RIAU POS

            Selasa, 12 September 2006  

            Ragu pada Validitas Data BPS 



            Pada Agustus 2006 terjadi poliemik angka kemiskinan ketika Presiden 
Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mengumumkan angka kemiskinan dan pengangguran. 
Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi kambing hitam yang dipermasalahkan oleh 
banyak pihak sebagai pengeluar data resmi pemerintah. Layakkah BPS menjadi 
kambing hitam? 

            Pada 2005, Provinsi Riau melalaui Badan penelitian dan Pengembangan 
bekerja sama dengan BPS mengeluarkan data kemiskinan. Data tersebut cukup 
detail karena menunjuk langsung dimana rumah dan alamat si miskin tersebut. 
Metoda yang dipakai dengan blok sensus, yaitu data keluarga miskin BKKBN yang 
mencapai 41 persen tahun 2004 disensus ulang oleh BPS yang hasilnya diketahui 
tingkat kemiskinan mencapai 22,19 persen dari penduduk Riau. Secara politis 
data data tersebut dinyatakan sebagai data provinsi Riau. 

            Mengejutkan

            Badan Advokasi Publik pada akhir 2005 berinisiatif untuk melakukan 
uji data kemiskinan hasil Balitbang -BPS tersebut di Pekanbaru. Metoda yang 
dipakai sensus blok terbatas. Data kemiskinan Pekanbaru diverivikasi 
berdasarkan lama tinggal dalam hal ini yang diambil adalah lama tinggalnya 
terbatas 0-5 tahun. Berdasarkan data Balitbang -BPS tersebut diperoleh infomasi 
bahwa jumlah rumah tanggal yang tinggal di Pekanbaru 0-5 lima tahun berjumlah 
484 rumah tangga. Dari jumlah tersebut diambil 126 rumah tangga yang akan 
disensus kembali berdasarkan data detail dari Balitbang-BPS tersebut. Bahwa 
data ini hanya mewakili sample saja, bukan yang lain. Data ini valid hanya 
untuk sample saja. 

            Temuannya sangat mengejutkan, dimana data BPS menunjukkan bahwa 126 
rumah tangga tersebut yang hanya tinggal 0-5 tahun hanya 45 persen saja, 
sisanya atau 55 persen  tinggal di Pekanbaru lebih dari lima tahun bahkan ada 
yang 15 tahun. Data ini menunjukkan bahwa tingkat erornya data mencapai 55 
persen atau sangat tidak valid. 

            Hal serupa juga ditemukan untuk data pendidikan, data balitbang-BPS 
menyatakan sample 2  persen yang tidak tamat sekolah dasar yang datang di bawah 
lima tahun, hasil survei menunjukkan bahwa tidak ditemukan yang tidak tamat 
sekolah dasar yang datang lima tahun terakhir ke Pekanbaru. Bahkan 50 persen 
tamatan SMU, 10 persen perguruan tinggi, 16 persen sekolah dasar, dan 24  
persen tamat SMP. 

            Lebih mengejutkan lagi, dari rekapulasi BPS yang diterbitkan di 
buku biru jika telusuri lebih teliti ditemukan  kejanggalan. Kejanggalan 
tersebut dijumpai pada sesilih sample blok dengan jumlah penduduk miskin. Di 
Dumai  sample berjumlah 27.595 sementara jumlah penduduk miskinnya mencapai 
38.515 orang, Bengkalis  jumlah sample blok 95.654 sementara jumlah penduduk 
miskin 140.463, Kuansing jumlah sample blok 66.589 jumlah penduduk miskin 
66.920,  Kampar jumlah sample blok 115.994 jumlah penduduk miskin 22.504. Jika 
survei ini menggunakan sample blok artinya sample yang ditetap merupakan jumlah 
maksimal orang miskin dari jumlah tersebut diketahui jumlah orang miskin 
sesungguhnya. Di luar sample blok sudah ditetapkan sebagai orang yang tidak 
miskin atau orang kaya, sehingga tidak mungkin orang miskin melebihi jumlah 
sample block tersebut. 

            Jika jumlah penduduk miskin melebih dari sample blok maka sudah 
dipastikan terjadi eror dalam entri data. Terdapat selisih yang cukup besar 
yaitu 68.729 kelebihan penduduk miskin dari sample blok yang ditetapkan. Jumlah 
tersebut cukup besar, untuk menilai akurasi suatu data. Gambaran di atas 
menunjukkan bahwa akurasi data yang dilakukan BPS bukan hanya pada pengambilan 
datanya, tetapi sampai pengolahan data. 

            Melihat kenyataan ini adalah sangat wajar terjadinya turun naik 
angka kemiskinan. Seperti yang terjadi pada 2006 ini dimana kenaikan jumlah 
orang miskin diperkirakan naik hampir 4 juta jiwa sehingga jumlah penduduk 
miskin mencapai 39,5 juta jiwa dari 35,10 jiwa pada Februari 2005. Padahal dana 
yang peruntukan sangat besar, pemerintah pusat  pada 2005 mencapai Rp21 triliun 
dan tidak termasuk dana yang disiapkan di 32 Provinsi berikut kabupatenya serta 
pihak swasta dan NGO. 

            Perkiraan Sumber Masalah

            Secara resmi BPS Riau menyatakan bahwa faktor waktulah yang 
menyebabkan munculnya masalah akurasi data ini. Hambatan waktu ini sebenarnya 
bersumber dari kemampuan sumber daya manusia dan prosedur kerja yang dipakai . 
Kalau quick count bisa tuntas dalam dua hari, walau data yang dikirim tunggal 
tetapi setidaknya sumber daya manusianya mampu membuat prosedur yang benar. 
Padahal validasi sebuah survei sangat tergantung pada komitmet  dan moral 
tenaga lapangan dan prosedur yang disiapkan secara benar, cepat  dan tepat 
juga. 

            Kunci utama validitas adalah prosedur yang benar, prosedur yang 
dimaksud mulai dari pendefinisian, konsep, teknik pengambillan data dan teknik 
kontrol validitas data. Prosedur yang benar dan tepat akan mampu mengurangi 
kenakalan pengutip data di tingkat lapangan. 

            Sayang sekali BPS dalam melakukan survei kemiskinan ini belum 
transparan prosedur tersebut. Tranparansi prosedur tersebut penting untuk 
mengenali titik permasalahan dari ketidakvaliditas data tersebut, sehingga 
waktu tidak bias dijadikan korban. Ketertutupan BPS ini mengindentitifkan bahwa 
titik lemah dari  permasalahan vailidatas data tersebut bukan bersumber dari 
waktu tetapi bersumber dari sumber daya manusia dan prosedur yang tepat, cepat 
dan benar tadi. 

            Arah Perbaikan

            Menyambut keinginan Pemerintah Provinsi Riau untuk meng-up to date 
data kemiskinan, maka perlu sekali perbaikan prosedur agar tingkat error 
minimal hanya 5 persen saja jangan sampai 55 persen lagi. Ada baik program 
teknologi informasi mudah dan semua orang bias pakai sebagaimana program di 
perusahaan administrasi efek dan bursa saham. Jadi entri data tidak lagi 
terpusat di provinsi sehingga menumpuk dan memerlukan waktu lama. Dengan 
program informasi teknologi yang canggih maka entri dapat dilakukan di 
kecamatan yang dipastikan sudah punya telepon. Tinggal prosedur entri data 
tersebut yang perlu diperketat. Jadi bukan bukannya petugas sensur nongkrong di 
kecamatan lalu mendata penduduk di desa secara imajiner.! Nah kalau BPS belum 
mampu memenuhi standar yang dibuat Pemprov Riau maka serahkan saja ke 
perusahaan lain yang lebih profesional. Sekian.***

            M Rawa El Amady, Direktur Badan Advokasi Publik (BAP). 
           
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke