Kompas: RI Terancam Stagflasi BI Rate Naik 100 Basis Poin, Menjadi 11 Persen
M Fajar Marta Jakarta, Kompas - Perekonomian Indonesia terancam stagflasi atau kondisi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi melambat dan pengangguran meninggi, tetapi harga dan inflasi naik. Tanda-tanda stagflasi makin terlihat seiring langkah bank sentral menaikkan suku bunga untuk meredam lonjakan inflasi. Untuk menghindari stagflasi, pemerintah harus meningkatkan investasi dan ekspor guna memacu pertumbuhan. Dalam jangka pendek, otoritas fiskal disarankan memberikan insentif pajak kepada sektor riil agar sektor tersebut tetap bisa tumbuh. Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus meningkatkan koordinasi untuk mengurangi dampak lanjutan (second round) inflasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak yang sangat tinggi. Demikian dikatakan, secara terpisah, oleh pengamat ekonomi Faisal Basri dan ekonom Bank Mandiri Martin Panggabean, Selasa (4/10) di Jakarta. Dewan Gubernur BI kemarin memutuskan menaikkan BI Rate atau suku bunga induk di Indonesia sebesar 100 basis poin (bp), menjadi 11 persen. Sejak diluncurkan Juli 2005, BI telah menaikkan BI Rate sebanyak empat kali, dengan total 250 bp. Kenaikan BI Rate kemarin merupakan yang tertinggi. Langkah tersebut dilakukan untuk meredam inflasi yang semakin melonjak. Pada akhir triwulan III 2005, inflasi tahunan (year on year) telah mencapai 9,06 persen, tertinggi dalam 33 bulan terakhir, yang salah satunya dipicu ekspektasi inflasi sehubungan dengan rencana kenaikan harga BBM. Dengan kenaikan harga BBM yang rata-rata 107 persen, BI memperkirakan inflasi sebagai dampak langsung (first around) akan mencapai 2,25 persen. Jika ditambah dampak lanjutan dan inflasi akibat meningkatnya permintaan menjelang perayaan Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, inflasi dalam tiga bulan terakhir 2005 mencapai 3 persen. Jadi, inflasi pada akhir 2005 diperkirakan mencapai 12 persen. Ini perkiraan yang optimistis, kata Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Jika BI tidak menaikkan BI Rate, dikhawatirkan inflasi akan meroket dan nilai tukar jatuh akibat orang tidak lagi tertarik memegang rupiah. BI menilai naiknya ekspektasi inflasi dan nilai tukar dapat meningkatkan risiko ketidakstabilan makro-ekonomi, yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga ini untuk menurunkan tensi dari perekonomian dan menjaga kestabilan makro-ekonomi, kata Burhanuddin. Di sisi lain, BI memperkirakan bakal terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi 2005 diperkirakan 5,7 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, sebesar 5,9 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan 5,9 persen, juga lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yang 6,1 persen. Martin Panggabean memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2005 5-5,3 persen akibat kenaikan harga BBM. Ini berarti stagnan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2004 yang 5,1 persen. Dalam enam bulan ke depan hingga 2006, ekonomi akan terus melemah. Apalagi ditambah kejadian bom Bali, kata Martin. Faisal Basri mengatakan, kenaikan BI Rate secara tidak langsung akan memicu peningkatan suku bunga kredit. Kondisi ini tentu akan menambah tekanan pada sektor riil yang saat ini sudah sangat kepayahan oleh kenaikan harga BBM yang tidak terduga. Kejatuhan sektor riil pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pengangguran. Selain itu, juga meningkatkan kredit bermasalah yang akan memukul balik industri perbankan. Deputi Gubernur BI Hartadi A Hernowo optimistis kenaikan suku bunga tidak akan membebani perbankan dan sektor riil. Saat ini suku bunga kredit perbankan 14-17 persen per tahun. Selain terjadinya lonjakan inflasi, dalam triwulan III 2005 investasi, konsumsi swasta, dan ekspor menunjukkan kecenderungan menurun. Di sisi penawaran, penambahan kapasitas perekonomian juga terkendala. Dari sisi eksternal, surplus neraca pembayaran Indonesia pada akhir 2005 diperkirakan menurun daripada tahun sebelumnya. Aliran modal masuk diperkirakan masih sangat terbatas, sedangkan kewajiban pembayaran utang luar negeri cukup besar. Pada neraca transaksi berjalan, peningkatan impor jauh melebihi peningkatan ekspor. Melemahnya kinerja neraca pembayaran telah memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Kemarin, nilai tukar rupiah ditutup pada posisi Rp 10.195 per dollar AS. Mahal Faisal Basri menjelaskan, BI memang harus menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Hanya saja, kenaikan BI Rate yang sangat drastis akan menimbulkan biaya besar. Contoh, dibandingkan dengan perkiraan SBI 3 bulan dalam APBN-P yang sebesar 8 persen, BI Rate kini lebih tinggi 3 persen. Setiap kenaikan SBI satu persen akan meningkatkan defisit Rp 2 triliun. Ini berarti defisit akan bertambah sekitar Rp 6 triliun, katanya. Menurut dia, kondisi ini tidak seharusnya terjadi jika sebelum menaikkan harga BBM pemerintah bertanya dulu kepada BI tentang dampak inflasinya. Artinya, jika akhirnya suku bunga harus dinaikkan drastis, pemerintah seharusnya tidak menaikkan harga BBM begitu tinggi. Burhanuddin pun mengakui tidak mengetahui seberapa besar pemerintah akan menaikkan harga BBM. Menurut Faisal, karena inflasi bersumber dari sisi penawaran, yaitu kenaikan harga BBM, maka otoritas fiskal yang harus mengambil tindakan mencegah perekonomian menuju stagflasi. Caranya, berikan stimulus pajak kepada sektor riil untuk mengimbangi tekanan kenaikan harga BBM. Misalnya, dengan menurunkan pajak PPN. Pemerintah juga harus menghilangkan ekonomi biaya tinggi, katanya. Agar perekonomian tidak terjebak dalam stagflasi, ke depannya BI harus menurunkan kembali suku bunga secara bertahap jika inflasi menunjukkan kecenderungan menurun. Selain itu, BI juga harus menurunkan giro wajib minimum (GWM) agar perbankan leluasa menyalurkan kredit. Pemerintah harus lebih banyak memberikan stimulus ekonomi. Dalam jangka pendek, insentif sebaiknya diberikan kepada sektor transportasi agar kenaikan tarifnya tidak besar, ujar Faisal. (TAV) http://kompas.com/kompas-cetak/0510/05/utama/2105144.htm Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] __________________________________ Yahoo! Mail - PC Magazine Editors' Choice 2005 http://mail.yahoo.com ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/V8WM1C/EbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/