ulang, Kecamatan Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, kini terbengkalai. Kebutuhan permukiman yang tidak dikonsultasikan dengan masyarakat adat mengakibatkan tempat tinggal mirip bangunan rumah transmigran tersebut tak terpakai. Kepala Adat Balai Kacang Parang Ongkox (50), yang ditemui di balainya, Minggu (22/5) di Perbukitan Meratus, sekitar 210 kilometer dari Banjarmasin mengatakan, permukiman tersebut memang untuk warga Dayak Meratus yang tinggal di pedalaman. "Warga kami dari Kacang Parang ada sekitar empat keluarga yang dapat rumah itu," katanya. Selain warga dari Balai Kacang Parang, juga ada warga dari balai-balai lain di kawasan Desa Muara Ulang. Mereka yang dibuatkan rumah terutama warga Dayak Meratus yang tinggal di atas bukit dan jauh dari pasar-di Desa Muara Ulang. Dari pemantauan, permukiman masyarakat adat tersebut kini sudah sepi tidak berpenghuni. Dari pagi hingga malam hari tak ada tanda-tanda kehidupan warga. Ongkox menuturkan, warga Dayak Meratus meninggalkan permukiman itu karena jauh dari lokasi mata pencaharian. Warga Dayak Meratus sebagian besar merupakan peladang sistem "gulir balik" atau sering disebut peladang berpindah. Mereka mengandalkan getah karet dan kayu manis sebagai komoditas utama. "Permukiman itu memang dekat dengan pasar, tapi banyak yang tidak betah tinggal di situ karena kerja kita kan di hutan jauh dari permukiman itu," kata Ongkox. Hanya setiap hari Minggu beberapa rumah ada penghuninya. Mereka menyiapkan barang dagangan untuk dijual ke Desa Muara Ulang. Rumah kecil bercat putih seperti rumah transmigran tersebut memang berbeda dengan desain rumah balai milik warga setempat. Warga Dayak Meratus tinggal secara komunal mengitari balai. Balai merupakan pengikat persaudaraan antarkeluarga yang tinggal satu atap, sekaligus rumah ibadah. Seorang warga Kacang Parang, Abbas (52), mengatakan, sebenarnya Dayak Meratus lebih suka tinggal di balai-balai. Mereka menginginkan pemerintah memahami keinginan mereka memperbaiki balai. Warga beberapa kali mengajukan bantuan untuk memperbaiki balai, tetapi tidak mendapat tanggapan. "Mungkin tidak sampai. Yang jelas kami pernah mengajukan bantuan seng atap saja ketika balai kami hampir ambruk. Tetapi tetap tidak mendapat perhatian," kata Bungirman, warga Kacang Parang sekaligus anggota Badan Perwakilan Desa Muara Ulang. Saat ini untuk mencapai Balai Kacang Parang dari kota kecamatan Loksado hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau ojek sepeda motor selama satu jam. Medannya berbukit- bukit tinggi. (AMR) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/