Tuesday, 09 September 2008 00:00 WIB  
Revrisond Baswir: Reformasi IMF 'omong kosong'        
AHMAD MUNJIN
INILAH

Buruknya citra Dana Moneter Internasional (IMF)memicu dibentuknya tim reformasi 
internal yang akan melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Namun, 
keterlibatan Plt Menko Perekonomian bisa tidak akan berarti apa-apa. Hal ini 
diungkapkan oleh Revrisond Baswir, Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan 
Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, penunjukan Sri Mulyani sebagai 
anggota Komite Reformasi Internal ini merupakan dukungan IMF kepada Sri Mulyani 
sebagai menteri Keuangan yang bermutu dan layak dipertahankan di Indonesia. 
Namun tidak bertujuan untuk melakukan upaya reformasi IMF. "Jadi yang akan 
bekerja di sana bukan dia langsung, tapi tim dari IMF. Paling dia ikut rapat 
setahun sekali atau dua tahun sekali. Makanya saya katakan nggak ada itu 
reformasi internal IMF," tukasnya saat dihubungi di Yogyakarta, baru-baru ini.

Lebih lanjut ia mengatakan, kebijakan lembaga keuangan global itu tidak akan 
bisa direformasi selama AS masih memiliki pengaruh besar. Negara-negara di 
dunia, terutama negara berkembang sangat mengharapkan adanya reformasi di tubuh 
IMF. Pasalnya, selama ini semua kebijakan IMF hanya menguntungkan negara maju 
yang menjadi pemegang saham terbesar dan merugikan negara dunia ketiga. Berikut 
petikan lengkap wawancaranya. 

Bagaimana pendapat Anda tentang masuknya Sri Mulyani menjadi anggota komite 
reformasi internal IMF?
Saya kira sebenarnya hampir sulit berbicara mengenai reformasi IMF. Pasalnya 
yang menjadi persoalan adalah bukan hal-hal yang sifatnya teknis atau 
kelembagaan, tapi hal-hal mendasar seperti persoalan voting power di dalam 
lembaga IMF itu sendiri. Kalau Amerika Serikat tetap merupakan satu-satunya 
negara yang punya hak veto, lalu reformasi macam apa yang bisa dilakukan. 

Lantas peranan Sri Mulyani sendiri nantinya seberapa besar? 
Saya tidak mempersoalkan Sri Mulyani atau siapa. Persoalannya apakah IMF perlu 
direformasi atau perlu diapakan. Itu masalahnya. Tapi, selama hak suara di IMF 
masih seperti sekarang dan hak veto tetap di tangan AS, hampir nggak mungkin 
dilakukan reformasi. Karena yang menjadi persoalan adalah sejauh mana 
perubahan-perubahan di IMF bisa mengurangi dominasi AS. Jadi, reformasi apapun 
jika dominasi AS dipertahankan percuma.

Apakah penunjukkan Menkeu ini juga berarti IMF akan menyeret kembali Indonesia 
untuk berutang?
Indonesia kan belum keluar. Indonesia masih terus menjadi anggota IMF dari 
dulu. Meski utang ke IMF sudah dibayar, tapi utang ke Bank Dunia, utang ke IDB 
(Islamic Development Bank), utang ke CGI (Consultative Group of Indonesia), dan 
itu merupakan keluarga besar IMF semua. 

Jadi, Anda pesimistis dengan reformasi IMF sekarang ini?
Saya sendiri melihat ditunjuknya Sri Mulyani sebagai anggota Komite Reformasi 
Internal IMF adalah sebagai dukungan IMF kepada Sri Mulyani, sebagai menteri 
Keuangan yang bermutu dan layak dipertahankan di Indonesia. Jadi bukan pada 
reformasi IMF-nya. Kira-kira begitu arahnya. Bukan Sri Mulyani yang membantu 
reformasi IMF, tapi IMF yang mendukung Sri Mulyani. Saya kira lebih dipahami 
begitu.

Terkait rangkap jabatan Sri Mulyani, apakah ini akan menambah bebannya sebagai 
menteri?
Saya kira tidak seperti itu, yang akan bekerja di sana bukan dia langsung, tapi 
tim dari IMF. Paling dia ikut rapat setahun sekali atau dua tahun sekali. Jadi 
jangan dibayangkan dia akan bekerja. Makanya saya katakan nggak ada itu 
reformasi internal IMF.

Lantas apa yang bisa diharapkan Indonesia melalui Sri Mulyani kepada IMF 
terkait voting power?
Bagi Indonesia, nggak usah macam-macamlah. Dengan voting power 0,3%, apa yang 
mau ditingkatkan. Terlampau jauh dari Amerika yang 87%. 

Bagaimana idealnya IMF seperti yang diharapkan Indonesia? 
IMF yang tidak didominasi oleh AS atau negara-negara OECD (The Organization for 
Economic Cooperation and Development). Bukannya Indonesia tidak membutuhkan 
IMF. Tapi, IMF seharusnya tidak seperti sekarang, yang menjadi alat 
negara-negara industri maju untuk menjajah negara lain. Jadi, kalau IMF-nya itu 
penjajah, ya Indonesia harus melawan. Memang seharusnya Indonesia anti IMF, 
bukan butuh. Lembaga keuangan internasional tetap dibutuhkan, tapi dengan pola 
dan bentuk yang tidak seperti IMF sekarang ini. 

 
http://www.waspada.co.id/Ragam/Diskursus/Revrisond-Baswir-Reformasi-IMF-omong-kosong.html



      

Kirim email ke