http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/12/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Quo Vadis Rekonsiliasi Nasional Indonesia? Judo Poerwowidagdo DALAM rangka mempe- ringati ulang tahun ke-60 Republik Indonesia (RI), kita perlu mempertanyakan kembali usaha untuk mengadakan rekonsiliasi nasional bangsa kita. Namun, usaha untuk mengadakan rekonsiliasi bangsa tidak mungkin dilakukan hanya oleh sebagian kecil masyarakat. Rekonsiliasi nasional harus merupakan suatu tekad bersama seluruh warga masyarakat yang diwakili oleh semua unsur-unsur atau elemen-elemen dalam masyarakat. Tanpa tekad bersama semua warga masyarakat, akan sulit, bahkan mustahil dapat tercapai rekonsiliasi bangsa kita. Usaha rekonsiliasi nasional memerlukan common set of minds dari masyarakat. Artinya, seluruh warga masyarakat perlu mempunyai tekad bersama, satu keinginan bersama untuk menyelesaikan persoalan bangsa kita secara tuntas. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masalah-masalah yang harus diselesaikan dengan baik, agar rekonsiliasi betul-betul dapat terwujud secara menyeluruh. Berbagai krisis harus diatasi, berbagai penyebab-penyebab konflik masyarakat harus dilenyapkan dan ditransformasikan menjadi peluang untuk membangun masyarakat Indonesia yang baru, yang lebih baik, aman dan tenteram, adil makmur serta sejahtera, suatu masyarakat sipil yang demokratis. Bersyukurlah kita, menjelang peringatan ke 60 tahun kemerdekaan RI ini akan ditandatangani Nota Kesepakatan Bersama (MOU) antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Nota kesepahaman ini diharapkan dapat membawa perdamaian dan kedamaian yang lestari di bumi tanah rencong (Aceh), sehingga masyarakat di Aceh dapat kembali hidup normal dengan penuh kedamaian dan kesejahteraan. Dengan pemberian amnesti kepada anggota-anggota GAM, baik yang telah dijatuhi hukuman penjara maupun yang masih dalam penahanan, serta anggota-anggota GAM lainnya, diharapkan terjadi rekonsiliasi antara GAM dan masyarakat Aceh serta Pemerintah RI. Tentu hal ini merupakan suatu harapan besar bagi tercapainya rekonsiliasi nasional. Penyelesaian Konflik Namun, selain masalah Aceh ini, masih banyak lagi masalah-masalah lain yang memerlukan adanya rekonsiliasi, khususnya masalah-masalah konflik yang terjadi di dalam masyarakat kita, termasuk konflik-konflik horizontal masyarakat yang terjadi di berbagai wilayah negara kita. Masalah-masalah pelanggaran HAM berat yang selama ini telah terjadi di dalam masyarakat kita juga memerlukan rekonsiliasi. Misalnya masalah G-30-S PKI, masalah Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, masalah Papua dan lain-lain. Khusus masalah Papua, seperti masalah Aceh, perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari Pemerintah Republik Indonesia. Khususnya karena pelanggaran-pelanggaran HAM berat di sana dilakukan secara institutional oleh aparat negara, sebagai kebijakan politik Pemerintah. Dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Pasal 46 ayat 1, dikatakan bahwa, "Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi." Ayat 2 menyatakan, "Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah: a. melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan b. merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi." Pertanyaan sekarang timbul berkenaan dengan UU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Kemanakah akan dibawa masalah rekonsiliasi ini? Banyak hal akan dihadapi oleh KKR. Pertama, yang harus dihadapi oleh KKR adalah menentukan persoalan-persoalan apa saja yang akan menjadi perhatian atau urusan KKR? Bagaimana menentukan kriteria persoalan yang harus dihadapi, atau kasus-kasus apa saja yang dapat atau patut didengar dan diselesaikan oleh KKR? Bagaimana pelanggaran berat HAM akan didefinisikan atau dipahami? Kedua, masalah metodologi kerja KKR. Apakah KKR ini akan menunggu para pelaku pelanggaran HAM berat untuk maju ke depan KKR guna menceritakan pelanggaran mereka? Ataukah KKR akan mendengarkan keluhan para korban dan baru kemudian memanggil (dengan subpoena) saksi-saksi pelaku pelanggaran HAM? Dengan kata lain, bagaimanakah proses (hearing) yang akan dilakukan oleh KKR ini? Ketiga, apakah para korban bersedia untuk mengampuni kesalahan para pelaku setelah mendengarkan pengakuan dengan benar oleh pelaku atas peristiwa pelanggaran HAM berat itu? Lalu, bagaimana proses pemberian amnesti itu diberikan kepada para pelaku pelanggaran HAM, ataukah para korban masih menuntut diadakannya proses pengadilan HAM? Kalau masih menuntut pengadilan HAM, lalu apakah gunanya proses KKR? Atau sebaliknya, apakah KKR ini hanya akan menjadi ajang atau sarana pemberian amnesti bagi pelaku pelanggaran HAM berat untuk menghindarkan diri dari hukuman dan kurang memperhatikan nasib para korban? Keempat, apakah KKR dalam proses mendengarkan pengakuan korban dan pelaku lalu mampu menentukan kriteria pemberian amnesti bagi pelaku dan dengan dasar hukum apa pemberian amnesti itu, serta bagaimana menentukan kompensasi atau reparasi bagi para korban? Apakah ada cukup dana untuk memberikan kompensasi/ reparasi kepada para korban yang jumlahnya tentu banyak sekali, ribuan bahkan ratusan ribu? Padahal, sesuai dengan hukum internasional, para korban pelanggaran HAM perlu mendapat kompensasi yang cukup signifikan. Sebab menurut konvensi PBB, merupakan hak para korban pelanggaran HAM untuk mendapat kompensasi atas kehilangan dan penderitaan mereka. Jadi ganti kerugian yang akan diberikan kepada para korban seharusnya cukup signifikan. Adakah dana pemerintah untuk pemberian kompensasi ini? Adil Di Afrika Selatan KKR (Truth and Reconciliation Commission - TRC) telah mendengarkan puluhan ribu orang-orang yang menjadi korban pelanggaran HAM dan pelaku pelanggaran HAM. Dengar peristiwa (hearing) pertama-tama diberikan kepada korban untuk menceritakan pengalaman mereka, baru setelah itu tertuduh baru dipanggil untuk memberikan kesaksian mereka. Apabila terdapat persamaan data, dan dinyatakan bahwa memang ada pelanggaran berat HAM, kepada saksi pelapor diberikan formulir untuk pengisian permintaan reparasi (ganti rugi). Bagi para pelaku pelanggaran diberi kesempatan mengajukan amnesti. Keputusan diberikan atau tidak terletak pada komite masing-masing, yakni komite reparasi dan komite amnesti. Pemberian reparasi dilakukan dengan dasar bahwa korban tidak lagi dapat menuntut ke pengadilan mereka yang telah diberi amnesti. Pemberian amnesti oleh negara (pemerintah) mewajibkan pemerintah memberikan reparasi kepada korban. Hanya dengan pengampunan sedemikianlah diharapkan terjadinya rekonsiliasi. "Tanpa pengampunan maka tidak akan ada masa depan bangsa". Tanpa pemberian reparasi, tidak akan ada keadilan juga. Tujuan pemberian amnesti dan pemberian reparasi kepada korban adalah untuk terjadinya rekonsiliasi secara adil antara pihak-pihak yang berkonflik. Lalu, kemanakah akan diarahkan KKR kita? Rekonsiliasi macam apakah yang akan diwujudkan dalam proses kerja KKR nantinya? Apakah proses hearings yang akan dilakukan oleh KKR itu akan dapat membuka tabir pelanggaran HAM berat selama ini di Indonesia? Akan terbukakah para pelaku pelanggaran HAM berat untuk mau mengakui perbuatan mereka di masa lampau? Apakah konsekwensinya kalau para pelaku itu tidak mau mengatakan yang sebenarnya atau tidak mau mengakui perbuatan mereka? Tentu, proses Pengadilan HAM harus dapat berfungsi di dalam hal ini. Namun, kesempatan untuk tidak melalui proses pengadilan HAM biasa diberikan melalui KKR ini. Bagaimana dengan keadaan di mana para korban pelanggaran HAM kemudian juga menjadi pelaku pelanggaran HAM? Inilah satu masalah tersendiri. Konseling Mendengarkan keluhan dan cerita penderitaan korban pelanggaran HAM yang ribuan jumlahnya tentu merupakan beban psikologis tersendiri bagi anggota KKR. Apakah sudah dipikirkan tentang perlunya konseling bagi korban pelanggaran yang mengalami trauma, yang harus mengulangi kisah sedihnya di depan publik, serta konseling bagi anggota KKR yang kemungkinan akan mendapat stress karena mendengarkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ribuan jumlahnya itu? Hal ini dilakukan di Afrika Selatan. Ada tim konseling yang melayani kebutuhan dari para korban pelanggaran HAM maupun bagi anggota Komisi itu sendiri. Dalam kita merenungkan hari ulang tahun ke 60 RI, kita memahami perlunya kesadaran penuh tentang pentingnya rekonsiliasi nasional, agar persoalan-persoalan yang masih mengganjal di dalam masyarakat dapat kita selesaikan dengan baik. Marilah kita menengok ke masa depan bangsa dan meninggalkan masa lalu yang suram. Kita harus mau dan berani terbuka tentang pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan baik oleh individu maupun institusi, namun sekaligus kita harus berani terbuka pula untuk mau mengampuni kesalahan-kesalahan itu. Bukannya kita harus melupakan pelanggaran-pelanggaran HAM berat itu, sebab peristiwa itu tidak boleh kita lupakan agar tidak terulang lagi, namun kita perlu mau mengampuni, demi tercapainya rekonsiliasi. Hal ini memerlukan keterbukaan dan jiwa yang besar, demi tercapainya kedamaian yang lebih lestari. Dalam kita memperingati hari ulang tahun ke 60 Republik Indonesia ini, hendaknya kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat berpedoman pada prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai norma utama dalam kita menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, dalam kita menegakkan demokrasi di Indonesia. Semoga! * Penulis adalah pemerhati masalah sosial Last modified: 12/8/05 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hs70gcb/M=320369.6903865.7846595.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123848466/A=2896110/R=0/SIG=1107idj9u/*http://www.thanksandgiving.com ">Help save the life of a child. Support St. Jude Children¿s Research Hospital</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/