Hanya untuk mengingatkan saja, dan meluruskan beberapa artikel yang 
menyebutkan Franz Magnis-Suseno menolak pluralisme.

***

Franz Magnis-Suseno:
Sebagian Besar Agama Menerima Pluralisme
23/12/2001

Pluralisme agama adalah sebuah kenyataan sejarah yang ditarik 
berdasarkan situasi nyata manusia di muka bumi ini. Agama sudah betul-
betul menyadari bahwa ada beragam agama di muka bumi ini. Meskipun
ada pergeseran atau perpindahan agama, tetapi skalanya sangat kecil 
terutama pada agama-agama besar. Terhadap kenyataan ini, agama harus 
mengambil sikap, dalam mengambil sikap itu muncul fakta yang menarik 
bahwa sebetulnya kebanyakan agama sudah mengakui pluralisme, 
barangkali tidak dalam praktik, tapi masih dalam ajaran normatif.

Bagi Romo Franz Magnis-Suseno, dialog antaragama merupakan keharusan 
dan harus terus-menerus diupayakan. Karena hanya dengan cara inilah, 
kerukunan antarpemeluk agama bisa diwujudkan. Romo yang masih menjadi 
Ketua Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta ini mengakui 
bahwa konflik-konflik antaragama merupakan sesuatu yang nyata, tapi 
sebagian besar, sesungguhnya bukan berasal dari ajaran-ajaran agama. 
Romo--yang masih juga aktif mengajar dan berdiskusi dengan
tokoh-tokoh agama lain ini-- mengatakan bahwa ada berbagai faktor,
dari masalah ekonomi hingga kesenjangan sosial, yang memicu
konflik-konflik yang kemudian mengatasnamakan agama itu. Pada 
dasarnya, semua agama menerima pluralitas, karena kenyataan faktual 
yang tak dapat dibantah. 

Berikut ini adalah kutipan wawancara Romo Magnis dengan Herman Heizer 
dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK).

Bagaimana pandangan Anda tentang pluralisme agama?

Pluralisme agama adalah sebuah kenyataan sejarah yang ditarik 
berdasarkan situasi nyata manusia di muka bumi ini. Agama sudah betul-
betul menyadari bahwa ada beragam agama di muka bumi ini. Meskipun
ada pergeseran atau perpindahan agama, tetapi skalanya sangat kecil 
terutama pada agama-agama besar. Terhadap kenyataan ini, agama harus 
mengambil sikap, dalam mengambil sikap itu muncul fakta yang menarik 
bahwa sebetulnya kebanyakan agama sudah mengakui pluralisme, 
barangkali tidak dalam praktik, tapi masih dalam ajaran normatif.

Para pendiri agama kelihatan tidak memaksa pengikutnya. Kalaupun ada 
panggilan dalam agama uatuk melakukan missi atau dakwah, tidak 
dimaksudkan dengan cara agresif, tapi dengan cara memberikan
kesaksian dengan tidak bermaksud mengajak orang lain secara paksa. 
Secara teologis mungkin relevan apa yang dikatakan Alquran bahwa 
segala sesuatu di dunia ini dikehendaki Allah. Bagi Allah tentu 
gampang mempersatukan kita dalam satu agama, tapi Dia tidak 
melakukannya.

Bagaimana sebaiknya kita menyikapi ide-ide pluralisme?

Saya kira ada dua hal. Pertama dan yang paling penting bahwa umat 
beragama harus betul-betul bersedia hidup bersama dengan damai.
Supaya mereka dapat mengembangkan toleransi positif. Umat agama lain 
tidak hanya dibiarkan tapi dihargai untuk dapat hidup sesuai dengan 
ajaran agamanya. Secara tradisional sebenarnya itu sudah ada, tapi 
sering tertutupi oleh gejolak transformasi sosial dan pengaruh 
kepentingan politik. Kedua, kita membedakan antara pluralisme dengan 
kebenaran agama. Maksud saya menerima secara positif dan hormat
kepada agama lain bukan berarti harus mengatakan bahwa semua agama 
sama. Sikap pluralis adalah kita mampu hidup dengan umat beragama
yang berbeda dengan kita. Pluralisme juga memerlukan sikap menerima 
umat yang berbeda. Memang ada persamaan tapi juga ada perbedaan.

Tapi bukankah semua agama itu pada dasarnya sama dan hanya berbeda 
pada ritual atau syariah-nya saja?

Menurut saya kesamaan itu adalah keterbukaan kodrati manusia atau apa 
yag kita sebut dengan fitrah. Dalam lubuk hati, orang mengkui adanya 
Tuhan, dan itu dijawab dalam agamanya masing-masing yang berbeda itu. 
Tapi di lain pihak, ada agama wahyu mengklaim bahwa perbedaan itu 
lebih dari sekadar ritus.

Para penganut Yahudi bisa saja menghormati Kristen dan Islam atau 
menghormati al-Masih. Tapi Yesus bagi mereka paling-paling seorang 
nabi, begitu juga Muhamad, paling-paling seorang nabi. Alquran dan 
Perjanjian Baru bagi mereka hanya buku revisi. Orang-orang Kristen 
mengakui kitab suci agama Yahudi juga sebagai kitab suci Kristen.

Lalu Muhammad dan Alquran dihormati sebagai tokoh religius, tetapi 
seakan-akan sudah tertutup seperti Yahudi terhadap Kristen. Bagi 
Islam, Yesus adalah salah satu nabi seperti Muhammad dan Muhammad 
sebagai Nabi terakhir. Menurut saya, pluralisme agama mengaharapkan 
bahwa kita menerima perbedaan itu tanpa menjadi sakit hati dan heran.

Apakah kekerasan yang sering mengatasnamakan agama disebabkan oleh 
ajaran-ajaran agama sendiri?

Kalau kita membaca kitab suci jelas di perjanjian baru tidak
ditemukan alasan orang Kristen boleh tidak toleran terhadap pemeluk 
agama lain. Dalam sejarah Kristen banyak sekali sikap yang tidak 
toleran, tapi itu sebenarnya sudah di lingkungan orang-orang Yahudi, 
dan bukan dalam Perjanjian Baru. Dalam Islam, baik Alquran maupun 
hadis tidak ada sejarah penumpasan orang-orang Kristen maupun Yahudi.

Kalau saya tidak salah ayat-ayat yang keras dalam Alquran selalu
harus dimengerti di mana pihak Islam awalnya berada dalam pihak yang 
diserang. Karenanya, kalau terjadi banyak konflik maka itu harus 
dipahami karena adanya alasan-alasan lain, dan jangan lupa baik Islam 
maupun Kristen mengenal konflik berdarah di antara mereka sendiri. 
Kalau dalam Islam antara Sunni dan Syiah sementara dalam Kristen 
antara Katolik dan Protestan. Jadi di situ ada hal-hal lain yang
bukan murni agama. Hal-hal lain seperti kepentingan ekonomi atau 
politik selalu dimainkan.

Di Indonesia, yang harus diwaspadai adalah apabila umat beragama yang 
hidup bersama tapi penuh dengan prasangka. Kalau di Jakarta sering 
terjadi perkelahian antara orang Islam sendiri. Ini tidak menjadi 
masalah karena alasannya bukan agama, tapi yang lainnya.

Bagaimana dengan ajaran-ajaran agama yang cenderung dipahami secara 
literal sehingga sering menimbulkan rasa kebencian terhadap golongan 
lain?

Menurut saya ada beberapa cara yang harus terus dilakukan. Pertama, 
perlu secara terus menerus menjalin hubungan komunikasi antar umat 
beragama. Misalnya saja prasangka-prasangka Barat terhadap Islam 
diatasi dengan cara yang paling baik, yaitu dengan mengenali dan 
mengakrabi serta menggauli orang Islam. Ini penting untuk menepiskan 
prasangka-prasangka negatif, yakni dengan berdialog dengan kaum 
muslim, shilaturrahmi dan berdiskusi dengan cendekiawan muslim dan 
lain-lain.

Kedua, saya kira dalam masing-masing agama perlu terjadi dialog atau 
sosialisasi terhadap faham yang inklusif terhadap mereka yang
berfaham ekslusif. Ini agak sulit jika dilakukan dari luar. Dari 
dalam, kita harus bicara dengan mereka. Saya kira ada alasan teologis 
yang kuat untuk mengatakan bahwa penafsiran seeklusif apapun harus 
ditempatkan dalam kerangka inklusif. Namun, pada situasi tertentu, 
paham inklusif memang sulit 'dipertahankan' ketika menghadapi
situasi perang misalnya yang menuntut kita untuk membela diri.

Apakah dialog agama selama ini hanya terjadi di tingkat elit ataukah 
sudah 'membumi'?

Pada taraf tertentu menag demikian. Tapi, dialog agama itu sendiri 
pada dasarnya sudah terlaksana, meski belum maksimal. Mungkin contoh 
berikut ini agak kurang relevan, namun penting saya ungkapkan bahwa 
banyak kasus antarpemeluk agama di Pulau Jawa --atau
katakanlah-- konflik antaragama di sini yang "mendatangkan" massa dari 
luar daerah. 
Akibatnya, banyak kaum muslim di daerah yang dilanda konflik yang 
justru melindungi orang Kristen. Ini menunjukkan bahwa kita
sebenarnya sudah belajar banyak tentang arti kerukunan umat beragama. 
Banyak kaum muslim dan kristen di tingkat akar rumput yang jauh lebih 
toleran ketimbang kaum elit. Lihat saja minoritas muslim di Flores 
atau Ende, mereka dapat bekerjasama dan hidup berdampingan secara 
damai dengan Kristen yang mayoritas di sana.

Beberapa waktu lalu saya baru saja berceramah di Jerman. Saya 
sampaikan dalam forum tersebut sebuah ajakan untuk saling mengenali 
secara dekat. Saya bilang, janganlah menilai orang Muslim dari 
prasangka, tapi kenalilah mereka, gaulilah mereka. Begitu juga di 
Indonesia. Saya sering mengajak para pastur dan umatnya untuk 
bershilaturrahmi kepada umat Islam tempat mereka berdomisili, bukan 
untuk menyebarkan agama, tapi untuk saling memahami satu sama lain. 
Bila kita datang dengan itikad baik, meskipun hard liners sekalipun, 
mereka akan bisa merespon dengan baik.

Baru-baru ini, saya sangat terharu sekali. Dalam sebuah peresmian ICC 
(Islamic Cultural Center) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, yang 
diramaikan oleh Orasi Ilmiah Prof. Dr. Nurcholish Madjid, MA, saya 
diminta langsung oleh beliau untuk memukul gong tanda dibukanya ICC. 
Tidak hanya cendekiawan dan kalangan Muslim saja yang hadir, Mudji 
Sutrisno juga hadir. Saya kira, tradisi seperti ini harus
dikembangkan di seluruh komunitas agama-agama di tanah air ini. []

Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=190




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hmvco44/M=320369.6903865.7846595.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1124074937/A=2896112/R=0/SIG=1107idj9u/*http://www.thanksandgiving.com
">Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children¿s Research 
Hospital</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke