http://www.indomedia.com/bpost/082006/24/opini/opini3.htm

 
Rujuk Belum Tentu Akur

BELAKANGAN ini begitu banyak pihak yang menginginkan mantan Presiden Megawati 
Soekarnoputri rujuk dengan Presiden Yudhoyono. Salah satu alasannya untuk 
meningkatkan kebersamaan para elit bangsa dalam menangani berbagai masalah 
negara yang belum kunjung usai. 

Rujuknya para elit dianggap sangat penting, karena dengan begitu ada kesamaan 
visi dan pandangan ke depan sehingga tidak ada yang saling menjegal. Begitu 
besarnya keinginan tersebut sehingga sejumlah pengusaha pun ikut-ikutan akan 
mempertemukan keduanya. 

Pemerintah sendiri belakangan mengundang Mega ke peringatan detik-detik 
proklamasi dan pembangunan Monumen Persada Bung Karno di Bengkulu menjelang HUT 
Kemerdekaan. Meski tidak secara eksplisit disebutkan untuk dipertemukan dengan 
Yudhoyono, tetapi trik itu cukup terbaca. Sayangnya Mbak Mega tidak menghadiri 
kedua acara tersebut. Ia memilih memperingati hari proklamasi kemerdekaan di 
rumahnya, dan saat undangan di Bengkulu ia memilih memenuhi undangan salah satu 
negara di Eropa Timur.

Kita sendiri ikut bertanya-tanya, apa sebenarnya latar belakang begitu 
banyaknya pihak yang ingin ke dua tokoh itu rujuk. Lebih mengherankan lagi 
ketika para pengusaha pun ikut ambil bagian. Kita khawatir apa yang dilakukan 
itu hanyalah manuver untuk mencari muka di hadapan Presiden Yudhoyono maupun 
Megawati. 

Lebih-lebih untuk seorang pengusaha, segala cara harus ditempuh untuk 
mendapatkan sasaran tembak yang menguntungkan bisnisnya. Tak kurang dari tokoh 
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahyo Kumolo pun sampai 
berkomentar bahwa antara Yudhoyono dan Megawati tidak ada masalah sehingga 
tidak ada yang perlu dirujukkan.

Kita tahu Mega memang memiliki kekecewaan amat mendalam terhadap Yudhoyono saat 
menjelang pemilihan presiden. Saat itu Yudhoyono yang masih menjadi Menko 
Polkam mengatakan kepada Presiden (saat itu Megawati) bahwa dirinya tidak akan 
mencalonkan diri sebagai presiden.

Omongan itu dipercaya karena Yudhoyono adalah salah satu kepercayaannya. Tapi 
di belakang ternyata Yudhoyono menghimpun kekuatan dan mencalonkan diri juga, 
berhadapan dengan Megawati dan menang.

Sebenarnya membangun kekuasaan itu wajar saja dalam dunia politik, seperti yang 
dilakukan Yudhoyono. Tetapi naluri kewanitaan Mega barangkali berbicara lain 
dan tidak bisa menerima cara-cara yang bisa diibaratkan 'menusuk dari belakang' 
itu. 

Lagi pula tradisi mencalonkan diri sebagai presiden memang belum ada, karena 
selama Soekarno dan Soeharto berkuasa tradisi politik tidak dibangun secara 
sehat. Jadi, apa yang dilakukan Yudhoyono bisa dianggap melanggar fatsoen (tata 
krama) politik. Inilah barangkali yang membuat Mega memilih sikap seperti 
sekarang.

Harus diakui sikap bersebarangan dari Megawati sangat merugikan bagi Yudhoyono, 
apalagi sebagai presiden ia hanya berasal dari partai kecil. Dukungan partai 
besar seperti Golkar sewaktu-waktu bisa ditarik karena sekarang pun sebenarnya 
Golkar hanya mendukung Jusuf Kalla, bukan Yudhoyono.

Sementara dukungan partai-partai kecil yang lain tidak lebih dari upaya untuk 
mendapatkan keuntungan semata. Dukungan pemilih yang lebih 60 persen hanyalah 
sebuah legitimasi, tetapi tidak bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan. Karena 
itu, tak bisa lain rujuknya Yudhoyono - Mega akan membawa keberuntungan yang 
amat besar bagi kubu Yudhoyono.

Mega adalah Ketua Umum PDI Perjuangan, sebuah partai besar dengan pengikut 
fanatik. Apa pun yang dikatakan Mega akan diikuti pendukungnya. Ada kesetiaan 
terhadap Mega dan partai, inilah bedanya dengan partai lain. Kondisi riil ini 
menunjukkan betapa kuatnya Megawati saat ini. Kekuatan ini menjadikan PDIP 
sebagai partai oposisi dan sangat efektif.

Bahwa berbagai upayanya selalu dijegal oleh kawan-kawannya di parlemen itu 
semata-mata karena DPR kita memiliki terlalu banyak fraksi yang semuanya ingin 
mendapat keuntungan dari kekuasaan, sehingga sulit mengharapkan sikap kritis 
dari mereka. Namun PDIP telah menunjukkan cara-cara berpolitik yang lain dari 
kebiasaan fraksi-fraksi di Senayan.

Atas dasar itu kita berpendapat, biarlah Mbak Mega berada di jalannya sendiri 
agar ia bisa menjadi pemimpin oposisi yang mengkritisi kinerja pemerintah. 
Tanpa PDIP menjadi oposisi, DPR kita akan mandul dan pemerintah bisa bertindak 
tanpa kontrol. 

Disengaja atau tidak, sikap Mbak Mega telah membawa angin segar dalam kehidupan 
politik. Rujuk juga belum tentu akur, seperti Presiden Yudhoyono dan Amien Rais 
yang tidak ada konflik tapi dalam banyak hal tidak akur. Yang penting saling 
menghargai dalam posisinya masing-masing, bukan saling jegal dari belakang.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke