SURAT KEMBANG KEMUNING:

MENGANGKAT SASTRAWAN ETNIK DAN DAERAH



Dalam milis "sanggar-sastra-tasik" [SST,18 Januari 2005], Sarabunis Mubarok 
telah menyiar-ulang sanjak-sanjak dari tiga penyair antara lain sanjak Bairus 
Saliem berjudul "Suruhlah Sujud Meladang". Sambil menyiarulang sanjak Bairus, 
Sarabunis juga memperkenalkan secara singkat apa-siapa Bairus Saliem, sebagai 
berikut:

"BAIRUS SALIEM - Lahir di Pamekasan, Madura, 10 Pebruari 1980. Santri pada 
Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep ini pernah menjadi pemenang Lomba Cipta Puisi 
Antar SMU Tingkat Nasional yang diselenggarakan Teater Jineng Tabanan, Bali, 
tahun 1999. Kini menjadi redaktur pelaksana Majalah Bulanan Qalam dan Ketua 
Sanggar Sastra Al-Amien".

Lengkapnya sanjak Barius Saliem yang disiarulang oleh Sarabunis adalah sebagai 
berikut: 

Bairus Saliem

SURUHLAH SUJUD MELADANG

Suruhlah sujud meladang
Mendalami tanah sambil beriak air sumur
Di dadanya
Tanah berisik bunga-bunga
Diterpa senja sambil menyulam matahari
Di matanya

Suruhlah sujud meladangi diri dengan
Sajadah malam
Air menetes dari mata melalui pandan,
Dan wajahmu yang setengah tenggelam di ufuk,
Menirukan suara burung, bersiul di sangkar Azali,
Menelurkan berjuta cahaya pada wajah semesta

Suruhlah sujud menggali malam dengan
Cangkul tahajud
Kening dibasahi embun, dinginkan gelagat siang
Yang tersisa
Sauh kaulempar jauh di laut doa
Sambil berdzikir kemarau panjang di ladang

Suruhlah sujud mengail bintang
Pada cermin air kolam yang redup
Kemalaman

Prenduan, Mei-September 1999



Di sini saya tidak bermaksud membicarakan sanjak Bairus Saliem tapi lebih 
melihat arti penting mengangkat sastrawan, termasuk penyair, daerah dan 
berbagai asal etnik dalam kerangka mewujudkan sastra-seni kepulauan sebagai 
bentuk kongkret pembangunan kebudayaan yang republiken dan berkeindonesiaan.

Setelah membaca riwayat singkat Bairus yang dituturkan oleh Sarabunis, saya 
mendapatkan beberapa titik menarik yaitu asal daerah atau etnik Bairus, status 
sosial dan pekerjaan penyair.

Bairus adalah seorang putera Madura dan bersanjak dalam bahasa Indonesia. Ia 
juga adalah seorang santri dan memimpin "Sanggar Sastra Al-Amien". 

Dari tuturan Sarabunis di atas, ada beberapa hal yang menarik perhatian saya 
dan ingin saya kembangkan dalam konteks pengembangan sastra-seni kepulauan. 
Soal-soal tersebut:

1]. Sastrawan Etnik Dan Daerah:

Yang saya maksudkan dengan sastrawan etnik dan daerah adalah para penulis yang 
berasal dari berbagai daerah dan etnik baik yang menulis dalam bahasa Indonesia 
atau pun bahasa lokal. Barangkali ada yang mengerdipkan mata sinis ketika 
membaca titik ini, melihat saya sebagai seorang yang "separatis", "kedaerahan" 
bahkan hingga ke tingkat "daerahisme" atau "etnosentrisme" seperti yang pernah 
secara terbuka dituduhkan kepada saya tanpa mengetahui seluruh jalan pikiran 
dan konsep saya. 

Saya memang tidak menyembunyikan pendirian dan pandangan bahwa Indonesia bukan 
hanya Jawa, dan lebih-lebih bukan hanya Jakarta. Jawa dan Jakarta tidak lebih 
dari titik-titik yang membentuk garis-ruang geografis bagi bangsa bernama 
Indonesia. Bahwa di antara titik-titik itu ada yang besar dan kecil, tidak saya 
 sangkal, tapi besar-kecilnya titik itu tidak lepas dari proses sejarah. Saya 
melihat hari ini dan lebih-lebih ke depan, ke Indonesia yang republiken dan 
benar-benar berkeindonesiaan -- sebagai dermaga kapal bangsa dalam mengarungi 
samudera kemanusiaan yang tunggal.  Menjadi Indonesia, tidak bertentangan 
dengan menjadi anak manusia yang manusiawi. Demikian pun menjadi Madura, 
menjadi Dayak, Ambon, Papua, Batak, Jawa, Bugis, Minang, dan seterusnya... 
tidak bertentangan dengan menjadi Indonesia dan anak manusia manusiawi. Karena 
itu waktu bekerja di Kalteng saya ajukan ide yang tertuang dalam slogan: 
"Berdiri di kampung halaman memandang tanahair merangkul bumi" [Lihat: JJ. 
Kusni, "Negara Etnik", Fuspad, Yogyakarta, 2000, juga: JJ. Kusni, "Masalah 
Etnik Dan Pembangunan. Kasus Dayak Ngaju", PT. Paragon, Jakarta, 1994].

