http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009121001001014

      Kamis, 10 Desember 2009 
     
      BURAS 
     
     
     
Relasi Antikorupsi-Penegakan HAM! 

       
      H. Bambang Eka Wijaya



      "MASSA aksi damai Hari Antikorupsi Sedunia di Jakarta dan kota-kota lain 
tak sedahsyat yang dicemaskan!" ujar Umar. "Kenapa jadi begitu?"

      "Gerakan massa diperkirakan membeludak karena dicemaskan penguasa! 
Pencemasan bernada antipati pada gerakan massa, menyulut semangat perlawanan 
rakyat terutama yang kurang dapat perhatian pemerintah!" jawab Amir. "Tapi, 
setelah Presiden SBY Selasa malam pidato menyambut Hari Antikorupsi Sedunia di 
Istana, juga merestui gerakan massa itu, massa jadi tak tertantang lagi untuk 
demo! Apa asyiknya demo yang direstui!"

      "Meski begitu, aksi massa antikorupsi kan tetap relevan?" kejar Umar.

      "Sangat relevan!" tegas Amir. "Lebih lagi relasinya dengan Hari Hak-Hak 
Asasi Manusia (HAM) Sedunia 10 Desember! Oleh PBB, Hari Antikorupsi memang 
dirangkai dengan Hari HAM. Beda dengan Resolusi PBB lain jatuh pada tanggal 
dideklarasikan, seperti Deklarasi HAM 10 Desember, Hari Antikorupsi dideklarasi 
31 Oktober 2003, hari 'H' ditetapkan 9 Desember, dirangkai dengan Hari HAM!"

      "Apa alasannya?" potong Umar.

      "Sekjen PBB Kofi Annan, promotor resolusinya, menyebutkan, korupsi 
merugikan kaum miskin karena mengalihkan dana pembangunan, melemahkan kemampuan 
pemerintah untuk menyediakan layanan dasar, serta menghambat bantuan ataupun 
investasi asing!" jelas Amir. "Jadi, korupsi merupakan pelanggaran HAM paling 
telak, kejahatan tak kenal rasa perikemanusiaan, tanpa peduli pada hak kaum 
miskin, digolongkan kejahatan luar biasa--extraordinary crime!"

      "Lantas, kenapa deklarasi antikorupsi di Monas berbunyi, pemberantasan 
korupsi harus dimulai dari Istana?" tanya Umar. "Padahal, dalam pidato Selasa 
malam Presiden SBY menegaskan, selama lima tahun ia telah membuat izin 
pemeriksaan atas 138 pejabat publik--gubernur, bupati, wali kota, anggota 
legislatif dalam kasus korupsi!"

      "Soal harus dimulai dari Istana, itu teori mata air! Kalau dari mata air 
teratas jernih, aliran ke bawah bisa ikut bersih! Jika dari atas sudah keruh, 
aliran ke bawah lebih keruh!" jawab Amir. "Sedang 138 penindakan selama lima 
tahun, berarti setahun 26, sebulan cuma dua! Itu relatif kecil dibanding 
eksesifnya korupsi secara nasional, apalagi di daerah! Padahal kita punya 
400-an Kejari dan 400-an Polres, kalau setiap Kejari dan Polres setahun satu 
kasus saja, bisa 800 kasus setiap tahun!"

      "Setahun satu kasus, kerja Kejari dan Polres lebih lambat dari keong, 
dong!" entak Umar.

      "Itu pun syukur kalau bisa! Konon lagi mata air di aliran bawah juga 
banyak berlumpur sejak awal!" timpal Amir. "Sejak melamar jadi pegawai (CPNS), 
prosesnya keruh! Bisa keruh pula sepanjang arus pengabdian! Jadi, harus 
dijernihkan dari mata air teratas, mata-mata air bawahnya, serta sepanjang 
aliran! Untuk itu, tak cukup satu kasus setahun setiap kejari dan polres! 
Apalagi lebih rendah!" n
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke