http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/29/o3.htm
Pseudo Heroisme Anggota Dewan Oleh Muh. Kholid AS RAPAT paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyikapi polemik kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terbukti hanya sandiwara politik. Disertai dengan aksi walk out (WO) oleh seluruh anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) dan Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan (F-PDIP), akhirnya DPR secara institusi ''mendukung'' kebijakan tersebut. Dalam artikulasi politik selama satu minggu tersebut, terlihat betapa ''dinamika'' wakil rakyat memang begitu cair. Kendati beberapa fraksi pada awalnya ''bergelora'' untuk menolak kebijakan menaikkan harga BBM, dalam sekejap sikap tersebut berubah menjadi mendukung. ------------------------ Lahirnya keputusan DPR tersebut menjadikan parade sandiwara DPR sebagai pembela ''palsu'' kepentingan telah berakhir dengan kekalahan rakyat. Sebagai protagonis serial sandiwara tersebut, sebelumnya mereka berlomba-lomba menunjukkan eksistensinya sebagai ''pembela kebenaran''. Bukan sekadar adu argumentasi saja yang ditunjukkan, tetapi kompetisi ''panco'' juga dijadikan sebagai uji material. Sebagai legislator yang dipilih ''langsung'' oleh rakyat, mereka menampilkan parade adegan reality show sebagai trustee dan delegate rakyat yang proporsional. Hingga lembaga parlemen yang normatifnya mengandalkan oral dalam manajemen artikulasi perbedaan pendapat harus menyertakan praktik upper cut, sebagaimana yang dipraktikkan oleh preman jalanan. Melihat kronologi tawuran anggota Dewan per 16 Maret lalu, adalah wajar jika penonton (rakyat) akan terpesona dengan ''perjuangan'' mereka. Kendati rakyat hampir sekarat menghadapi kehidupan pascakenaikan harga BBM, justru wakil-wakilnya di parlemen terus mempolitisasi persoalan tersebut tanpa memberikan solusi yang esensial. Bayangkan saja, untuk memilih dua opsi, antara menolak dan mendukung kebijakan pemerintah tersebut, waktu setengah bulan ternyata tidak cukup sebagai ajang bernegosiasi. Kendati persoalan BBM hanya terletak pada kesalahan prosedural lembaga eksekutif, nyatanya anggota legislatif mempergunakannya sebagai kesempatan bermonuver untuk kepentingan partai politik (parpol) tempatnya bernaung. Adu gengsi dua lembaga ini justru menjadi media dalam mendongkrak citra beberapa parpol yang sebelumnya telah tenggelam. Kebijakan pemerintah yang kurang populis tersebut dipolitisasi sedemikian rupa untuk dijadikan momentum menanam investasi politik pragmatis. Hanya, lagi-lagi term rakyat dicomot sebagai legitimator atas keinginan primordialis-sektarian tersebut. Kecerobohan Dewan Jika dicermati secara seksama, pokok persoalan perseteruan tersebut merupakan imbas kecerobohan anggota Dewan sendiri yang tidak melaksanakan wewenang dan hak-hak konstitusionalnya. Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan dalam membela kepentingan rakyat, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 20 A (1) maupun Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2003 pasal 26 (1), tidak dilaksanakan secara elegan oleh anggota Dewan. Kontroversi kenaikan harga BBM sudah dibahas oleh eksekutif-legislatif sebelum penetapan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 per 1 Maret lalu. Pasalnya, sebelum kebijakan tersebut benar-benar ditetapkan oleh pemerintah, polemik persoalan ini sudah menjadi perdebatan umum dalam masyarakat. Dalam tataran normatif, seharusnya anggota Dewan sudah mengetahui kondisi rial rakyat yang keberatan dalam menghadapi kenaikan harga BBM. Prediksi fluktuasi meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran, mahalnya biaya pendidikan, serta seabrek masalah sosial lainnya, seharusnya sudah terdeteksi oleh wakil rakyat bila mereka benar-benar aspiratif. Bukan sebaliknya, Dewan justru melakukan aksi reaktif pascamaraknya berbagai demonstrasi yang menentang kebijakan tersebut. Melihat kronologi di atas, sesungguhnya apa yang diperlihatkan oleh anggota Dewan, menolak ataupun memahami kenaikan harga BBM, sebagai usaha pembelaan kepentingan rakyat adalah bullshit. Bagi yang menolak, sikap tersebut tampaknya lebih banyak dilandasi oleh upaya mendelegitimasi kedudukan eksekutif, sebagai kompensasi tersingkirnya mereka dalam ranah tersebut. Sedangkan bagi yang mendukung, sikap tersebut tidak lain adalah upaya untuk mempertahankan status quo kekuasaan yang didapatnya. Singkatnya, dualitas opsi tersebut sebenarnya tidak jauh-jauh dari persoalan memperkukuh cakar kekuasaan di berbagai lembaga negara dan hedonisme anggota Dewan. Suara apa pun yang dikumandangkan oleh anggota DPR dalam menyikapi polemik ini, tidak akan mempunyai akses yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup rakyat. Monuver wakil rakyat tersebut tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap kondisi kehidupan rakyat menuju iklim yang lebih baik. Keputusan DPR apa pun yang lahir dari rapat paripurna tersebut tidak akan mempunyai kekuatan hukum untuk menganulir Peraturan Presiden 22 Tahun 2005 yang sudah ''telanjur'' diundangkan, kecuali hanya meninjau saja. Anggota Dewan yang masih bisa mengoptimalkan akal sehat dan nuraninya, seharusnya mampu melihat berbagai alternatif jalan solutif yang bisa berimbas langsung kepada kehidupan rakyat. Bagi yang kontra, adalah langkah yang elegan jika melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA), hak angket, maupun interpelasi. Sedangkan bagi yang pro-kebijakan, lebih baik mengkonsentrasikan diri pada pengawasan distribusi dana kompensasi yang tentunya sarat dengan berbagai malpraktik. Pada sisi lain, polemik DPR tentang kenaikan harga BBM mungkin hanyalah strategi untuk menutupi perilaku holocaust anggotanya dalam meraih keuntungan pribadi. Pasalnya, di tengah semarak perseteruan tersebut, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR secara diam-diam telah mengajukan pendapatan tambahan bagi anggota Dewan. Berdalih sebagai operasionalisasi penyerapan aspirasi konstituen di daerah pemilihan, masing-masing anggota Dewan direncanakan akan menerima Rp 15 juta setiap bulan (10 Maret 2005), serta kenaikan gaji pokok sebesar Rp 2,8 juta. Lebih heboh lagi, DPR justru meminta kompensasi kenaikan harga BBM dalam kenaikan tunjangannya hingga 50 persen. Berbagai monuver dalam rapat paripurna DPR beberapa hari terakhir, dalam faktanya mampu menutupi kebobrokan legislator. Mereka ingin membalikkan antipati rakyat menjadi simpati, dengan mengalihkan substansi persoalan dalam aksi pseudo-heroisme. Dalam realitasnya, rakyat tetap menjadi objek politik yang selalu dieksploitasi oleh elite dalam mendukung kepentingan mereka. Apa yang terjadi di gedung Senayan tersebut, sesungguhnya hanya akan memberikan keuntungan kepada pengambil kebijakan negeri ini, tanpa membawa perbaikan kesejahteraan hidup rakyat. Rakyat tidak mungkin bisa menemukan kenaikan harga BBM dianulir sebagai akibat sandiwara anggota Dewan. Kalangan grass root tetap merasakan kenaikan harga BBM, ongkos transportasi yang melangit, biaya pendidikan semakin mahal, pengobatan tidak kunjung gratis, serta melambungnya harga kebutuhan pokok sehari-hari. Penulis, peneliti bidang sosial-politik pada Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS) Surabaya [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/