Berangkat dari pandangan demikian, maka saya membedakan pengertian etnosentris 
dan etnosentrisme. Etnosentris, saya maksudkan sebagai memanusiawikan manusia 
di kawasan etnik tertentu berangkat dari keadaan kongkret etnik tersebut. Ia 
bukanlah suatu isme dan belum menjadi isme varian dari model manusia supra baik 
itu "supermen" atau pun "super women" yang memandang individu sebagai kunci dan 
pahlawan. Etnosentris sebenarnya sama dengan "pemberdayaan dari pinggir untuk 
melakukan pembangunan bersolidaritas yang bergulir sendiri melalui proses 
pencerahan [lihat: "Conzientization Proses", Inodep, Paris, 1970] guna 
memanusiawikan manusia, kehidupan dan masyarakat di mana orang-orang terkait 
menjadi aktor pemberdayaan diri mereka sendiri". Untuk sebuah daerah seperti 
Kalimantan Tengah, misalnya, Dayak bagi saya berarti selain   etnik Dayak itu 
sendiri juga termasuk mereka  yang senasib dengan Dayak. Mereka adalah 
etnik-etnik nyata di propinsi yang lahir pada 1957. Mengapa kita melakukan 
kegiatan pemberdayaan masyarakat terpuruk berdasarkan keadaan di Papua, Aceh 
dan lain-lain padahal kita misalnya sedang bekerja di Kalteng? Kegiatan 
pemberdayaan berdasarkan keadaan nyata setempat di komunitas ini atau itulah 
yang saya maknakan dengan etnosentris. Konsep yang saya kemukakan di atas 
agaknya sudah terungkap juga dalam beberapa kumpulan puisi berbahasa Indonesia 
yang diterbitkan oleh Ikatan Sastrawan Indonesia [Isasi] Kalteng bekerja sama 
dengan pihak-pihak resmi seperti Walikota Palangka Raya [Salundik Gohong] dan 
Dinas Pariwisata [Soendari].

Yang aneh, adalah kenyataan bahwa jika orang Dayak melakukan sesuatu untuk 
pembedayaan diri, termasuk di sektor kebudayaan, sering dilihat sebagai gejala 
separatisme, sedangkan jika orang Sunda, Jawa dan Bali melakukan hal yang sama 
dipandang sebagai wajar. Di manakah tidak wajarnya kegiatan orang daerah 
lainnya jika melakukan hal yang sama? Apakah daerah-daerah dan etnik-etnik lain 
hanya layak sebagai daerah vazal dari mayoritas -- ide yang tersirat pada 
sementara penafsiran tentang NKRI [Negara Kesatuan Republik Indonesia] dan 
untuk waktu yang panjang nampak dari penerapan sentralisme. Praktek-praktek 
begini bukan saja agaknya, masih berlangsung sampai sekarang, antara lain 
kembali muncul dalam persiapan dan ide di belakang kampanye  gubernur Kalteng 
sekarang [2005]. Praktek-praktek begini tentu saja akan gampang mengembangkan 
sektarisme atau radikalisasi pada berbagai pihak, lebih-lebih pada pihak yang 
terpojok dan dipojokkan. 

Dalam memerangi sektarisme mayoritas, saya melihat arti penting tumbuh 
berkembangnya sastra kepulauan untuk menegakkan nilai-nilai republiken dan 
keindonesiaan yang sebenarnya. Peranan terobosan hanya bisa dilakukan oleh 
sastrawan-seniman yang mampu membela posisinya sebagai warga "republik 
berdaulat sastra-seni" sesuai dengan misi kesastrawanan.

Melihat masalah dari sudut pandang ini,maka  maraknya perkembangan sastra 
daerah menjadi penting, termasuk pengangkatan para sastrawan, termasuk para 
penyair mereka. Pengangkatan ini bukan sekedar mengangkat asal mengangkat tapi 
disertai dengan kadar karya. Kadar karya itu sendirilah sebenarnya yang 
mengangkat karya tersebut, sedangkan penyiaran ulang lebih bersifat melengkapi 
seperti halnya faktor luar. Karya bermutu tidak bisa dilepaskan dari mutu 
sastrawan itu sendiri sebagai individu dan manusia. Hanya saja yang berkadar 
tapi terdapat di daerah sering tidak dilihat sekalipun dengan sebelah mata oleh 
para penganut sentralisme dan hegemonisme.

Tidak terbantahkan bahwa karya-karya yang tersimpan dilaci saja tidak akan 
dikenal orang lain dan hilang fungsi sosialnya. Adanya milis dan penerbitan 
sudah memberikan syarat untuk mendapatkan jalan keluar bagi meluncurnya 
karya-karya di laci ke cakrawala sosial. Dari kenyataan yang saya lihat di 
berbagai daerah, penerbitan karya-karya di daerah sudah mungkin dan sudah 
dilakukan oleh daerah-daerah itu sendiri. Sosialisasi karya-karya ini dan 
pengangkatan para sastrawannya ke tingkat lebih jauh merupakan salah satu peran 
dari sistem  jaringan lokal, nasional, rejional dan internasional. Apresiasi, 
kritik dan resensi dalam hal ini pun akan berperan, sehingga sangatlah sulit 
dipahami adanya anggapan yang melihat bahwa apresiasi sastra sebagai suatu 
absurditas belaka.

Pengangkatan sastrawan daerah dengan bersandar pertama-tama pada orang-orang 
daerah itu sendiri mempunyai makna strategis dalam pembangunan kebudayaan 
negeri ini yang betul-betul republiken dan Indonesia. Karena itu usaha yang 
sudah dimulai oleh Sarabunis dengan menyiar ulang sanjak  Bairus Saliem dari 
etnik Madura, saya anggap penting dan merupakan bentuk kongkret pengangkatan 
penyair etnik dan daerah. 

Jika boleh berbicara dengan pengandaian, sebagai bentuk dari suatu harapan dan 
usul, apakah tidak baik seandainya penyair-penyair dari berbagai daerah dan 
asal etnik, melalui komunitas-komunitas yang sudah ada  membuat suatu antologi 
bersama?  Antologi ini sekaligus akan menggambarkan bahwa inilah Indonesia dan 
para sastrawan serta karya-karya mereka, sekali pun mereka tidak dominan dan 
berada di arus bawah dibandingkan dengan posisi kaum hegemonis dan sentralis. 
Antologi dan antologi demikian, akan menunjukkan bahwa di negeri ini ada 
sastrawan-sastrawan di  sungai kebudayaan negeri  yang sekarang masih berada di 
anak-anak sungai. Jika melihat kenyataan bahwa daerah-daerah sudah menerbitkan 
tidak sedikit  antologi bersifat lokal, kiranya pengandaian ini bukan terlalu 
muluk. Peluncuran antologi bersama berbagai daerah  di berbagai daerah akan 
merupakan peristiwa kebudayaan tersendiri. Mengusahakan terbitnya antologi 
bersama demikian juga akan mengkonsolidasi kerjasama antar komunitas dan 
sanggar-sanggar sastra-seni di berbagai daerah. Oleh sudah tidak sedikit 
jumlahnya karya-karya yang diterbitkan di berbagai daerah, kiranya akan timpang 
jika kritikus sastra hanya mengindahkan apa yang diterbitkan di Jakarta dan 
pusat-pusat budaya utama tradisional di Jawa tapi mengabaikan apa yang ada di 
berbagai pulau dan daerah sambil menganggap bahwa ia sedang berbicara tentang 
sastra Indonesia. Tapi diperhatikan atau tidaknya apa yang terjadi dan 
berkembang di daerah, bisa dipastikan daerah-daerah akan terus melanjutkan 
kegiatan mereka tanpa tergantung pada perhatian mereka yang menduga sastra 
Indonesia terpusat di satu dua tempat utama di Jawa. Berlanjut dan 
berkembangnya kegiatan budaya di daerah akan menjadikan daerah-daerah sebagai 
pusat-pusat kebudayaan baru. Tidakkah haridepan negeri dan bangsa ini justru 
terletak di daerah-daerah, sementara Jawa makin lama makin seperti kapal yang 
melebih kapasitas muat sehingga menjadi bagaikan kapal hampir tenggelam? 
Pernahkah sebelumnya terbayang bahwa Tasikmalaya, Tegal, Batu, Malang, Lampung, 
Palangka Raya,Banjarmasin, Padang, Ujung Pandang, Banten, dan lain-lain... 
berkembang menjadi pusat-pusat kebudayaan berarti di luar Jakarta?     

Berbicara tentang sastra lokal, selain yang berbahasa Indonesia, saya kira, 
patut dipertimbangkan pengembangan karya-karya berbahasa lokal itu sendiri.

Paris, Januari 2005

JJ.KUSNI



[Bersambung...]






[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke