http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/082006/14/0904.htm



Robohnya Perpustakaan Kami
Oleh GEDE H. CAHYANA 


PAMERAN Buku Bandung di Landmark Building baru saja usai. Berlangsung dari 
tanggal 1 hingga 7 Agustus 2006, pameran tersebut menjadi arena transaksi jual 
beli. Sehari sebelumnya, yaitu 31 Juli 2006, pemerintah mencanangkan "Gerakan 
Cinta Bahasa Indonesia" dengan fokus pada penggunaan istilah atau kata asing 
dalam tuturan bahasa Indonesia. Tetapi sayang, gemanya tak terdengar. 

Di lain pihak, karena beriringan dengan awal tahun ajaran baru, sejumlah toko 
buku (penerbit) di pameran tersebut dan di Palasari ramai dikunjungi orang tua 
dan siswa. Terlepas dari nilai transaksinya, rendah ataukah tinggi, 
mengecewakan ataukah memuaskan penerbit, jumlah pengunjungnya bisa dijadikan 
alat ukur.

     
      SEORANG anak turut memilih buku yang ditawarkan dengan harga murah di 
Gedung Landmark Jln. Braga Bandung, Selasa (1/8). Ramainya pengunjung ke 
pameran buku yang digelar sekali setahun ini justru tak pernah terjadi di 
perpustakaan yang menyediakan buku setiap hari kerja.*ANDRI GURNITA/"PR" 
Dapatkah pameran buku dijadikan alat ukur tingginya cinakeliterasian masyarakat 
cinakita? Lantaran hanya terjadi sesekali dalam cinasetahun pameran buku kurang 
layak dijadikan tolok ukur. Yang lebih layak dan bisa dinilai rutin dalam 
rentang waktu harian dan pekanan adalah perpustakaan. Sebab, pada saat yang 
sama pengunjung perpustakaan justru tak sesemarak pengunjung pameran dan pasar 
buku Palasari. Padahal perpustakaan jelas-jelas menjadi indikator budaya baca 
masyarakat. Sedihnya, keliterasian tak nyata tampak pada pegawai perpustakaan. 
Banyak yang tak suka membaca dan kerapkali menggunakan ujaran yang tidak baku, 
bercampur dengan kata atau istilah asing dan daerah. Ada kisah seperti berikut 
ini.

Pak Rachmat Subagja tiap hari berangkat kerja naik bus kota cinadari depan 
kompleks tempat tinggalnya setelah jalan kaki sepuluh menit dari rumahnya. 
Kantornya lumayan jauh, perlu setengah jam naik bus kota. Sebagai pegawai 
negeri di perpustakaan daerah, ia selalu "akrab" dengan buku. Dari jam ke jam 
ia dikelilingi buku, jurnal, skripsi, koran, dan majalah. Tugasnya kebetulan di 
bagian fotokopi sehingga ada saja buku atau majalah yang dibolak-baliknya 
setiap hari. Begitulah kesehariannya.

Pernahkah ayah dua anak itu membaca buku yang difotokopinya atau yang berjejer 
di rak-rak di sana? Ketika ditanya, ternyata selama dua belas tahun bekerja tak 
pernah ia membaca buku di sana, apalagi sampai tuntas. Sepuluh persen tuntas 
pun tak pernah. 

Waktunya habis untuk melayani pengunjung yang memfotokopi. Dia sering memegang 
buku yang akan difotokopi tapi hanya dilihat-lihat sekilas. Itu pun tujuannya 
untuk memastikan halaman berapa yang akan dikopinya. Dia sering tak sadar dan 
malah tak hafal judul buku yang difotokopinya. 

Tak hanya Pak Rachmat, semua teman-temannya, katanya, jarang membaca buku. 
Jarang meminjam buku. Padahal logikanya seorang pekerja perpustakaan akan 
sering membaca buku. Dia bisa melayani pengunjung sambil membaca. Di sela-sela 
layanannya itulah waktunya digunakan buat membaca. Tapi "ajaibnya", jarang 
sekali pegawai perpustakaan yang cinta baca. Seolah-olah mereka tak senang 
bekerja di kantor "kering" lantaran jarang ada projek. 

Kalaupun ada, nilainya tak besar. Malah ada jenis buku-buku koleksinya 
mayoritas hasil sumbangan penerbit. 

Jika demikian, apa yang dibacanya? Paling sering pegawai perpustakaan membaca 
koran dan majalah. Jarang yang meminjam buku untuk dibawa pulang misalnya. 
Bagaimana anak-anaknya, apakah diajak menyukai buku dan dipinjami buku setiap 
hari? Toh setiap buku baru bisa dipinjam dan paling awal tahu ada buku baru di 
perpustakaan adalah pegawai perpustakaan. Lalu bagaimana di perpustakaan 
swasta? Beberapa terlihat relatif diam. Kalau tak bisa dikatakan diam, minimal 
bergerak dalam diam: stabilitas yang dinamis, dinamis yang stabil. Di 
perpustakaan swasta, dari yang kecil-kecil sampai yang sedang-sedang ukurannya, 
buku-bukunya relatif tetap. Seret perkembangannya, tak banyak berubah dari 
bulan ke bulan. 

Bagaimana pustakawannya, adakah mereka lahap membaca? Logikanya demikian. 
Mereka bisa membaca semua buku dengan gratis. Betapa bahagianya seorang 
pustakawan karena dikerubuti ribuan buku, malah boleh jadi puluhan ribu buku. 
Tak akan habis dibacanya seumur-umur. Seorang pustakawan berpotensi menjadi 
gudang ilmu, tangki ilmu yang berjalan ke mana pun dia pergi. Itu sebabnya, 
selain mengurus administrasi, pustakawan hendaklah juga sebagai pengampanye 
cinta baca. Sebuah SD, sekali lagi, sebuah SD dan bukan SMP juga bukan SMU 
apalagi universitas, di negeri manca memiliki koleksi buku puluhan ribu. 
Apalagi, dan ini patut dicatat dengan tinta tebal, mayoritas buku-bukunya 
adalah nonfiksi. Sisanya barulah buku-buku fiksi. Fiksi ternyata sebagian kecil 
dari koleksinya. 

Memang faktanya, tak semua pegawai perpustakaan suka membaca. Ini bisa diteliti 
kecil-kecilan, secara informal saja, apakah cleaning servis-nya (klinser) 
senang membaca buku? Apakah pegawai administratifnya suka buku? Apakah petugas 
di penitipan tas suka buku? Apakah kepala seksi, kepala bagian dan kepala 
lembaganya suka buku? Jika kalangan yang bekerja di perpustakaan saja tak suka 
membaca, lalu siapa yang akan mengusung tempat kerjanya itu? Alasan tak punya 
waktu karena harus terus melayani pengunjung dari pagi sampai sore adalah 
alasan klise yang mengada-ada. Bisa saja mereka membaca di angkot, bus kota, di 
rumah atau ketika hari libur misalnya. Sebagai pegawai di sana mereka "lebih 
tahu dan bebas" meminjam buku.

Jika bukan mereka yang menghidup-hidupkan perpustakaan, lalu siapa? Pengunjung? 
Boleh-boleh saja demikian. Tetapi sangat tidak logis kalau hanya pengunjung 
yang memberikan nyawa pada perpustakaan. Pegawai perpustakaan justru lebih 
banyak berpeluang menghidupkan perpustakaan. Jika tidak demikian, hancurlah 
perpustakaan. Robohlah perpustakaan kami.*** 

Penulis, dosen Universitas Kebangsaan Bandung


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke