dari Sukarno untuk Indonesia:

Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat, 
hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie 
saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat 
mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale 
rechtvaardigheid (keadilan politik dan keadilan sosial, dalam 
bahasa Belanda-Ed.).

 

Kita akan bicrakan hal ini bersama-sama, Saudara-Saudara, di 
dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal 
akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan Kepala 
Negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarki. 
Apa sebab? Oleh karena monarki vooronderstelt erfe-lijkheid 
(pewarisan yang sudah diketahui terlebih dahulu, dalam bahasa 
Belanda-Ed.). Turun-temurun. Saya orang Islam, saya demokrat 
karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka 
saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah 
agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik 
kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih oleh rakyat? 
Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau 
pada suatu hari Ki Bagoes Hadikoesoemo misalnya, menjadi 
Kepala Negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, 
janganlah anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya – 
dengan otomatis – menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka 
oleh karena itu, saya tidak mufakat kepada prinsip monarki itu.



Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah 
mengemukakan 4 prinsip:

 

1.    Kebangsaan Indonesia

2.    Internasionalisme atau perikemanusiaan

3.    Mufakat atau demokrasi

4.    Kesejahteraan sosial.

 

Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka 
dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, 
tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan 
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut 
petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk 
Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya 
menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita 
semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara 
yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan 
cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara 
kebudayaan, yakni tiada "egoisme agama". Dan hendaknya 
Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!

 

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun 
Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang 
berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.

 

(Tepuk tangan sebagian hadirin)

 

Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang 
verdraagzaamheid (sifat dapat memahami pendapat yang lain, 
dalam bahasa Belanda-Ed.), tentang menghormati 
agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan 
verdraagzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka 
yang kita susun ini – sesuai dengan itu – menyatakan: Bahwa 
prinsip kelima dari Negara kita, ialah Ketuhanan yang 
berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, 
Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku 
akan berpesta raya, jikalau Saudara-saudara menyetujui bahwa 
Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha 
Esa!

 

Di sinilah, dalam pangkuan asas yang kelima inilah, 
Saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia 
sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan 
Negara kita akan bertuhan pula!

 

Ingatlah prinsip ketiga – permufakatan, perwakilan – di situlah 
tempatnya ktai mempropagandakan ide kita masing-masing 
dengan cara yang tidak onverdraagzaam (tidak sabar, 
memaksa, dalam bahasa Belanda-Ed.), yaitu dengan cara yang 
berkebudayaan!

 

Saudara-saudara! "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan 
Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca 
Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang 
kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. 
Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima 
setangan. Kita mempunyai pancaindera. Apa lagi yang lima 
bilangannya?

 

(Seorang yang hadir: "Pendawa Lima.")

 

Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip – 
kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan 
ketuhanan – lima pula bilangannya.

 

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini 
dengan petunjuk seorang teman ahli bahasa  -- namanya ialah 
Pancasila. Sila artinya "asas" atau "dasar", dan di atas kelima 
dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.

 

(Tepuk tangan riuh)

 

Atau, barangkali ada Saudara-saudara yang tidak suka akan 
bilangan lima itu? Saya boleh peras sehingga tinggal 3 saja. 
Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang 
tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah 
dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua 
dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme – 
kebangsaan dan perikemanusiaan – saya peras menjadi satu: 
itulah yang dahulu saya namakan Sosio-nasionalisme.

 

Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi 
politiek-economische demoratie – yaitu politieke demoratie 
dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan 
kesejahteraan – saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang 
dulu saya namakan Sosio-demokrasi.

 

Tinggal lagi Ketuhanan, yang menghormati satu sama lain.

 

Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: 
Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Kalau 
Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi 
barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, 
dan minta satu, satu dasar saja! Baiklah saya jadikan satu, saya 
kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

 

Sebagai tadi telah saya katakan: Kita mendirikan negara 
Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat 
semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam 
buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan 
Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat 
Indonesia, tetapi Indoesia buat Indoesia. Semua buat semua! 
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga 
menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia 
yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". Alangkah hebatnya! 
Negara Gotong-Royong!

 

(Tepuk tangan riuh-rendah)

 

"Gotong-royong" adalah paham yang dinamis, lebih dinamis 
dari "kekeluargaan", Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah 
satu paham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan 
satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan 
anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. 
Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, 
bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang 
bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan 
bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, 
keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris 
buat kepentingan bersama! Itulah gotong-royong!

 

(Tepuk tangan riuh-rendah)

 

Prinsip gotong-royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, 
antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan 
Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa 
Indonesia. Inilah, Saudara-saudara, yang saya usulkan kepada 
Saudara-saudara.

 

Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi 
terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, 
Ekasila ataukah Pancasila? Isinya telah saya katakan kepada 
Saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya 
usulkan kepada Saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk 
Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah 
menggelora dengan prinsip-prinsip itu. 

 

Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa peperangan, 
Saudarna-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita 
mendirikan negara Indonesia. Di dalam gunturnya peperangan! 
Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah 
Subhanahu wa ta'ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia 
bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu 
godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah 
Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia 
Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan 
Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia 
yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat-laun menjadi 
bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT.

 

Berhubungan dengan itu – sebagai yang diusulkan oleh 
beberapa pembicara-pembicara tadi – barangkali perlu 
diadakan noodmaat-regel (aturan darurat, dalam bahasa 
Belanda-Ed.), peraturan yang bersifat sementara. Tetapi 
dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut 
pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, 
Saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita.

 

Entah Saudara-saudara memufakatinya atau tidak, tetapi saya 
berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk 
Weltanschauung itu. Untuk membangun nasionalistis 
Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan 
Indonesia yang hidup di dalam perikemanusiaan; untuk 
permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk Ketuhanan. 
Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak 
berpuluh tahun. Tetapi, Saudara-saudara, diterima atau tidak, 
terserah kepada Saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti 
seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltanschauung 
dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan 
sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi 
kenyataan – menjadi realiteit – jika tidak dengan perjuangan!

 

Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, 
jangan pun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, 
oleh Sun Yat Sen! 

 

De Mensch – manusia – harus perjuangkan itu. Zonder (tanpa, 
dalam bahasa Belanda-Ed.) perjuangan itu tidaklah ia akan 
menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder 
perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat 
menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, 
Saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: 
Zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak 
ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Jangan 
pun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di 
dalam kitab Qur'an, zwart op wit (hitam di atas putih, dalam 
bahasa Belanda-Ed.), tertulis di atas kertas, tidak dapat 
menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia yang 
dinamakan umat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang 
tertulis di dalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya 
tidak dapat menjelma zonder perjuangan umat Kristen.

 

Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila 
yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita 
ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang 
merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, 
yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar 
permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale 
rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, 
dengan ketuhanan yang luas dan sempurna – janganlah lupa 
akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, 
perjuangan, dan sekali lagi perjuangan!

 

Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia 
Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya 
berkata: Di dalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus 
berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, 
lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang 
bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita 
cita-citakan di dalam Pancasila.

 

Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, 
insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu Saudara-saudara, bahwa 
Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia 
tidak berani mengambil resiko – tidak berani terjun menyelami 
mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau 
bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekadkan 
mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan 
Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat 
selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan 
hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya 
berkobar-kobar dengan tekad: Merdeka! "Merdeka atau mati!"

 

(Tepuk tangan riuh)

 

Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas 
pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato 
saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang 
sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah 
mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya 
anggap verschrikkelijk zwaarwichtig (seolah-olah sangat berat, 
dalam bahasa Belanda-Ed.) itu.


Ir. Soekarno

 

Terima kasih!

 

(Tepuk tangan riuh-rendah dari segenap hadirin)







--- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=252197&kat_id=
16
>    
>                                   Sampaikan kepada rekan  Cetak berita ini    
Rabu, 14 Juni 2006
> 
> Mencegah Sekularisasi Pancasila 
> 
> Oleh : 
> 
>   KH Ma'ruf Amin
> Ketua MUI
>   Maklumat keindonesiaan yang digagas dalam simposium 
nasional bertema ''Restorasi Pancasila'' di Fisip UI pada 30-31 
Mei 2006 dan dibacakan Todung Mulya Lubis pada peringatan 
Hari Lahir Pancasila, menarik dicermati. Maklumat itu 
menegaskan Pancasila bukanlah agama dan tak satu agama 
pun berhak memonopoli kehidupan yang dibangun berdasarkan 
Pancasila. Maklumat juga menegaskan keluhuran sosialisme 
dan keberhasilan material yang diraih kapitalisme.






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
You can search right from your browser? It's easy and it's free.  See how.
http://us.click.yahoo.com/_7bhrC/NGxNAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke