Dari diskusi di milis sebelah:

"..
Salam
Stephanus Mulyadi, dan Saudara-saudaraku semua.....
Sungguh menyakitkan memang, dituduh sebagai biang dari penyebab kebakaran
hutan dan lahan seperti yang dialami oleh Masyarakat adat Dayak beberapa
waktu belakangan ini.
Sebagai orang Dayak dan sebagai orang yang berkerja di issu pembedayaan
masyarakat adat, saya sangat yakin dan percaya bahwa apa yang di tulis oleh
saudaraku Mulyadi Stephanus benarlah adanya. Dan statement SBY dan Yusuf
Kalla yang lagi-lagi mengkambing hitamkan masyarakat adat sebagai biang dari
kabut asap menurut saya adalah bentuk ketidakmampuan pemerintah
menanggulangi kabut asap yang terjadi hingga saat ini.
Sebagai peladang, saya sangat paham dengan apa yang saya,dan semua kerabat
saya yang berada kampung lakukan dalam hal ini berladang. Ada baiknya saya
menceritakan sedikit siklus perladangan yang ada di masyarakat adat terutama
di Kalimanaan Barat
Sebelum memulai pekerjaan membuat ladang, hal yang pertama kali kami lakukan
adalah mencari lahan/areal yang cocok untuk membuka ladang, dalam kegiatan
ini kami akan pergi kehutan atau lahan bekas perladangan kami 5 atau 6 tahun
lalu untuk memastikan apakah lahan ini sudah layak untuk dijadikan lahan
pertanian.Selain tanda-tanda fisik seperti pepohonan yang sudah berdiameter
sedang yang menandakan siap untuk diladangi, kami juga memperhatikan
tanda-tanda alam seperti suara burung ketupung atau burung isit dalam bahasa
Dayak Punan Uheng kereho. Atau jika ada Dahan kayu besar yang patah secara
tiba-tiba kami dengan sendirinya membatalkan rencana membuat ladang di
lokasi tersebut.Semua proses tersebut dinamakan *Noco Tana. *Kami akan
memutuskan untuk berladang jika semua syarat-syarat baik fisik maupun alam
yang mengijinkan, dan pkegiatan Noco tana ini berlangsung pada bulan Mei dan
Juni menurut siklus berladang nenek moyang kami.
Setelah Noco tana selesai, maka kami akan membersihkan lahan tersebut dengan
bergotong royong (*Potaang*), oh ya sebelum *lemirik* ata*u* menebas ladang,
kami selalu memulai dengan memohon ijin kepada alam. Dan sesudah menebas
ladang,kami biasanya langsung menebang pohon yang ada di ladang kami (*
Novong*) dan dikeringkan hingga siap untuk dibakar.Proses menebas hingga
menebang ini berlangsung dari bulan Juni hingga awal Agustus.
Setelah semua material di ladang mengering, maka kamipun membakar ladang
kami dengan api tentunya serta menghasilkan asap juga. Perlu dicatat,
sebelum membakar ladang kami juga memperhitungkan dampak yang akan terjadi
jika kami tidak hati-hati membakar ladang, oleh sebab itu kamipun
mengantisipasinya dengan membuat batas (membersihkan jalur) disekeliling
ladang kami dalam bahasa Dyak Punan Uheng Kereho disebut *Ngeladang*, dan
Dayak Iban Jalai Lintang *Ngeladek* dan proses ini dilakukan disemua
komunitas masyarakat adat. dan biasanya untuk menhindari api yang
berlebihan, kami juga biasa membakar ladang kami pada malam hari.
Kami membakar ladang menurut siklus yang perladangan dari nenek moyang kami
dari dulu  hingga kini adalah pada bulan Agustus, biasanya dibawah tanggal
17. karena setelah lewat dari bulan Agustus ini biasanya akan sering turun
hujan dan cuaca sudah tak menentu. Yang mengherankan saya,kami dan semua
kerabat masyarakat adat Dayak adalah *MENGAPA KAMI DITUDUH SEBAGAI PENYEBAB
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN SAAT INI ????.*  .*Padahal waktu membakar ladang
kami sudah kami lakukan pada bulan Agustus yang lalu*, lalu siapa Pula yang
membuat silkus berladang baru dan membakar ladangnya pada bulan Oktober
ini.....??????????jawabnya sudah tentu kita semua tahu.....siapa lagi kalau
bukan PERUSAHAAN PERKEBUNAN SAWIT.
Polda Kalimantan Barat Menyebutkan sekaragn sudah ada 24 nama perusahaan
yang dijadikan sebagai tersangka pembakar lahan, dan 5 diantaranya sudah
dinaikan statusnya dari penyelidikan ke Penyidikan.Nah, alasan apa lagi yang
dipersiapkan oleh pemerintah terutama SBY untuk lagi-lagi mengkambing
hitamkan Masyarakat Adat......kita nantikan saja
Semoga Pemerintah sadar akan kehilafannya dari pada hanya pandai menyalahkan
masyarakat adat lebih baik pemerintah memperhatikan nasib kami masyarakat
adat yang sengaja dimarginalkan ini....tolonglah.......

salam hangat

Laurensius Gawing
.."


On 10/15/06, Al-Badruuni Enterprise <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Pengakuan Jujur Warga Kalimantan.
>
> Saya kira yang diungkapkan oleh Bpk Mulyadi dalam kutipan dibawah adalah
> kebenaran yang diungkapkan dengan jujur. Selain karena faktor alam (musim
> kemarau yang panjang),kebakaran hutan di Kalimantan sebagian besar
> disebabkan keringnya lahan gambut akibat pembuatan kanal/ledeng air pada
> program pembukaan lahan gambut sejuta hektar oleh Pemerintah Orde Baru.
> Akibat ledeng air sepanjang 4 kali pulau Jawa tersebut,kandungan air pada
> lahan gambut berkurang drastis sehingga lahan tersebut sangat rentan
> terhadap kebakaran (Harian Kompas, 13 Oktober 2006). Berdasarkan pantauan
> koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest, sejak 1 s.d. 31 Juli 2006,
> terdapat 56% hotspot (titik panas) di Provinsi Riau, berada pada lahan
> gambut. Pada periode yang sama, hampir 30% dari titik panas yang terdeteksi
> di Kalimantan Barat juga terdapat pada tanah gambut (www.wwf.or.id)
>
> Lalu siapa yang salah?
> Saya kira saat ini tidaklah penting untuk mencari siapa yang patut
> dipersalahkan dalam kebakaran yang hampir setiap tahun terjadi. Kita semua
> yang kini jadi bagian dari Bangsa Indonesia seharusnya secara bersama
> bertanggung jawab mengatasi kebakaran hutan tersebut. Di satu sisi
> Pemerintah dan DPR punya otoritas dan kebijakan yang lebih besar peranannya
> dalam mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah meninjau kembali pemberian
> HPH dan pemberlakuan moratorium konversi hutan gambut menjadi HTI dan
> perkebunan kelapa sawit. Peninjauan pemberian HPH dititikberatkan pada
> perusahaan pengelola hutan yang nyata-nyata tidak mampu secara maksimal
> memanfaakan sekaligus memelihara hutan dari kerusakan,apalagi hutan yang
> masuk dalam kategori berada diatas lahan gambut. Kemudian Pemerintah harus
> berupaya maksimal untuk mengembalikan kembali keseimbangan hutan diseluruh
> nusantara,termasuk meninjau dan mengevaluasi Proyek Sejuta Hektar Lahan
> Gambut Kalimantan yang telah gagal dan
> meninggalkan peluang bencana kebakaran hutan setiap tahun. Untuk
> revitalisasi bekas lahan gambut yang hendak dicanangkan SBY di Kalteng saya
> kira harus kita dukung dan berharap program ini bukan isapan jempol semata
> yang hanya jadi pelipur lara.
>
> Salam,
> Ahmad
>
>
>
> Satrio Arismunandar <[EMAIL PROTECTED]<satrioarismunandar%40yahoo.com>>
> wrote:
> (dikutip dari milis pembaca Kompas:)
> Posted by: "mulyadi stephanus" [EMAIL 
> PROTECTED]<stephanus_mulyadi%40yahoo.de>stephanus_mulyadi
> Fri Oct 13, 2006 3:06 am (PST)
>
> Saudara-saudaraku, terutama untuk Pak SBY,
> aku kelahiran Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Orang tuaku peladang, juga
> nenek moyangku, dan semua orang di daerahku. Setiap tahun kami membuat
> ladang berpindah. Artinya setiap tahun juga kami membakar ladang. Benar kami
> menimbulkan asap.
>
> Tetapi perlu diketahui oleh semua, juga oleh pak SBY,
> bahwa kami, sejak dahulu kala, tidak pernah menyebabkan kebakaran hutan
> sampai ratusan bahkan ribuan hektar seperti sekarang ini.
> Mengapa?
>
> 1. Sebelum membakar ladang kami selalu membersihkan bagian pinggir ladang
> sehingga api tidak menjalar ke luar ladang. Saat membakar ladang kami juga
> menjaga pinggiran ladang, bersiap-siap memadamkan api yang menjalar ke luar.
> Kami mampu melakukan pembersihan itu karena ladang kami tidak pernah terlalu
> lebar. Paling lebar 1 hektar.
> 2. Kami juga sadar, kalau api menjalar keluar dari ladang, berarti kami
> merusak lahan milik orang lain, dan untuk itu kami harus membayar denda adat
> yang mahal pada pemilik lahan yang terbakar, dan akan sangat malu karenaya.
> 3. Meskipun kami berpindah-pindah ladang, tetapi kami tetap menggarap
> lahan milik kami sendiri. Jadi kami tidak pernah merambah hutan yang bukan
> milik warisan kami.
> 4. Kami menggarap ladang dengan sistem lingkaran, tahun ini di sini, tahun
> depan pindah, dst., sampai sekitar 5 atau 6 tahun kembali ke lahan semula.
> Hal itu kami lakukan agar kami memiliki tanah yang secara alami tetap subur
> untuk berladang.
> 5. Kami membakar ladang, dan memang menimbulkan asap. Tetapi perlu
> diketahui, sejak jaman dahulu kala, sebelum ada pembakaran liar oleh
> perusahaan perkebunan yang luasnya ratusan sampai ribuan bahkan jutaan
> hektar, tidak pernah ada masalah dengan asap.
> 6. Saya ingat persis, masalah asap baru muncul sejak tahun 80an,terutama
> 90an, sejak perusahaan sawit merajalela di Kalimantan.
>
> Oleh karena itu, pak SBY, You salah kalau bilang kultur masyarakat lokal
> yang menyebabkan kebakaran hutan. Kultur masyarakat Dayak sangat dekat
> dengan alam. Kami memuja alam lingkungan hidup. Sebelum kami berladang kami
> bahkan membuat sesaji di lokasi ladang, mohon permisi dan perlindungan dari
> alam agar nanti selama setahun kami tidak merusak hutan atau lingkungan
> sekitar. Kami percaya bahwa tanah, air, pohon, batu, dan binatang yang ada
> di sana ada ROHnya, mereka juga saudara-saudari kami, yang setara dengan
> kami, yang juga perlu kami hormati. Kami belajar dari alam, melihat cuaca,
> mendengarkan suara burung untuk melihat pertanda.
>
> Kami tidak pernah menebang pohon yang tidak perlu kami tebang, tidak
> membunuh hewan yang tidak perlu dibunuh, kami tidak berladang untuk menjual
> hasilnya. Bagi kami, kalau hasil setahun cukup untuk makan setahun, itu
> sudah cukup bagi kami. Kami bahkan hampir tidak pernah menjual padi/beras,
> karena padi/beras memiliki roh, dan kultur kami percaya, kalau kami menjual
> beras, berarti kami tidak mencintai dan menghormati mereka. Oleh karena itu
> roh padi/beras itu akan pergi dari keluarga kami dan kami tidak akan
> mendapat hasil panen yang baik di tahun-tahun berikutnya. Kami percaya itu,
> dan kami takut kehilangan roh padi itu. Karena itu berarti kemiskinan!! !
>
> Pak SBY, kalau mau tahu tentang Kultur Dayak saya bersedia ngobrol dengan
> Bapak, gratis pak, gak perlu dibayar. Dan sebelum Bapak menghakimi Kultur
> lokal (Dayak), sebaiknya Bapak belajar dulu tentang kultur Dayak. Jangan
> asal ngomong dan menghakimi.
>
> Tapi Bapak juga perlu melihat ulah perusahaan-perusaha an sawit dan
> illegal loging di Kalimantan. Lihat juga itu pemprov yang menjual bumi
> Indonesia pada perusahaan Malaysia. Mereka mengambil hasil bumi Indonesia,
> membakar hutan Indonesia, dan menyalahkan Indonesia karena asap dari api
> yang mereka bakar sendiri di Indonesia. Buka mata Pak!!!
> Salam
> Mulyadi
>


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Reply via email to